Minggu, 19 Oktober 2014

Tugas Perkembangan Peserta Didik

KARAKTERISTIK SEORANG REMAJA DAN MANFAATNYA MENGENAL REMAJA BAGI GURU SEKOLAH MENENGAH

BAB I. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Bagi sebagian besar individu yang baru beranjak dewasa bahkan yang sudah melewati usia dewasa, remaja adalah waktu yang paling berkesan dalam hidup mereka. Kenangan terhadap saat remaja merupakan kenangan yang tidak mudah dilupakan, sebaik atau seburuk apapun saat itu. Sementara banyak orangtua yang memiliki anak berusia remaja merasakan bahwa usia remaja adalah waktu yang sulit. Banyak konflik yang dihadapi oleh orangtua, para guru dan remaja itu sendiri. Banyak orangtua yang tetap menganggap anak remaja mereka masih perlu dilindungi dengan ketat sebab di mata orangtua, para anak remaja mereka masih belum siap menghadapi tantangan dunia orang dewasa. Sebaliknya, bagi para remaja, tuntutan internal membawa mereka pada keinginan untuk mencari jati diri yang mandiri dari pengaruh orangtua. Keduanya memiliki kesamaan yang jelas: remaja adalah waktu yang kritis sebelum menghadapi hidup sebagai orang dewasa.
Oleh sebab itu sangat penting sekali mengetahui karakteristik-karakteristik remaja. Terlebih bagi seorang guru yang berperan sebagai pengganti orang tua bagi para remaja saat berada di sekolah. Karakteristik remaja yang identik dengan kenakalan remaja, mengharuskan kita untuk mengetahui dan memahami karakteristik seorang remaja. Oleh sebab itu pada makalah ini akan dijelaskan tentang karakteristik seorang remaja dan manfaatnya mengenal remaja bagi guru sekolah menengah.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa definisi dari remaja itu sendiri?
2.      Apa yang dimaksud dengan masa remaja?
3.      Apa saja karakteristik seorang remaja?
4.      Bagaimana karakteristik pertumbuhan dan perkembangan seorang remaja?

1.3  Tujuan
1.      Mengetahui arti dari remaja itu sendiri.
2.      Bagaimana masa remaja berlangsung.
3.      Mengetahui karakteristik seorang remaja.
4.      Mengetahui apa saja karakteristik pertumbuhan dan perkembangan seorang remaja.























BAB II. PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Remaja
Kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescent yang berarti to grow atau to grow maturity. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat. Pertumbuhan yang cepat terjadi pada tubuh remaja diluar dan didalam tersebut membawa akibat yang tidak sedikit terhadap perubahan sikap, perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja. Remaja atau adolescent adalah periode perkembangan selama dimana individu mengalami perubahan dari masa selama kanak-kanak menuju masa dewasa, biasanya antara usia 13-20 tahun. Istilah adoscelent biasanya menunjukkan maturasi psikologis individu, ketika pubertas menunjukkan titik dimana reproduksi mungkjin dapat terjadi. Perubahan hormonal pubertas mengakibatkan perubahan penampilan pada orang muda, dan perkembangan mental mengakibatkan untuk menghipotesis dan berhadapan dengan abstraksi.
Usia remaja adalah masa saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamental dalam aspek kognitif, emosi, sosial, dan pencapaian (Fagan, 2006). Sebagian remaja mampu mengatasi transisi ini dengan baik, namun beberapa remaja bisa jadi mengalami penurunan pada kondisi psikis, fisiologis, dan sosial. Beberapa permasalahan remaja yang muncul biasanya banyak berhubungan dengan karakteristik yang ada pada diri remaja.
Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasan usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Masa remaja ini sering dianggap sebagai masa peralihan, dimana saat-saat ketika anak tidak mau lagi diperlakukan sebagai anak-anak, tetapi dilihat dari pertumbuhan fisiknya ia belum dapat dikatakan orang dewasa. Menurut Anna Freud (dalam Yusuf. S, 2004) masa remaja juga dikenal dengan masa strom and stress dimana terjadi pergolakan emosi yang diiringi pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan psikis yang bervariasi. Pada masa ini remaja mudah terpengaruh oleh lingkungan dan sebagai akibatnya akan muncul kekecewaan dan penderitaan, meningkatnya konflik dan pertentangan, impian dan khayalan, pacaran dan percintaan, keterasinagan dari kehidupan dewasa dan norma kebudayaan (Gunarsa, 1986).
Masa remaja merupakan masa untuk mencari identitas/jati diri. Individu ingin mendapat pengakuan tentang apa yang dapat ia hasilkan bagi orang lain. Apabila individu berhasil dalam masa ini maka akan diperoleh suatu kondisi yang disebut identity reputation (memperoleh identitas). Apabila mengalami kegagalan, akan mengalami Identity Diffusion (kekaburan identitas). Masa remaja termasuk masa yang sangat menentukan karena pada masa ini anak-anak mengalami banyak perubahan pada psikis dan fisiknya.
Fase-fase masa remaja (pubertas) menurut Monks dkk (2004) yaitu antara umur 12 – 21 tahun, dengan pembagian 12-15 tahun termasuk masa remaja awal, 15-18 tahun termasuk masa remaja pertengahan, 18-21 tahun termasuk masa remaja akhir.

