Minggu, 19 Oktober 2014

Tugas Pendidikan Agama Islam

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    LATAR BELAKANG
Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna terkadang sering terlupa akan tuhan mereka sendiri yang menciptakan mereka. Banyak orang islam yang mengaku bertuhan satu yaitu Allah SWT, tetapi tidak mengetahui dan bahkan sering lupa akan tuhannya, padahal Allah SWT tidak pernah lupa dengan para makhluknya dan selalu memberikan kasih sayang, rezeki, dan karunia yang tidak ada habis-habisnya kepada mereka.
Kita sebagai kaum muslim percaya akan keesaan dan keagungan Allah SWT, sehingga hal itu menimbulkan sesuatu bagi umat muslim yang sering disebut iman. Tapi apakah kita mengerti hakekat dan arti sebenarnya dari keimanan? Dan bagaimana keterkaitan antara iman dan tauhid? Sangat disayangkan bahwa banyak orang-orang muslim terutama kaum muda yang tidak mengerti. Ketidakmengertian akan iman dan tauhid sangat terasa akibatnya bagi umat muslim diantaranya berpengaruh dalam ibadah mereka kepada Allah SWT.
Tauhid dan keimanan, dua hal tersebut sangat berpengaruh dalam kehidupan kaum muslimin. Salah satu pengaruh positif dari keimanan adalah dapat memunculkan sifat-sifat baik yang pada jaman sekarang jarang sekali ada yaitu sifat shiddiq (benar), amanah (dapat dipercaya), dan fatonah (cerdik pandai). Sifat-sifat tersebut adalah sifat-sifat baik yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, sangat baiklah jika pada jaman sekarang terdapat seorang muslim yang memiliki sifat tersebut dan pastinya bisa menjadi pemimpin yang baik.
Demikianlah, kami berupaya menjelaskan tentang apa dan bagaimana tauhid itu dalam makalah ini dan bagaimana dan apa sifat-sifat shiddiq, amanah, dan fatonah kepada semua umat muslim, bagaimana manusia islam, dan bagaimana kehidupan dunia dan akhirta, dengan harapan makalah ini dapat bermanfaat bagi kaum muslim yang ingin mengerti dan paham tentang tauhid, dan sifat-sifat nabi itu sehingga akan dapat menambah ketaatan umat muslim untuk beribadah kepada Allah SWT.


1.2    RUMUSAN MASALAH
1.      Mengapa kita harus mengenal Allah?
2.      Apa saja sifat-sifat Rasul?
3.      Apa saja ciri-ciri manusia dalam islam?
4.      Bagaimana kehidupan dunia dan akhirat?

1.3    TUJUAN
a.       Untuk mengenal Allah lebih dekat
b.      Untuk memahami sifat-sifat Rasul
c.       Untuk memahami ciri-ciri manusia dalam islam
d.      Untuk mengetahui lebih luas tentang kehidupan di dunia dan di akhirat





















BAB II
PEMBAHASAN

A.     Mengenal Allah
Manusia adalah makhluk yang diciptakan untuk memiliki pengetahuan. Keinginan untuk tahu adalah pemberian Tuhan yang sudah ada dalam diri manusia, karena manusia tidak dapat melepaskan diri dari kebenaran. Entah hubungan itu berupa penolakan akan kebenaran, ataupun penerimaan kebenaran. Pengetahuan, atau lebih tepat pengenalan akan kebenaran itulah yang membawa manusia kepada hidup yang seutuhnya.
Mengenal Allah ada empat cara yaitu mengenal wujud Allah, mengenal Rububiyah Allah, mengenal Uluhiyah Allah, dan mengenal Nama-nama dan Sifat-sifat Allah. Keempat cara ini telah disebutkan Allah di dalam Al-Qur`an dan di dalam As-Sunnah baik secara global maupun terperinci.
Ibnul Qayyim dalam Al-Fawaid (hal. 29), mengatakan: “Allah mengajak hamba-Nya untuk mengenal diri-Nya di dalam Al-Qur`an dengan dua cara yaitu pertama, melihat segala perbuatan Allah dan yang kedua, melihat dan merenungi serta menggali tanda-tanda kebesaran Allah seperti dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian siang dan malam terdapat (tanda-tanda kebesaran Allah) bagi orang-orang yang memiliki akal.” (Ali Imran :190).
Juga dalam firman-Nya yang lain:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian malam dan siang, serta bahtera yang berjalan di lautan yang bermanfaat bagi manusia, dan apa yang telah Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (Al-Baqarah: 164)

1.      Mengenal Wujud Allah
Yaitu beriman bahwa Allah itu ada. Dan adanya Allah telah diakui oleh fitrah, akal, panca indera manusia, dan ditetapkan pula oleh syariat.
Ketika seseorang melihat makhluk ciptaan Allah yang berbeda-beda bentuk, warna, jenis dan sebagainya, akal akan menyimpulkan adanya semuanya itu tentu ada yang mengadakannya dan tidak mungkin ada dengan sendirinya. Dan panca indera kita mengakui adanya Allah di mana kita melihat ada orang yang berdoa, menyeru Allah dan meminta sesuatu, lalu Allah mengabulkannya. Adapun tentang pengakuan fitrah telah disebutkan oleh Allah di dalam Al-Qur`an:
“Dan ingatlah ketika Rabbmu menurunkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ‘Bukankah Aku ini Rabbmu?’ Mereka menjawab: ‘(Betul Engkau Rabb kami) kami mempersaksikannya (Kami lakukan yang demikian itu) agar kalian pada hari kiamat tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya kami bani Adam adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan-Mu) atau agar kamu tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu sedangkan kami ini adalah anak-anak keturunan yang datang setelah mereka.’.” (Al-A’raf: 172-173)
Ayat ini merupakan dalil yang sangat jelas bahwa fitrah seseorang mengakui adanya Allah dan juga menunjukkan, bahwa manusia dengan fitrahnya mengenal Rabbnya. Adapun bukti syariat, kita menyakini bahwa syariat Allah yang dibawa para Rasul yang mengandung maslahat bagi seluruh makhluk, menunjukkan bahwa syariat itu datang dari sisi Dzat yang Maha Bijaksana. (Lihat Syarah Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah, Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, hal. 41-45)