2.2  Karakteristik Remaja
Karakteristik pertumbuhan dan perkembangan remaja mencakup 3 hal yaitu:
1.      Transisi Biologis
2.      Transisi Kognitif
3.      Transisi Sosial

2.2.1  Transisi Biologis
Menurut Santrock  (2003: 91) perubahan fisik yang terjadi pada remaja terlihat nampak pada saat masa pubertas yaitu meningkatnya tinggi dan  berat badan serta kematangan sosial. Diantara perubahan fisik itu, yang  terbesar pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja adalah  pertumbuhan tubuh (badan menjadi semakin panjang dan tinggi).  Selanjutnya, mulai berfungsinya alat-alat reproduksi (ditandai dengan  haid pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki) dan tanda-tanda seksual sekunder yang tumbuh (Sarlito Wirawan Sarwono, 2006: 52).
Selanjutnya, Menurut  Muss (dalam Sunarto & Agung Hartono, 2002: 79) menguraikan bahwa  perubahan fisik yang terjadi pada anak perempuan yaitu; pertumbuhan  tulang-tulang, badan menjadi tinggi, anggota-anggota badan menjadi  panjang, tumbuh payudara.Tumbuh bulu yang halus berwarna gelap di kemaluan, mencapai pertumbuhan ketinggian badan yang maksimum setiap tahunnya, bulu kemaluan menjadi kriting, menstruasi atau haid, tumbuh  bulu-bulu ketiak.
Sedangkan pada anak  laki-laki peubahan yang terjadi  antara lain; pertumbuhan tulang-tulang,  testis (buah pelir) membesar, tumbuh bulu kemaluan yang halus, lurus,  dan berwarna gelap, awal perubahan suara, ejakulasi (keluarnya air  mani), bulu kemaluan menjadi keriting, pertumbuhan tinggi badan mencapai  tingkat maksimum setiap tahunnya, tumbuh rambut-rambut halus diwajaah  (kumis, jenggot), tumbuh bulu ketiak, akhir perubahan suara,  rambut-rambut diwajah bertambah tebal dan gelap, dan tumbuh bulu dada.
Pada dasarnya  perubahan fisik remaja disebabkan oleh kelenjar pituitary dan kelenjar hypothalamus. Kedua kelenjar itu masing-masing menyebabkan  terjadinya pertumbuhan ukuran tubuh dan merangsang aktifitas serta  pertumbuhan alat kelamin utama dan kedua pada remaja (Sunarto & Agung Hartono, 2002: 94

2.2.2  Transisi Kognitif
Menurut Piaget  (dalam Santrock, 2002: 15) pemikiran operasional formal berlangsung  antara usia 11 sampai 15 tahun. Pemikiran operasional formal lebih abstrak, idealis, dan logis daripada pemikiran operasional konkret.  Piaget menekankan bahwa remaja terdorong untuk memahami dunianya  karena tindakan yang dilakukannya penyesuaian diri biologis. Secara  lebih lebih nyata mereka mengaitkan suatu gagasan dengan gagasan lain.  Mereka bukan hanya mengorganisasikan pengamatan dan pengalaman akan  tetapi juga menyesuaikan cara berfikir mereka untuk menyertakan gagasan  baru karena informasi tambahan membuat pemahaman lebih mendalam.
Menurut Piaget  (dalam Santrock, 2003: 110) secara lebih nyata pemikiran opersional  formal bersifat lebih abstrak, idealistis dan logis. Remaja berpikir  lebih abstrak dibandingkan dengan anak-anak misalnya dapat menyelesaikan persamaan aljabar abstrak. Remaja juga lebih idealistis dalam berpikir  seperti memikirkan karakteristik ideal dari diri sendiri, orang lain dan  dunia. Remaja berfikir secara logis yang mulai berpikir seperti  ilmuwan, menyusun berbagai rencana untuk memecahkan masalah dan secara  sistematis menguji cara pemecahan yang terpikirkan.
Dalam perkembangan  kognitif, remaja tidak terlepas dari lingkungan sosial. Hal ini menekankan pentingnya interaksi sosial dan budaya dalam perkembangan  kognitif remaja.

2.2.3  Transisi Sosial
Santrock (2003: 24)  mengungkapkan bahwa pada transisi sosial remaja mengalami perubahan  dalam hubungan individu dengan manusia lain yaitu dalam emosi, dalam  kepribadian, dan dalam peran dari konteks sosial dalam perkembangan. Membantah orang tua,  serangan agresif terhadap teman sebaya, perkembangan sikap asertif, kebahagiaan remaja  dalam peristiwa tertentu serta peran gender dalam masyarakat  merefleksikan peran proses sosial-emosional dalam perkembangan  remaja. John Flavell (dalam Santrock, 2003: 125) juga menyebutkan bahwa kemampuan remaja untuk memantau kognisi sosial mereka secara  efektif merupakan petunjuk penting mengenai adanya kematangan dan  kompetensi sosial mereka.
Perkembangan sosial  anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan  selanjutnya pada masa remaja.  Hubungan sosial anak pertama-tama masing sangat terbatas dengan orang  tuanya dalam kehidupan keluarga, khususnya dengan ibu dan berkembang  semakin meluas dengan anggota keluarga lain, teman bermain dan teman  sejenis maupun lain jenis (dalam Rita Eka Izzaty dkk, (2008: 139).  Berikut ini akan dijelaskan mengenai hubungan remaja dengan teman sebaya  dan orang tua:
1.      Hubungan dengan teman sebaya
Menurut Santrock  (2003: 219) teman sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Jean Piaget dan  Harry Stack Sullivan (dalam Santrock, 2003: 220) mengemukakan bahwa  anak-anak dan remaja mulai belajar mengenai pola hubungan yang timbal  balik dan setara dengan melalui interaksi dengan teman sebaya. Mereka  juga belajar untuk mengamati dengan teliti minat dan pandangan teman  sebaya dengan tujuan untuk memudahkan proses penyatuan dirinya ke dalam  aktifitas teman sebaya yang sedang berlangsung. Sullivan beranggapan  bahwa teman memainkan peran yang penting dalam membentuk kesejahteraan  dan perkembangan anak dan remaja. Mengenai kesejahteraan, dia menyatakan  bahwa semua orang memiliki sejumlah kebutuhan sosial dasar, juga  termasuk kebutuhan kasih saying (ikatan yang aman), teman yang  menyenangkan, penerimaan oleh lingkungan sosial, keakraban, dan hubungan  seksual.
Ada beberapa  beberapa strategi yang tepat untuk mencari teman menurut Santrock (2003:  206) yaitu :
a.       Menciptakan  interaksi sosial yang baik dari mulai menanyakan nama, usia, dan  aktivitas favorit.
b.      Bersikap  menyenangkan, baik dan penuh perhatian.
c.       Tingkah laku  yang prososial seperti jujur, murah hati dan mau bekerja sama.
d.      Menghargai  diri sendiri dan orang lain.
e.       Menyediakan  dukungan sosial seperti memberikan pertolongan, nasihat, duduk  berdekatan, berada dalam  kelompok yang sama dan menguatkan satu sama lain dengan memberikan pujian.
Ada beberapa dampak  apabila terjadi penolakan pada teman sebaya. Menurut Hurlock (2000: 307)  dampak negatif dari penolakan tersebut adalah :
a.       Akan merasa  kesepian karena kebutuhan social mereka tidak terpenuhi.
b.      Anak merasa  tidak bahagia dan tidak aman.
c.       Anak  mengembangkan konsep diri yang tidak menyenangkan, yang dapat menimbulkan penyimpangan  kepribadian.
d.      Kurang  memiliki pengalaman belajar yang dibutuhkan untuk menjalani proses  sosialisasi.
e.       Akan merasa  sangat sedih karena tidak memperoleh kegembiraan yang dimiliki teman  sebaya mereka.
f.       Sering  mencoba memaksakan diri untuk memasuki kelompok dan ini akan meningkatkan penolakan kelompok  terhadap mereka semakin memperkecil peluang mereka untuk mempelajari berbagai  keterampilan sosial.
g.      Akan hidup  dalam ketidakpastian tentang reaksi social terhadap mereka, dan ini akan menyebabkan mereka  cemas, takut, dan sangat peka.
h.      Sering  melakukan penyesuaian diri secara berlebihan, dengan harapan akan meningkatkan penerimaan sosial  mereka.
Sementara itu,  Hurlock (2000: 298) menyebutkan bahwa ada beberapa manfaat yang  diperoleh jika seorang anak dapat diterima dengan baik. Manfaat tersebut yaitu:
a.       Merasa  senang dan aman.
b.      Mengembangkan konsep diri menyenangkan karena orang lain mengakui mereka.
c.       Memiliki  kesempatan untuk mempelajari berbagai pola prilaku yang diterima secara  sosial dan keterampilan  sosial yang membantu kesinambungan mereka dalam situasi sosial.
d.      Secara mental  bebas untuk mengalihkan perhatian meraka ke luar dan untuk menaruh  minat pada orang atau  sesuatu di luar diri mereka.
e.       Menyesuaikan  diri terhadap harapan kelompok dan tidak mencemooh tradisi sosial.


2.      Hubungan dengan orang tua
Menurut Steinberg  (dalam Santrock, 2002: 42) mengemukakan bahwa masa remaja awal adalah suatu periode ketika konflik dengan orang tua meningkat melampaui tingkat masa anak-anak. Peningkatan ini dapat  disebabkan oleh berapa faktor yaitu perubahan biologis pubertas,  perubahan kognitif yang meliputi peningkatan idealisme dan penalaran  logis, perubahan sosial yang berfokus pada kemandirian dan identitas,  perubahan kebijaksanaan pada orang  tua, dan harapan-harapan yang dilanggar oleh pihak orang tua dan  remaja.
Collins (dalam  Santrock, 2002: 42) menyimpulkan bahwa banyak orang tua melihat remaja  mereka berubah dari seorang anak yang selalu menjadi seseorang yang tidak mau menurut, melawan, dan menantang standar-standar orang tua.  Bila ini terjadi, orang tua cenderung berusaha mengendalikan dengan  keras dan member lebih banyak tekanan kepada remaja agar mentaati  standar-standar orang tua.
Dari uraian  tersebut, ada baiknya jika kita dapat mengurangi konflik yang terjadi dengan orang tua dan remaja. Berikut ada beberapa strategi yang  diberikan oleh Santrock, (2002: 24) yaitu : 1) menetapkan aturan-aturan  dasar bagi pemecahan konflik. 2) Mencoba mencapai suatu pemahaman  timbale balik. 3) Mencoba melakukan corah pendapat (brainstorming). 4)  Mencoba bersepakat tentang satu atau lebih pemecahan masalah. 5) Menulis  kesepakatan. 6) Menetapkan waktu bagi suatu tindak lanjut untuk melihat  kemajuan yang telah dicapai.
Berdasarkan uraian  tersebut maka dapat disimpulkan bahwa proses perkembangan  remaja meliputi masa transisi biologis yaitu pertumbuhan dan  perkembangan fisik. Transisi kognitif yaitu perkembangan kognitif remaja  pada lingkungan sosial dan juga proses sosioemosional dan yang terakhir  adalah masa transisi sosial yang meliputi hubungan dengan orang tua,  teman sebaya, serta masyarakat sekitar.

2.3  Karakteristik Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja

2.3.1  Pertumbuhan fisik
Pada masa remaja, pertumbuhan fisik mengalami perubahan lebih cepat dibandingkan dengan masa anak-anak dan masa dewasa. Pada fase ini remaja memerlukan asupan gizi yang lebih, agar pertumbuhan bisa berjalan secara optimal. Perkembangan fisik remaja jelas terlihat pada tungkai dan tangan, tulang kaki dan tangan, serta otot-otot tubuh berkembang pesat.