2.      Mengenal Rububiyah Allah
Rububiyah Allah adalah mengesakan Allah dalam tiga perkara yaitu penciptaan, kekuasaan, dan pengaturan-Nya. (Lihat Syarah Al-’Aqidah Al-Wasithiyyah, Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, hal. 14)
Maknanya, menyakini bahwa Allah adalah Dzat yang menciptakan, menghidupkan, mematikan, memberi rizki, mendatangkan segala manfaat dan menolak segala mudharat. Dzat yang mengawasi, mengatur, penguasa, pemilik hukum dan selainnya dari segala sesuatu yang menunjukkan kekuasaan tunggal bagi Allah .
Dari sini, seorang mukmin harus meyakini bahwa tidak ada seorangpun yang menandingi Allah dalam hal ini. Allah mengatakan:
           

“Katakanlah!’ Dialah Allah yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan-Nya.” (Al-Ikhlash: 1-4).
Maka ketika seseorang meyakini bahwa selain Allah ada yang memiliki kemampuan untuk melakukan seperti di atas, berarti orang tersebut telah mendzalimi Allah dan menyekutukan-Nya dengan selain-Nya. Dalam masalah rububiyah Allah, sebagian orang kafir jahiliyah tidak mengingkarinya sedikitpun dan mereka meyakini bahwa yang mampu melakukan demikian hanyalah Allah semata. Mereka tidak menyakini bahwa apa yang selama ini mereka sembah dan agungkan mampu melakukan hal yang demikian itu. Lalu apa tujuan mereka menyembah ’tuhan’ yang banyak itu? Apakah mereka tidak mengetahui jikalau ‘tuhan-tuhan’ mereka itu tidak bisa berbuat apa-apa? Dan apa yang mereka inginkan dari sesembahan itu?
Allah telah menceritakan di dalam Al Qur`an bahwa mereka memiliki dua tujuan. Pertama, mendekatkan diri mereka kepada Allah dengan sedekat-dekatnya. Kedua, agar mereka memberikan syafaat (pembelaan) di sisi Allah. Allah berfirman:
           
“Dan mereka menyembah selain Allah berupa apa-apa yang tidak bisa memberikan mudharat dan manfaat bagi mereka dan mereka berkata: ‘Mereka (sesembahan itu) adalah yang memberi syafaat kami di sisi Allah’.” (Yunus: 18). [lihat kitab Kasyfusy Syubuhat karya Asy-Syaikh Muhammad bin Abdulwahhab]
Keyakinan sebagian orang kafir terhadap tauhid rububiyah Allah telah dijelaskan Allah dalam beberapa firman-Nya:
“Kalau kamu bertanya kepada mereka, siapakah yang menciptakan mereka? Mereka akan menjawab Allah. Maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?” (Az-Zukhruf: 87)
           
“Dan kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan yang menundukkan matahari dan bulan? Mereka akan mengatakan Allah. Maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?” (Al-’Ankabut: 61)

“Dan kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan bumi setelah matinya? Mereka akan menjawab Allah.” (Al-’Ankabut: 63)
Demikianlah Allah menjelaskan tentang keyakinan mereka terhadap tauhid rububiyah Allah. Sekedar keyakinan mereka yang demikian itu tidak menyebabkan mereka masuk ke dalam Islam dan menyebabkan halalnya darah dan harta mereka sehingga Rasulullah mengumumkan peperangan melawan mereka.
Makanya, jika kita melihat kenyataan yang terjadi di tengah-tengah kaum muslimin, kita sadari betapa besar kerusakan akidah yang melanda saudara-saudara kita. Banyak yang masih menyakini bahwa selain Allah, ada yang mampu menolak mudharat dan mendatangkan manfaat, meluluskan dalam ujian, memberikan keberhasilan dalam usaha, dan menyembuhkan penyakit. Sehingga mereka harus berbondong-bondong meminta-minta di kuburan orang-orang shalih, kuburan para wali, atau di tempat-tempat keramat.
Mereka harus pula mendatangi para dukun, tukang ramal, dan tukang tenung atau dengan istilah sekarang paranormal. Semua perbuatan dan keyakinan ini, merupakan keyakinan yang rusak dan bentuk kesyirikan kepada Allah.
Ringkasnya, tidak ada yang bisa memberi rizki, menyembuhkan segala macam penyakit, menolak segala macam marabahaya, memberikan segala macam manfaat, membahagiakan, menyengsarakan, menjadikan seseorang miskin dan kaya, yang menghidupkan, yang mematikan, yang meluluskan seseorang dari segala macam ujian, yang menaikkan dan menurunkan pangkat dan jabatan seseorang, kecuali Allah. Semuanya ini menuntut kita agar hanya meminta kepada Allah semata dan tidak kepada selain-Nya.