2.3.2  Perkembangan seksual
Terdapat perbedaan tanda-tanda dalam perkembangan seksual pada remaja. Tanda-tanda perkembangan seksual pada anak laki-laki diantaranya alat reproduksi spermanya mulai berproduksi, ia mengalami masa mimpi yang pertama, yang tanpa sadar mengeluarkan sperma. Sedangkan pada anak perempuan, bila rahimnya sudah bisa dibuahi karena ia sudah mendapatkan menstruasi yang pertama.
Terdapat ciri lain pada anak laki-laki maupun perempuan. Pada laki-laki pada lehernya menonjol buah jakun yang bisa membuat nada suaranya pecah; didaerah wajah, ketiak, dan di sekitar kemaluannya mulai tumbuh bulu-bulu atau rambut; kulit menjadi lebih kasar, tidak jernih, warnanya pucat dan pori-porinya meluas. Pada anak perempuan, diwajahnya mulai tumbuh jerawat, hal ini dikarenakan produksi hormon dalam tubuhnya meningkat. Pinggul membesar bertambah lebar dan bulat akibat dari membesarnya tulang pinggul dan berkembangnya lemak bawah kulit. Payudara membesar dan rambut tumbuh di daerah ketiak dan sekitar kemaluan. Suara menjadi lebih penuh dan merdu.
Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi pertama pada remaja putri ataupun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi.
Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis hormon (gonadotrophins atau gonadotrophic hormones) yang berhubungan dengan pertumbuhan, yaitu: 1) Follicle-Stimulating Hormone (FSH); dan 2). Luteinizing Hormone (LH). Pada anak perempuan, kedua hormon tersebut merangsang pertumbuhan estrogen dan progesterone: dua jenis hormon kewanitaan. Pada anak lelaki, Luteinizing Hormone yang juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating Hormone (ICSH) merangsang pertumbuhan testosterone. Pertumbuhan secara cepat dari hormon-hormon tersebut di atas merubah sistem biologis seorang anak. Anak perempuan akan mendapat menstruasi, sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu terjadi juga perubahan fisik seperti payudara mulai berkembang, dll. Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot, dan fisik lainnya yang berhubungan dengan tumbuhnya hormon testosterone. Bentuk fisik mereka akan berubah secara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia remaja.

2.3.3  Cara berfikir kausalitas
Hal ini menyangkut tentang hubungan sebab akibat. Remaja sudah mulai berfikir kritis sehingga ia akan melawan bila orang tua, guru, lingkungan, masih menganggapnya sebagai anak kecil. Mereka tidak akan terima jika dilarang melakukan sesuatu oleh orang yang lebih tua tanpa diberikan penjelasan yang logis. Misalnya, remaja makan didepan pintu, kemudian orang tua melarangnya sambil berkata “pantang”. Sebagai remaja mereka akan menanyakan mengapa hal itu tidak boleh dilakukan dan jika orang tua tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan maka dia akan tetap melakukannya. Apabila guru/pendidik dan oarang tua tidak memahami cara berfikir remaja, akibatnya akan menimbulkan kenakalan remaja berupa perkelahian antar pelajar.
Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.
Pada kenyataan, di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih sangat banyak remaja (bahkan orang dewasa) yang belum mampu sepenuhnya mencapai tahap perkembangan kognitif operasional formal ini. Sebagian masih tertinggal pada tahap perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir yang digunakan masih sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai dimensi. Hal ini bisa saja diakibatkan sistem pendidikan di Indonesia yang tidak banyak menggunakan metode belajar-mengajar satu arah (ceramah) dan kurangnya perhatian pada pengembangan cara berpikir anak. penyebab lainnya bisa juga diakibatkan oleh pola asuh orangtua yang cenderung masih memperlakukan remaja sebagai anak-anak, sehingga anak tidak memiliki keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usia dan mentalnya. Semestinya, seorang remaja sudah harus mampu mencapai tahap pemikiran abstrak supaya saat mereka lulus sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu untuk menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik.



2.3.4  Emosi yang meluap-meluap
Emosi pada remaja masih labil, karena erat hubungannya dengan keadaan hormon. Mereka belum bisa mengontrol emosi dengan baik. Dalam satu waktu mereka akan kelihatan sangat senang sekali tetapi mereka tiba-tiba langsung bisa menjadi sedih atau marah. Contohnya pada remaja yang baru putus cinta atau remaja yang tersinggung perasaannya. Emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri mereka daripada pikiran yang realistis. Saat melakukan sesuatu mereka hanya menuruti ego dalam diri tanpa memikirkan resiko yang akan terjadi.

2.3.5  Perkembangan Sosial
Sebagai makhluk sosial, individu dituntut untuk mampu mengatasi segala permasalahan yang timbul sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan sosial dan mampu menampilkan diri sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku.
Oleh karena itu setiap individu dituntut untuk menguasai keterampilan-keterampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya. Keterampilan-keterampilan tersebut biasanya disebut sebagai aspek psikososial. Keterampilan tersebut harus mulai dikembangkan sejak masih anak-anak, misalnya dengan memberikan waktu yang cukup buat anak-anak untuk bermain atau bercanda dengan teman-teman sebaya, memberikan tugas dan tanggungjawab sesuai perkembangan anak, dsb. Dengan mengembangkan keterampilan tersebut sejak dini maka akan memudahkan anak dalam memenuhi tugas-tugas perkembangan berikutnya sehingga ia dapat berkembang secara normal dan sehat.
Keterampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri menjadi semakin penting manakala anak sudah menginjak masa remaja. Hal ini disebabkan karena pada masa remaja individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial akan sangat menentukan. Kegagalan remaja dalam menguasai keterampilan-keterampilan sosial akan menyebabkan dia sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya sehingga dapat menyebabkan rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku yang kurang normatif (misalnya asosial ataupun anti sosial), dan bahkan dalam perkembangan yang lebih ekstrim bisa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal, tindakan kekerasan, dsb.
Berdasarkan kondisi tersebut diatas maka amatlah penting bagi remaja untuk dapat mengembangkan keterampilan-keterampilan sosial dan kemampuan untuk menyesuaikan diri. Permasalahannya adalah bagaimana cara melakukan hal tersebut dan aspek-aspek apa saja yang harus diperhatikan.
Salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja yang berada dalam fase perkembangan masa remaja madya dan remaja akhir adalah memiliki keterampilan sosial (sosial skill) untuk dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan sehari-hari. Keterampilan-keterampilan sosial tersebut meliputi kemampuan berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain, menghargai diri sendiri & orang lain, mendengarkan pendapat atau keluhan dari orang lain, memberi atau menerima feedback, memberi atau menerima kritik, bertindak sesuai norma dan aturan yang berlaku, dsb. Apabila keterampilan sosial dapat dikuasai oleh remaja pada fase tersebut maka ia akan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Hal ini berarti pula bahwa sang remaja tersebut mampu mengembangkan aspek psikososial dengan maksimal. Jadi tidak mengherankan jika pada masa ini remaja mulai mencari perhatian dari ingkungannya dan berusaha mendapatkan status atau peranan, misalnya mengikuti kegiatan remaja dikampung dan dia diberi peranan dimana dia bisa menjalankan peranan itu dengan baik. Sebaliknya jika remaja tidak diberi peranan, dia akan melakukan perbuatan untuk menarik perhatian lingkungan sekitar dan biasanya cenderung ke arah perilaku negatif.
Salah satu pola hubungan sosial remaja diwujudkan dengan membentuk satu kelompok. Remaja dalam kehidupan sosial sangat tertarik pada kelompok sebayanya sehingga tidak jarang orang tua dinomorduakan, sedangkan kelompoknya dinomorsatukan. Contohnya, apabila seorang remaja dihadapkan pada suatu pilihan untuk mengikuti acara keluarga dan berkumpul dengan teman-teman, maka dia akan lebih memilih untuk pergi dengan teman-teman.
Pola hubungan sosial remaja lain adalah dimulainya rasa tertarik pada lawan jenisnya dan mulai mengenal istilah pacaran. Jika dalam hal ini orang tua kurang mengerti dan melarangnya maka akan menimbulkan masalah sehingga remaja cenderung akan bersikap tertutup pada orang tua mereka. Anak perempuan secara biologis dan karakter lebih cepat matang daripada anak laki-laki.

2.3.6  Perkembangan Moral
Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa para remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dsb. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya “kenyataan” lain di luar dari yang selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain. Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa dididik dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak.
Kemampuan berpikir dalam dimensi moral (moral reasoning) pada remaja berkembang karena mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang ada di sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu mempertanyakan dan merekonstruksi pola pikir dengan “kenyataan” yang baru. Perubahan inilah yang seringkali mendasari sikap "pemberontakan" remaja terhadap peraturan atau otoritas yang selama ini diterima bulat-bulat. Misalnya, jika sejak kecil pada seorang anak diterapkan sebuah nilai moral yang mengatakan bahwa korupsi itu tidak baik. Pada masa remaja ia akan mempertanyakan mengapa dunia sekelilingnya membiarkan korupsi itu tumbuh subur bahkan sangat mungkin korupsi itu dinilai baik dalam suatu kondisi tertentu. Hal ini tentu saja akan menimbulkan konflik nilai bagi sang remaja. Konflik nilai dalam diri remaja ini lambat laun akan menjadi sebuah masalah besar, jika remaja tidak menemukan jalan keluarnya. Kemungkinan remaja untuk tidak lagi mempercayai nilai-nilai yang ditanamkan oleh orangtua atau pendidik sejak masa kanak-kanak akan sangat besar jika orangtua atau pendidik tidak mampu memberikan penjelasan yang logis, apalagi jika lingkungan sekitarnya tidak mendukung penerapan nilai-nilai tersebut.
Peranan orangtua atau pendidik amatlah besar dalam memberikan alternatif jawaban dari hal-hal yang dipertanyakan oleh putra-putri remajanya. Orangtua yang bijak akan memberikan lebih dari satu jawaban dan alternatif supaya remaja itu bisa berpikir lebih jauh dan memilih yang terbaik. Orangtua yang tidak mampu memberikan penjelasan dengan bijak dan bersikap kaku akan membuat sang remaja tambah bingung. Remaja tersebut akan mencari jawaban di luar lingkaran orangtua dan nilai yang dianutnya. Ini bisa menjadi berbahaya jika “lingkungan baru” memberi jawaban yang tidak diinginkan atau bertentangan dengan yang diberikan oleh orangtua. Konflik dengan orangtua mungkin akan mulai menajam.