3.      Mengenal Uluhiyah Allah
Uluhiyah Allah adalah mengesakan segala bentuk peribadatan bagi Allah, seperti: Berdo’a, meminta, tawakal, takut, berharap, menyembelih, bernadzar, cinta, dan selainnya dari jenis-jenis ibadah yang telah diajarkan Allah dan Rasulullah saw. Memperuntukkan satu jenis ibadah kepada selain Allah termasuk perbuatan zhalim yang besar di sisi-Nya yang sering diistilahkan denga syirik kepada Allah. Allah berfirman di dalam Al-Qur’an.
           
”Hanya kepada-Mu ya Allah, kami menyembah dan hanya kepada-Mu ya Allah, kami meminta pertolongan” (Al-Fatihah: 5).
            Rasulullah saw telah membimbing ibnu Abbas r.a. (dan juga kita tentunya).
”Apabila kamu minta, maka mintalah kepada Allah dan apabila kamu minta tolong, maka minta tolonglah kepada Allah” (Riwayat Tirmidzi).
            Allah berfirman,
           
”Dan sembahlah Allah dan jangan kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun” (An-Nisa’: 36).
     Dengan ayat-ayat dan hadits di atas, Allah dan Rasul-Nya telah jelas mengingatkan tentang tidak bolehnya seseorang untuk memberikan peribadatan sedikit pun kepada selain Allah karena semuanya itu hanyalah milik Allah semata. Rasulullah saw bersabda,
     ”Allah berfirman kepada ahli neraka yang paling ringan adzabnya: ’Kalau seandainya kamu memiliki dunia dan apa yang ada di dalamnya dan sepertinya lagi, apakah kamu akan menebus dirimu?’ Dia menjawab: ’Ya’. Allah berfirman, ’Sungguh Aku telah menginginkan darimu lebih ringan dari ini ketika kamu berada di tulang rusuk Adam, tetapi kamu enggan, kecuali terus mempersekutukan-Ku’” (Riwayat Muslim).



Rasulullah saw bersabda, ”Allah berfirman dalam hadits qudsi: ”Saya tidak butuh kepada sekutu-sekutu, maka barangsiapa yang melakukan satu amalan dan dia tidak menyekutukan Aku dengan selain-Ku  maka Aku akan membiarkannya dan sekutunya.” (Riwayat Muslim)
Contoh penyimpangan uluhiyyah ini bertebaran dimana-mana. Di antaranya meminta dibebaskan dari musibah dan kesulitan kepada arwah para wali (ngalap berkah ke makam-makan wali). Ibnul Qoyyim mengatakan, ”Kesyirikan adalah penghancur tauhid rububiyah dan pelecehan terhadap tauhid uluhiyyah, dan berburuk sangka terhadap Allah.”
4.      Mengenal Nama-nama dan Sifat-sifat Allah
Maksudnya, kita beriman bahwa Allah memiliki nama-nama yang Dia telah menamakan diri-Nya dengannya atau Rasul-Nya telah menamakan-Nya, dan bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang tinggi yang Dia telah sifati diri-Nya dengannya atau Rasul-Nya yang telah mensifati-Nya.
Dalam hal ini, kita harus beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah sesuai dengan apa yang dimaukan Allah dan Rasul-Nya dan tidak menyelewengkan sedikit pun.

B.     Sifat – Sifat Rasul
Seorang rasul Allah merupakan manusia pilihan yang istimewa dengan fitrah dan kepribadian serta sifat-sifatnya yang khas. Salah satu sifat rasul adalah maksum, yaitu terpelihara dari dosa. Sebab ucapan dan tindakan seorang rasul selalu dibimbing oleh Allah swt.. Rasul juga seorang manusia biasa yang memiliki kesamaan dengan manusia lain pada umumnya. Secara umum, sifat-sifat rasul Allah dapat dibagi menjadi tiga, yaitu sifat wajib, mustahil, dan jaiz.
1. Sifat Wajib
Sifat wajib bagi rasul adalah sifat yang harus dan wajib dimiliki oleh para rasul. Sifat-sifat wajib ini adalah:
a. Siddiq, artinya benar atau jujur. Segala sesuatu yang diterima oleh rasul dari Allah wajib dikatakan dengan benar dan jujur.
b. Amanah, artinya dapat dipercaya. Seorang rasul harus dapat dipercaya untuk menyampaikan seluruh pesan yang diperintahkan oleh Allah swt. sama seperti aslinya, tanpa ditambah atau dikurangi.
c. Tablig, artinya menyampaikan. Maksudnya menyampaikan semua wahyu yang diterima dari Allah walaupun mereka menghadapi halangan dan rintangan yang berat.
d. Fatanah, artinya cerdik dan bijaksana. Seorang rasul haruslah cerdik, karena hanya orang cerdik yang dapat memimpin dan membimbing umat.
2. Sifat Mustahil
Sifat mustahil bagi rasul adalah sifat yang mustahil dimiliki oleh para rasul. Sifat mustahi adalah kebalikan dari sifat-sifat wajib bagi rasul. Sifat-sifat mustahil bagi rasul adalah:
a. Kizib, artinya berbohong atau dusta.
b. Khianat, artinya tidak dapat dipercaya.
c. Kitman, artinya menyembunyikan atau tidak menyampaikan.
d. Baladah, artinya bodoh atau dungu.
Sifat-sifat di atas mustahil dimiliki oleh para rasul. Jika rasul memiliki sifat-sifat tersebut, maka dakwah yang disampaikan kepada umatnya tidak akan berhasil, bahkan akan gagal semua.
3. Sifat Jaiz
Sifat jaiz bagi rasul adalah sifat-sifat yang diperbolehkan bagi mereka, yaitu kebolehan berupa sifat-sifat manusiawi yang dimiliki manusia pada umumnya. Sifat-sifat ini disebut sifat basyariah atau sifat kemanusiaan, seperti rasul makan, minum, tidur, beristri, sedih, dan gembira.