2.3.7  Perkembangan Kepribadian
Secara umum penampilan sering diindentikkan dengan manifestasi dari kepribadian seseorang, namun sebenarnya tidak. Karena apa yang tampil tidak selalu mengambarkan pribadi yang sebenarnya (bukan aku yang sebenarnya). Dalam hal ini amatlah penting bagi remaja untuk tidak menilai seseorang berdasarkan penampilan semata, sehingga orang yang memiliki penampilan tidak menarik cenderung dikucilkan. Disinilah pentingnya orangtua memberikan penanaman nilai-nilai yang menghargai harkat dan martabat orang lain tanpa mendasarkan pada hal-hal fisik seperti materi atau penampilan.
2.4 Karakteristik Perkembangan Sosial Remaja
            Ada sejumlah karakteristik menonjol dari perkembangan sosial remaja, yaitu sebagai berikut:
2.4.1  Berkembangnya kesadaran akan kesunyian dan dorongan akan pergaulan
            Masa remaja bisa disebut sebagai masa sosial karena sepanjang masa remaja hubungan sosial semakin tampak jelas dan sangat dominan. Kesadaran akan kesunyian menyebabkan remaja berusaha mencari kompensasi dengan mencari hubungan dengan orang lain atau berusaha mencari pergaulan. Penghayatan kesadaran akan kesunyian yang mendalam dari remaja merupakan dorongan pergaulan untuk menemukan pernyataan diri akan kemampuan kemandiriannya. Langeveld (Simanjuntak dan Pasaribu, 1984 : 152) berpendapat bahwa kemiskinan akan hubungan atau perasaan kesunyian remaja disertai kesadaran sosial psikologis yang mendalam yang kemudian menimbulkan dorongan yang kuat akan pentingnya pergaulan untuk menemukan suatu bentuk sendiri.
2.4.2  Adanya upaya memilih nilai-nilai sosial
            Ada dua kemungkinan yang ditempuh oleh remaja ketika berhadapan dengan nilai-nilai sosial tertentu, yaitu menyesuaikan diri dengan nilai-nilai tersebut atau tetap pada pendirian dengan segala akibatnya. Ini berarti bahwa reaksi terhadap keadaan tertentu akan berlangsung menurut norma tertentu pula. Bagi remaja yang idealis dan memiliki kepercayaan penuh akan cita-citanya, menuntut norma-norma sosial yang mutlak meskipaun segala sesuatu yang telah dicobanya gagal. Sebaliknya, bagi remaja yang bersikap pasif terhadap keadaan akan cenderung menyerah atau bahkan apatis.
2.4.3  Meningkatnya ketertarikan pada lawan jenis
            Remaja sangat sadar akan dirinya tentang bagaimana pandangan lawan jenis mengenai dirinya. Dalam konteks ini, Kublen (Simanjuntak dan Pasaribu, 1984 : 153) bahkan menegaskan bahwa: the social interest of adolescent are essentially sex social interest. Oleh sebab itu, masa remaja seringkali disebut juga sebagai masa biseksual. Meskipun kesadaran akan lawan jenis ini berhubungan dengan perkembangan jasmani, tetapi sesungguhnya yang berkembang secara dominan bukanlah kesadaran jasmani yang berlainan, melainkan tumbuhnya ketertarikan terhadap jenis kelamin yang lain. Hubungan sosial yang tidak terlalu menghiraukan perbedaan jenis kelamin pada masa-masa sebelumnya, kini beralih ke arah hubungan sosial yang dihiasi perhatian terhadap perbedaan jenis kelamin.
2.4.4  Mulai kecenderungan memilih karier tertentu
            Karakteristik berikutnya sebagaimana dikatakan oleh Kuhlen bahwa ketika sudah memasuki masa remaja akhir, mulai tampak kecenderungan mereka untuk memilih karier tertentu meskipun dalam pemilihan karier tersebut masih mengalami kesulitan (Simanjuntak dan Pasaribu, 1984). Ini wajar karena pada orang dewasa pun kerap kali masih terjadi perubahan orientasi karier dan kembali berusaha menyesuaikan diri dengan karier barunya.

2.5  Manfaat Mengenal Remaja Bagi Guru Sekolah Menengah
Pandangan konstruktivisme tentang pembelajaran, maka kehadiran guru dan murid di ruang kelas lebih dari sekadar mengajar (guru) dan belajar (murid) dalam pengertian yang dipahami selama ini. Menurut pandangan lama, “mengajar, berimplikasi dengan “belajar”, siswa belajar kalau guru mengajar: Artinya, dalam kegiatan belajar-mengajar guru lebih mengambil posisi sebagai produsen, karenanya bersifat aktif, sedangkan murid mengambil posisi sebagai konsumen karenanya bersifat pasif. Dalam pengertian ini, mengajar lebih dipandang sebagai, upaya untuk memberikan informasi atau upaya memindahkan pengetahuan dari guru kepada murid.

 Sebaliknya, menurut pandangan konstruktivisme, mengajar merupakan kegiatan yang mengondisikan sehingga memungkinkan berlangsungnya peristiwa belajar. Mengajar berarti bagaimana guru membelajarkan murid. Dalam pengertian ini, guru belum dikatakan mengajar kalau siswa belum belajar: Mirip dengan kegiatan jual-beli, kegiatan menjual baru berlangsung kalau ada kegiatan memberi. Singkatnya, sebagaimana dikemukakan oleh William H. Burton, mengajar merupakan upaya memberikan stimulus, bimbingan, pengarahan dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar. Mengajar berarti mengorganisasi aktivitas siswa dan memberi fasilitasi belajar, sehingga mereka dapat belajar dengan baik.