C.  Manusia dalam pandangan islam
1.    Penyebutan Manusia
Berbagai istilah digunakan untuk menunjukkan berbagai aspek kehidupan manusia diantaranya :
a.    Aspek Historis penciptaannya,manusia disebut dengan Bani Adam Qs.Al-A’raf 7 : 31.
b.    Aspek Biologis,manusia disebut dengan panggilan Basyar,yaitu mencerminkan sifat-sifat fisik kimia biologisnya Qs.Al-Mukminuun(23 ) : 33.
c.    Dari aspek Kecerdasannya manusia disebut Insan, yakni makhluk terbaik yang diberi akal sehingga mampu menyerap ilmu pengetahuan Qs.Ar-Rahmaam ( 55 ) : 3-4.
d.   Dari aspek Sosiologisnya manusia disebut An-Nas, yang menunjukkan sifatnya berkelompok sesama jenisnya.
e.    Aspek Posisinya, Abdun ( hamba ),yakni sebagai hamba Allah yang harus tunduk dan patuh kepada Nya.
2.     Aspek Historis Penciptaannya
Al-Quran tidak merinci secara kronologis penciptaan manusia menyangkut waktu dan tempatnya, namun Al-Quran menjelaskan titik-titik penting : dari titik manakah kehidupan itu bermula, ayat-ayat Al-Quran menegaskan bahwa asal-usul manusia ( bersifat ) air, Qs.Al-Anbiya’( 21 ) : 30. Asal-usul kehidupan hewan Qs. An-Nur ( 24 ) : 45.
3.    Komponen Biologis
Komponen –komponen pembentuk manusia :
a.    Turaab,yaitu tanah gemuk, Qs.Kahfi ( 18 ) : 37.
b.    Tiin, yaitu tanah lempung Qs.Sajdah ( 32 ) : 4
c.    Tiinul Lazib, tanah lempung yang pekat Qs. As.Saffat ( 37 ) :8.
d.   Salsaalun, lempung yang dikatakan Kalfakhkhar ( seperti tembikar ).
e.    Salsalun min humain masnuun ( lempumg dari lumpur yang dicetak/diberi bentuk Qs.Al-Hijr ( 15 ) : 26.
f.     Sulalatun min tiin, sari pati lempung, sulalat berarti sesuatu yang dasarikan dari sesuatu yang lain.
g.    Air, yang dianggap sebagai asal-usul seluruh kehidupan Qs.Al-Furqan (25):45.
4.    Reproduksi Keberadaan
Asal usul manusia dilihat dari sisi reproduksinya banyak sekali dijelaskan
Al-Qur’an misalnya: Manusia berasal dari Nutfatam (nutfatam min maniyyin yumna) atau setetes sperma yang ditumpahkan.
Nutfah, berarti sejumlah sangat kecil yang sering diartikan sebagai setetes air (Qs. Abasa 80:19)


5.    Ruh dan Nafs
Ruh adalah salah satu komponen penting yang menentukan ciri kemanusiaan manusia.
Firman Allah S.W.T :

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah, maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh ciptaanKu maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepada Ku” (As-shad : 38, 71-72)
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah Ruh itu termasuk urusan Tuhanku dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit” (Al-Isra 17 : 85)
Ruh adalah getaran Ilahiyah yaitu getaran sinyal ketuhanan sebagaimana rahmat, nikmat dan hikmah yang kesemuanya sering terasakan sentuhannya, tetapi sukar dipahami hakekatnya. Sentuhan getaran rohanian itulah yang menyebabkan manusia dapat mencera nilai-nilai belas kasih, kejujuran, kebenaran, keadilan dsb.
Istilah Nafs banyak tersebar dalam Al-Qur’an. Istilah Nafs memiliki pengertian yang sangat terkait dengan aspek fisik manusia. Gejolah Nafs dapat dirasakan menyebar keseluruh bagian tubuh manusia karena tubuh manusia merupakan kumpulan dari bermilyar-milyar sel hidup yang saling berhubungan.
Nafs bekerja sesuai dengan bekerjanya sistem biologis manusia. Hubungan antara nafs dan fisik manusia demikian erat meski sukar untuk diketahui dengan pasti bagaimana hubungan itu berjalan. Dua hal yang berbeda, mental dan fisik dapat menjalin interelasi sebab akibat. Kesedihan dapat menyebabkan mata mengeluarkan siaran. Kesengsaraan membuat badan kurus. Dikenal pula istilah PSIKOMATIK, yaitu penyakit2 fisik yan disebabkan oleh masalah kejiwaan
6.        Fitrah Manusia : Hanif dan Potensi akal, qalbu dan Nafsu.
Kata fitrah merupakan derivasi dari kata fatara, artinya ciptaan, suci dan seimbang. Louis ma’luf dalam kamus Al Munjud menyebutkan bahwa fitrah adalah sifat yang ada pada setiap awal penciptaannya, sifat alami manusia, agama, sunnah.
Menurut Imam Al-Gazali, fitrah adalah kondisi dimana Allah menciptakan manusia yang menghadapkan dirinya kepada kebenaran dan kesiapan untuk menggunakan fikiran.
Dengan demikian fitrah dari segi bahasa dapat diartikan bagai kondisi awal suatu ciptaan atau kondisi awal manusia yang memiliki potensi untuk mengetahui dan cenderung kepada kebenaran (hanif)
Manusia menurut pandangan kaum materialis “Manusia hanyalah sekepal tanah dibumi, dari bumi mereka berasal, dibumi mereka hidup, makan dan minum, berjalan, beraktivitas, setelah mati kembali menjadi tanah, tidak ada proses lagi, tidak ada keistimewaan manusia dibanding makhluk lainnya.
SIAPA MANUSIA ITU?
Manusia adalah ciptaan Allah yang paling besar, untuk itu terlebih dahulu id harus mengenal Nya. Kalau manusia itu sudah mengenal jiwanya pasti ia akan mengenal Tuhannya. Pernyataan ini identik dengan bunyi suatu kalimat :
“Barang siapa sudah mengenal jiwanya, maka ia akan mengenal Tuhannya


 “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” ( At-Tiin : 4 )
Manusia ditinjau dari susunan postulat tubuhnya adalah ciptaan Allah yang paling sempurna ditimbang makhluk hidup lainnya yang ada dimuka bumi.
Berangkai dari persepsi semacam itu maka eksistensi manusia balik yang bersifat ektern maupun intern selalu memperlihatkan kesempurnaan dari ciptaan yang begitu mendetail lewat gerakan anggota tubuhnya.
Manusia adalah makhluk yang tercipta berdasarkan ketentuan Allah, bukan secara kebetulan dan serampangan. Ia tercipta untuk tujuan tertentu bukan untuk kesia-siaan.Walaupun manusia dinobatkan sebagai khalifah karena dikaruniai pemberian, mempunyai berbagai pengetahuan dan mampu menganalisa aspek-aspek penting dalam kekhalifahan dan mengkaji hukum-hukum alam, namun ia masih tergolong sebagai makhluk yang lemah, seringkali ditaklukan oleh hawa nafsu, dan tidak mengenal jiwanya.
           


“Sesungguhnya manusia itu diciptakan bersifat keluh kesah dan kikir. Apabila ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah dan kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kesenangan, ia amat kikir” (Al-Ma’arij 19-21)
Manusia yang mengagumkan ini tercipta dan bermula dari tiada, lalu ia menciptakan dari debu, dari sekepul debu ini muncul keturunan bani Adam, Allah menciptakan manusia secara bertahab, mengalami beberapa fase perkembangan dan evolusi, dari debu menjadi sperma dan kemudian menjadi segumpal darah,ini merupakan bukti kebesaran Allah.
Yang dimaksud manusia disini, ya manusia secara umum. Mereka diciptakan dari segumpal darah dengan jenis dan ras yang berbeda beda, tapi mereka mempunyai proses penciptaan yang sama, hal ini menunjukkan bahwa Allah mengistimewakan manusia, agar mereka ingat dan menyadari bahwa Dia telah memberikan kemuliaan, melindungi peranan dan menjunjung tinggi kedudukan mereka diantara makhluk-makhluk yang lain.
PROSES PENCIPTAAN ADAM
Allah menciptakan Adam berdasarkan kehendak dan Kekuasaan Nya. Proklamasi penciptaan manusia dari tanah kepada para Malaikat adalah merupakan kehormatan pertama yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Proklamasi tentang kelebihan dan karunia besar dari Allah untuk manusia. Apalagi setelah itu, Dia memproklamirkan bahwa Allah memerintahkan malaikat untuk bersujud kepada manusia ini. (Dlm QS Al-Hijr : 28-29).
Penobatan manusia sebagai khalifah di Bumi, adalah suatu kehormatan besar dari Allah sebagai penciptanya, sehingga Dia memerintahkan para Malaikat untuk bersujud kepada manusia. Yang lebih besar dari peristiwa inidan merupakan keistimewaan bagi manusia adalah ditiupkan Nya roh (ciptaan) Allah kedalam dirinya. Ini sebagai sinyalemen bahwa asal usul manusia itu suci, tercipta dari bahan yang berkualitas tinggi dan memiliki fitrah yang murni.
Kehormatan inilah yang merupakan harta yang tak ternilai harganya bagi manusia yang diperoleh secara langsung dari Allah yang Maha Agung.
Sebagian kerangka dasar Penciptaan Manusia:
1.      Untuk memperlihatkan dan membuktikan keadilan dan kekuasaan Allah, maka Dia ciptakan bumi sebagai tempat berpijak dan hidup manusia. Dia (Allah penuhi seluruh bekal kehidupan manusia sebelum berperan dibumi)
2.      Sebagai perwujudan dari sifat keadilan dan kebijaksanaan Allah, Dia sempurnakan manusia sebelum turun keatas bumi. Adam tercipta sebagai bukti kelebihan dan kemutlakan dari kekuasaan Allah yang dari Nya terpantul kebesaran zat yang Maha Pencipta. Dalam penciptaan Adam terdapat berbagai macam pelajaran, kaca perbandingan yang mengandung beribu hikmah dimana kita lihat kelebihan Adam dan anak cucunya dalam berbagai aspek dan kita saksikan betapa Allah membedakannya dari makhluk yang lain:
a.       Keistimewaan Adam yang diberikan oleh Allah terlihat pada saat Malaikat diperintahkan untuk bersujud kepadanya.