 Dengan demikian, untuk dapat tampil menjadi guru yang ideal, memang tidak cukup hanya mengandalkan penguasaan atas materi atau ilmu yang akan diajarkan. Sebab, dalam konteks pembelajaran, bahan atau materi pelajaran hanya merupakan perangsang tindakan guru dalam memberikan dorongan belajar yang diarahkan pada pencapaian tujuan belajar. Karena itu, seorang guru harus membekali diri dengan sejumlah pengetahuan dan keterampilan lain yang sangat diperlukan dalam keberhasilan pelaksanaan tugasnya. Ini adalah penting karena guru dalam menjalani profesinya tidak berhadapan dengan benda mati, melainkan berhadapan dengan manusia yang disebut dengan peserta didik. Peserta didik yang dihadapi oleh guru tersebut adalah individu- individu yang unik dan berbeda satu dengan yang lainnya. Mereka hadir dan berkumpul di ruang kelas dari berbagai latar belakang, baik sosial, kultural, strata ekonomi yang berbeda. Mereka juga datang sebab membawa corak kepribadian, karakteristik, tingkah laku, minat, bakat, kecerdasan dan berbagai tingkat perkembangan lainnya yang berbeda-beda pula.
Untuk dapat menghadapi dan membelajarkan peserta didik dengan berbagai latar belakang, corak kepribadian, dan tingkat perkembangan yang beragam tersebut, maka guru perlu mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki peserta didik, motivasinya, latar belakang akademis, sosial-ekonominya dan sebagainya. Kesiapan guru mengenal karakteristik peserta didik dalam pembelajaran merupakan modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran (Syaiful Sagala, 2000).
Adanya keharusan guru mengenal karakteristik peserta didik tersebut, berarti guru harus menguasai dan mendalami psikologi perkembangan peserta didik, yakni sebuah disiplin ilmu yang secara khusus membahas tentang aspek-aspek atau karakteristik perkembangan peserta didik. Dengan bekal pengetahuan tentang berbagai aspek perkembangan peserta didik ini, diharapkan guru dapat merancang dan melaksanakan program pembelajaran yang sesuai dengan taraf perkembangan peserta didik yang dihadapinya. Pengetahuan tentang psikologi perkembangan peserta didik juga memungkinkan guru untuk memahami apa yang dibutuhkan, diminati, dan yang hendak dicapai oleh peserta didik, serta dapat memberikan pelayanan yang bersifat individual bagi mereka yang mengalami kesulitan.

2.5.1  Pengertian Psikologi Perkembangan peserta Didik
Dewasa ini psikologi merupakan suatu disiplin ilmu yang sangat besar manfaatnya bagi kehidupan manusia. Memang, semua disiplin ilmu ada manfaatnya, tetapi tidak ada suatu disiplin ilmu seperti psikologi yang mampu menyentuh hampir seluruh dimensi kehidupan manusia. Betapa tidak, teori-teori dan riset psikologi telah digunakan dan diaplikasikan secara luas dalam berbagai lapangan kehidupan, seperti ekonomi, kesehatan, pendidikan dan proses pembelajaran, industri, perdagangan, sosial-kemasyarakatan, politik, kesehatan, dan bahkan agama. Karena itu, tidak berlebihan kiranya kalau Bapak prof. Dr. H. Kadirun Yahya, M.sc., seorang ahli tasawuf (dalam Hanna Djumhana Bastaman, 1997), menyatakan bahwa “psikologi di mana saja terpakai, walaupun engkau sebagai apa saja di atas dunia ini ....”
Psikologi menempatkan manusia sebagai objek kajiannya. Manusia sendiri adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Menyadari posisi manusia yang demikian, maka secara lebih jelas ,yang menjadi objek kajian psikologi modern adalah manusia serta aktivitas-aktivitas mentalnya dalam interaksi dengan lingkungan. Interaksi dengan lingkungannya mencakup wilayah yang sangat luas dan beragam. Sesuai dengan keragaman wilayah interaksi manusia dengan lingkungan itu, maka muncullah cabang-cabang psikologi.
Secara umum, psikologi dapat dibedakan menjadi dua cabang, yaitu psikologi teoretis dan psikologi terapan. Psikologi teoretis dapat pula dibedakan atas dua bagian, yaitu psikologi umum dan psikologi khusus.
Psikologi umum adalah psikologi teoretis yang mempelajari aktivitas-aktivitas mental manusia yang bersifat umum dalam rangka mencari dalil-dalil umum dan teori-teori psikologi. Sedangkan psikologi khusus adalah psikologi teoretis yang menyelidiki segi-segi khusus aktivitas mental manusia. Psikologi khusus ini terdiri dari:

a.       Psikologi perkembangan, mengkaji perkembangan tingkah laku dan aktivitas mental manusia sepanjang rentang kehidupannya, mulai dari masa konsepsi hingga meninggal dunia.
b.      Psikologi sosial, mengkaji aktivitas mental manusia dalam kaitannya dengan situasi sosial.
c.       Psikologi kepribadian, mengkaji struktur kepribadian manusia sebagai satu kesatuan utuh.
d.      Psikologi abnormal, mengkaji aktivitas mental individu yang tergolong abnormal.
e.       Psikologi diferensial, menguraikan tentang perbedaaan-perbedaan antar individu.
Psikologi khusus kemungkinan akan terus berkembang sesuai dengan situasi dan kebutuhan. Karena itu tidak tertutup kemungkinan akan bermunculan cabang-cabang psikologi khusus lainnya, seperti psikologi perkembangan peserta didik yang akan menjadi fokus dalam pembahasan makalah ini.
Mengacu pada pengertian dan pembagian psikologi sebagaimana diuraikan di atas, maka dapat dipahami bahwa psikologi perkembangan peserta didik adalah bidang kajian psikologi perkembangan peserta didik adalah bidang kajian psikologi perkembangan yang secara khusus mempelajari aspek-aspek perkembangan individu yang berada pada tahap sekolah menengah.”
2.5.2  Manfaat Psikologi Perkembangan Peserta Didik untuk Memahami Karakteristik Remaja Bagi guru Sekolah Menengah
Sebagaimana telah disebutkan di atas, psikologi perkembangan peserta didik adalah sebuah disiplin ilmu yang secara khusus mempelajari tentang perkembangan tingkah peserta didik dalam interaksinya dengan lingkungan. Oleh sebab itu, banyak manfaat yang akan diperoleh guru atau calon guru dalam mempelajari perkembangan peserta didik ini, di antaranya:
1.      Dengan pengetahuan tentang perkembangan peserta didik, seorang guru akan dapat memberikan harapan yang realistis terhadap anak dan remaja. Ini adalah penting, karena jika terlalu banyak yang diharapkan pada anak usia tertentu, anak mungkin akan mengembangkan perasaan tidak mampu jika ia tidak mencapai standar yang ditetapkan orangtua atau guru. Sebaliknya, jika terlalu sedikit yang diharapkan dari mereka, mereka akan kehilangan rangsangan untuk lebih mengembangkan kemampuannya. Di samping itu, ia juga akan merasa tidak senang terhadap orang yang menilai rendah kemampuan mereka. Dari psikologi perkembangan kita akan mengetahui pada usia berapa anak mulai berbicara dan kapan anak sekolah mulai mampu berpikir abstrak. Meskipun psikologi perkembangan hanya memberikan gambaran umum tentang perkembangan anak. Tetapi bagaimanapun pengetahuan ini akan sangat membantu kita mengetahui apa yang diharapkan dari kekhasan masing-masing anak secara pribadi.
2.      Pengetahuan tentang perkembangan dapat membantu kita dalam memberikan respons yang tepat terhadap perilaku tertentu seorang anak. Psikologi perkembangan dapat membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan arti dan sumber pola berpikir perasaan, dan tingkah laku anak.
3.      Pengetahuan tentang perkembangan peserta didik dapat membantu guru mengenali kapan perkembangan normal yang sesungguhnya dimulai. Dengan pengetahuan tentang perkembangan normal ini, guru bisa menyusun pedoman dalam bentuk skala tinggi-berat, skala usia-berat, skala usia-mental, dan skala perkembangan sosial atau emosional. Karena pola perkembangan untuk semua anak normal hampir sama, ada kemungkinan untuk mengevaluasi setiap anak menurut norma usia anak tersebut. Jika perkembangan itu khas, berarti anak itu menyesuaikan diri secara normal terhadap harapan masyarakat. Sebaliknya, jika terdapat penyimpangan dari pola yang normal, hal ini dapat dianggap sebagai tanda bahaya adanya penyesuaian kepribadian, emosional atau sosial yang buruk. Kemudian dapat diambil langkah-langkah tertentu untuk menemukan penyebab penyimpangan ini dan menyembuhkannya.
4.      Dengan mengetahui pola nornal perkembangan, memungkinkan para guru untuk sebelumnya mempersiapkan anak menghadapi perubahan yang akan terjadi pada tubuh, perhatian dan perilakunya.
5.      Pengetahuan tentang perkembangan memungkinkan para guru memberikan bimbingan belajar yang tepat kepada anak. Bayi yang siap untuk belajar berjalan misalnya, dapat diberikan kesempatan untuk melakukannya dan dorongan untuk tetap berusaha hingga kepandaian berjalan dapat dikuasai. Tidak adanya kesempatan dan dorongan akan menghambat perkembangan yang normal.
6.      Studi prkembangan dapat membantu kita memahami diri sendiri. Melalui psikologi perkembangan kita akan mendapatkan wawasan dan pemahaman perjalanan hidup kita sendiri (sebagai bayi, anak, remaja atau dewasa), seperti bagaimana hidup kitta kelak ketika kita bertumbuh sepanjang tahun-tahun dewasa (sebagai orang dewasa tengah baya, sebagai orang dewasa tua). Singkatnya, mempelajari psikologi perkembangan akan memberikan banyak informasi tentang siapa kita, bagaimana kita dapat seperti ini, dan kemana masa depan akan membawa kita.
Dengan demikian jelas betapa besar kegunaan mempelajari karakteristik peserta didik atau remaja bagi guru sekolah menengah. Dengan memahami karakteristik peserta didik atau remaja memungkinkan guru memberikan bantuan dan pendidikan yang tepat sesuai dengan pola-pola dan tingkat-tingkat perkembangan anak. Lebih dari itu pengetahuan mengenai karakteristik peserta didik atau remaja akan dapat menimbulkan kesadaran terhadap diri sendiri, sehingga dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangan dengan baik.

KESIMPULAN

Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasan usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Masa remaja ini sering dianggap sebagai masa peralihan, dimana saat-saat ketika anak tidak mau lagi diperlakukan sebagai anak-anak, tetapi dilihat dari pertumbuhan fisiknya ia belum dapat dikatakan orang dewasa.
Fase-fase masa remaja (pubertas) menurut Monks dkk (2004) yaitu antara umur 12 – 21 tahun, dengan pembagian 12-15 tahun termasuk masa remaja awal, 15-18 tahun termasuk masa remaja pertengahan, 18-21 tahun termasuk masa remaja akhir.
Karakteristik anak remaja bisa dilihat dalam beberapa aspek, yaitu dari Pertumbuhan fisik, perkembangan seksual, cara berfikir kausalitas, emosi yang meluap-luap, perkembangan sosial, perkembangan moral dan perkembangan kepribadian.

Remaja diharapkan lebih mengerti dirinya sendiri dan dimengerti orang lain, sehingga dapat menjalani persiapan masa dewasa dengan lancar. Dengan memanfaatkan semua kesempatan yang tersedia, terbentuklah kepribadian yang terpadu untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, A. 1991. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Rineka Cipta
Gunarsa, D. 1986. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta : PT. BK Gunung Mulia
Hurlock, E. 1980. Psikologi Perkembangan : suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Edisi ke lima. Jakarta : Erlangga
Kartono, K. 1979. Psikhologi Anak. Bandung : Alumni
Monk, dkk. 2002. Psikologi Perkembangan : pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Yusuf, S. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Zulkifli, L.. 1992. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT Remaja Rosda Karya


0 komentar:

Posting Komentar