b.      Kelebihan Adam nampak ketika ia diciptakan oleh Allah dengan kedua tangan Nya (yakni Kuasa Allah)
c.       Bumi beserta isi alam semesta tunduk kepada Adam, agar ia boleh mengelola, merekayasa dan mengembangkan kehidupan manusia.
d.      Adam memiliki potensi intelektual dan kemampuan berkreasi untuk mendatangkan hasil dari alam semesta ini demi kebaikan hidup didunia.
Hakekat dan Martabat manusia dalam Islam   
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang misterius dan sangat menarik. Dikatakan misterius karena semakin dikaji semakin terungkap betapa banyak hal-hal mengenai manusia yang belum terungkapkan betapa banyak hal-hal mengenai manusia yang belum terungkapkan. Dan dikatakan menarik karena manusia sebagai subjek sekaligus sebagai objek kajian yang tiada henti-hentinya terus dilakukan manusia khususnya para ilmuwan. Oleh karena itu ia telah menjadi sasaran studi sejak dahulu, kini dan kemudian hari. Hampir semua lembaga pendidikan tinggi mengkaji manusia, karya dan dampak karyanya terhadap dirinya sendiri, masyarakat dan lingkungan hidupnya.
Didalam Al-Qur’an manusia disebut antara lain dengan
a.         Bani Adam (Q.S. Al-Isra’:70)
b.        Basyar (Q.S. Al-Kahfi: 10)
c.         Al-Insan (Q.S. Al-Insan: 1)
d.        An-Nas (Q.S. an- Anas (114):1)
Berbagai rumusan tentang manusia telah pula diberikan orang. Salah satu diantaranya, berdasarkan studi isi Al-Qur’an dan Al-Hadits, berbunyi (setelah disunting) sebagai berikut: Al-insan (manusia) adalah makhluk ciptaan Allah yang memiliki potensi untuk beriman (kepada Allah), dengan mempergunakan akalnya mampu memahami dan mengamalkan wahyu serta mengamati gejala-gejala alam, bertanggung jawab atas segala perbuatannya dan berakhlak (N.A Rasyid, 1983: 19).
Kelebihan Manusia Dari Makhluk Lainnya, Fungsi Dan Tanggung Jawab Manusia Dalam Islam. Bertitik tolak dan rumusan singkat itu, menurut ajaran Islam, manusia, dibandingkan dengan makhluk lain, mempunyai beberapa ciri utamanya adalah:
1.    Makhluk yang paling unik, djadikan dalam bentuk yang paling baik, ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Firman Allah:


Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (QS. At-Tin:4)
Karena itu pula keunikannya (kelainannya dari makhluk ciptaan Tuhan yang lain) dapat dilihat pada bentuk struktur tubuhnya, gejala-gejala yang ditimbulkan jiwanya, mekanisme yang terjadi pada setiap organ tubuhnya, proses pertumbuhannya melalui tahap-tahap tertentu.
Hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan hidupnya, ketergantungannya pada sesuatu, menunjukkan adanya kekuasaan yang berada diluar manusia itu sendiri. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah karena itu seyogyanya menyadari kelemahannya. Kelemahan manusia berupa sifat yang melekat pada dirinya disebutkan Allah dalam Al-Qur’an, diantaranya adalah:
a.    Melampaui batas (QS. Yunus:12)
b.    Zalim (bengis, kejam, tidak menaruh belas kasihan, tidak adil, aniaya) dan mengingkari karunia (pemberian) Allah (QS. Ibrahim: 34)
c.    Tergesa-gesa (QS. Al-Isra’:11)
d.   Suka membantah (QS. Al-Kahfi:54)
e.    Berkeluh kesah dan kikir (QS. Al-Ma’arij:19-21)
f.     Ingkar dan tidak berterima kasih (QS. Al-‘Adiyat: 6)
Namun untuk kepentingan dirinya manusia ia harus senantiasa berhubungan dengan penciptanya, dengan sesama manusia, dengan dirinya sendiri, dan dengan alam sekitarnya.
2.      Manusia memiliki potensi (daya atau kemampuan yang mungkin dikembangkan) beriman kepada Allah. Sebab sebelum ruh (ciptaan) Allah dipertemukan dengan jasad di rahim ibunya, ruh yang berada di alam ghaib itu ditanyain Allah, sebagaimana tertera dalam Al-Qur’an:



Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “sesungguhnya Kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan). (QS. Al-A’raf:172)
3.      Manusia diciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya dalam Al-Qur’an surat Az-Zariyat:

Artinya: “tidaklah Aku jadikan jin dan manusia, kecuali untuk mengabdi kepada-Ku.” (QS. Az-Zariyat:56).
Mengabdi kepada Allah dapat dilakukan manusia melalui dua jalur, jalur khusus dan jalur umum. Pengabdian melalui jalur khusus dilaksanakan dengan melakukan ibadah khusus yaitu segala upacara pengabdian langsung kepada Allah yang syarat-syaratnya, cara-caranya (mungkin waktu dan tempatnya) telah ditentukan oleh Allah sendiri sedang rinciannya dijelaskan oleh Rasul-Nya, seperti ibadah shalat, zakat, saum dan haji. Pengabdian melalui jalur umum dapat diwujudkan dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik yang disebut amal sholeh yaitu segala perbuatan positif yang bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat, dilandasi dengan niat ikhlas dan bertujuan untuk mencari keridaan Allah.
4.      Manusia diciptakan Tuhan untuk menjadi khalifah-Nya di bumi. Hal itu dinyatakan Allah dalam firman-Nya. Di dalam surat al-Baqarah: 30 dinyatakan bahwa Allah menciptakan manusia untuk menjadi khalifah-Nya di bumi. Perkataan “menjadi khalifah” dalam ayat tersebut mengandung makna bahwa Allah menjadikan manusia wakil atau pemegang kekuasaan-Nya mengurus dunia dengan jalan melaksanakan segala yang diridhai-Nya di muka bumi ini (H.M. Rasjidi, 1972:71)
Manusia yang mempunyai kedudukan sebagai khalifah (pemegang kekuasaan Allah) di bumi itu bertugas memakmurkan bumi dan segala isinya. Memakmurkan bumi artinya mensejahterakan kehidupan di dunia ini. Untuk itu manusia wajib bekerja, beramal saleh (berbuat baik yang bermanfaat bagi diri, masyarakat dan lingkungan hidupnya) serta menjaga keseimbangan dan bumi yang di diaminya, sesuai dengan tuntunan yang diberikan Allah melalui agama.
5.      Disamping akal, manusia dilengkapi Allah dengan perasaan dan kemauan atau kehendak. Dengan akal dan kehendaknya manusia akan tunduk dan patuh kepada Allah, menjadi muslim. Tetapi dengan akal dan kehendaknya juga manusia dapat tidak dipercaya, tidak tunduk dan tidak patuh kepada kehendak Allah, bahkan mengingkari-Nya, menjadi kafir. Karena itu di dalam Al-Qur’an ditegaskan oleh Allah:

Artinya: “Dan katakan bahwa kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu. Barangsiapa yang mau beriman hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang tidak ingin beriman, biarlah ia kafir.”Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang yang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. (QS. Al-kahfi: 29)
Dalam surat Al-Insan juga dijelaskan:

Artinya: “Sesungguhnya kami telah menunjukinya jalan yang lurus (kepada manusia), ada manusia yang syukur, ada pula manusia yang kafir.” (QS. Al-Insan: 3)
6.      Secara individual manusia bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Hal ini dinyatakan oleh Allah dalam Al-Qur’an :
Artinya: dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kaim hubunkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangiu sedikitun dari pahala amal mereka. “Setiap orang terikat (bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya.” (QS. At-Thur: 21)
7.      Berakhlaq adalah ciri utama manusia dibanding mahkluk lain. Artinya manusia adalah makhluk yang diberikan Allah kemampuan untuk membedakan yang baik dengan yang buruk. Dalam islam kedudukan akhlaq sangat penting, ia menjadi komponen ketiga dalam Islam. Kedudukan ini dapat dilihat dalam sunah yang menyatakan bahwa beliau diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlaq manusia yang mulia.
Dari ungkapan Al-Qur’an itu jelaslah bahwa manusia berasal dari zat yang sama yaitu tanah. Pada kesempatan lain Al-Qur’an mengatakan bahwa manusia diciptakan dari air(mani) yang terpencar dari tulang sulbi(pinggang) dan tulang dada (QS. At-Thariq: 6-7), begitu juga segala sesuatu (alam). Dan dalam masa 40 hari mani yang telah terpadu, berangsur menjadi darah segumpal. Untuk melihat contoh peralihan berangsur kejadian itu, dapatlah kita memecahkan telur ayam yang sedang dierami induknya. Tempatnya aman dan terjamin, panas seimbang dengan dingin, didalam rahim bunda kandung, itulah “qararin makin”, tempat yang terjamin terpelihara.
Lepas 40 hari dalam bentuk segumpal air mani berpadu itu diapun bertukar rupa menjadi segumpal darah. Ketika ibu telah hamil setengah bulan. Penggeligaan itu sangat berpengaruh atas badan si ibu, pendingin, pemarah, berubah-ubah perangai, kadang-kadang tak enak makan. Dan setelah 40 hari berubah darah, dia berangsur membeku terus hingga jadi segumpal daging, membeku terus hingga berubah sifatnya menjadi tulang. Dikelilingi tulang itu masih ada persediaan air yang kelaknya menjadi daging untuk menyelimuti tulang-tulang itu.
Mulanya hanya sekumpul tulang, tetapi kian hari telah ada bentuk kepala, kaki dan tangan dan seluruh tulang-tulang dalam badan. Kian lama kian diselimuti oleh daging. Pada saat itu dianugerahkan kepadanya “ruh”, maka bernafaslah dia.
Dengan dihembuskan nafas pada sekumpulan tulang dan daging itu, berubahlah sifatnya. Itulah calon yang akan menjadi manusia. (Dudung Abdullah; 1994: 3)
Tentang ruh (ciptaan-Nya) yang ditiupkan kedalam rahim wanita yang mengandung embrio yang terbentuk dari saripati (zat) tanah itu, hanya sedikit pengetahuan manusia, sedikitnya juga keterangan kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering yang berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka, apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kedalam ruh (ciptaan)Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan sujud(Al-Hijr(15): 28-29). Yang dimaksud “dengan bersujud” dalam ayat ini bukanlah menyembah, tapi memberi penghormatan.
Al-Qur’an tidak memberi penjelasan tentang sifat ruh. Tidak pula ada larangan didalam Al-Qur’an untuk menyelidiki ruh yang ghaib itu, sebab penyelidikan tentang ruh, mungkin berguna, mungkin pula tidak berguna. Dalam hubungan dengan masalah ruh ini, Tuhan berfirman dalam surat Al-Isra’: 85
Artinya : “Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang ruh. Katakanlah (kepada mereka) bahwa ruh itu adalah urusan Tuhanku dan kamu tidak diberi pengetahuan kecuali hanya sedikit” (Mahmud Syalhut, 1980: 116)
Dari uraian singkat mengenai asal manusia itu dapatlah diketahui bahwa manusia, menurut agama Islam, terdiri dari 2 unsur yaitu unsur materi dan unsur immateri. Unsur materi adalah tubuh yang berasal dari air tanah. Unsur immateri adalah ruh yang berasal dari alam ghaib. Proses kejadian manusia itu secara jelas disebutkan dalam Al-Qur’an (dan Al-Hadits) yang telah dibuktikan kebenarannya secara ilmiah oleh Maurice Bucaile dalam bukunya Bibel, Qur’an dan Sains Modern terjemahan H.M. Rasjidi (1978)
Al-Qur’an yang mengungkapkan proses kejadian manusia itu antara lain terdapat didalam surat Al-Mu’minun ayat 12-14(sebagaimana dikutip pada halaman 25), secara ringkas adalah :
1.             Diciptakan dari saripati tanah (sulalatin min thin), lalu menjadi
2.             Air mani (nutfhah disimpan dalam rahim), kemudian menjadi
3.             Segumpal darah (alaqah), diproses
4.             Kami jadikan menjadi segumpal daging (mudhghah)
5.             Tulang belulang (‘idhaman)
6.             Dibungkus dengan daging (rahman).
7.             Makhluk yang (berbentuk) lain (janin?). (Q.S. Al-Mukminun; 12-14)
8.             Ditiup roh (dari Allah) pada hari yang ke 120 usia kandungan
9.             Lalu lahir sebagai bayi (Q.S. Al-Hajj; 5)
10.         Dia jadikan pendengaran, penglihatan dan hati (Q.S. An-Nahl; 78)
11.         Tumbuh anak-anak, lalu dewasa, tua (pikun) (Q.S. Al-Hajj; 5)
12.         Kemudian mati (Q.S. Almukminun; 15)
13.         Dibangkit (dari kubur) di hari kiamat (Q.S. Al-Mukminun; 16)
Melalui sunahnya, Nabi Muhammad menjelaskan pula proses kejadian manusia, antara lain dalam hadits berbunyi sebagai berikut:
Artinya : “Sesungguhnya, setiap manusia dikumpulkan kejadiannya dalam perut ibunya selama empat puluh hari sebagai muthfah (air mani), empat puluh hari sebagai ‘alaqah (segumpal darah) selama itu pula sebagai mudhgah (segumpal daging). Kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh (ciptaan) Allah ke dalam tubuh (janin) manusia yang berada dalam rahim itu (H.R. Bukhari dan Muslim).
Dari ungkapan Al-Qur’an dan Al-Hadits yang dikutip diatas, kita dapat mengetahui bahwa ketika masih berbentuk janin sampai berumur 4 bulan, embrio manusia belum mempunyai ruh. Ruh itu ditiupkan kedalam janin setelah janin itu berumur 4 bulan (3 x 40 hari). Namun, dari teks atau nash itu dapat dipahami kalau orang mengatakan bahwa kehidupan itu sudah ada sejak manusia berada dalam bentuk nuthfah (H.M. Rasjidi, 1984: 5)
Dari proses kejadian dan asal manusia menurut Al-Qur’an itu, Ali Syari’ati, sejarawan dan ahli sosiologi Islam, yang dikutip oleh Mohammad Daud Ali, mengemukakan pendapatnya berupa interpretasi tentang hakikat penciptaan manusia. Menurut beliau ada simbolisme dalam penciptaan manusia dari tanah dan dari ruh (ciptaan) Allah. Makna simbiolisnya adalah, manusia mempunyai 2 dimensi (bidimensional) : dimensi ketuhanan, dan dimensi kerendahan atau kehinaan. Makhluk lain hanya mempunyai satu dimensi saja (uni-dimensional).
Dalam pengertian simbiolis, lumpur (tanah) hitam, menunjuk pada keburukan, kehinaan yang tercemin pada dimensi kerendahan. Disamping itu, dimensi lain yang dimiliki manusia adalah dimensi keilahian yang tercemin dari perkataan ruh (ciptaan)-Nya itu. Dimensi ini menunjuk pada kecenderungan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah, mencapai asaluruh (ciptaan) Allah dan atau Allah sendiri.
Karena hakekat penciptaan inilah maka manusia pada suatu saat dapat mencapai derajat yang tinggi, tetapi pada saat yang lain dapat meluncur ke lembah yang dalam, hina dan rendah. Fungsi kebebasan manusia untuk memilih, terbuka baik kejalan Tuhan maupun sebaliknya, kejurang hinaan. Kehormatan dan arti penting manusia, dalam hubungan ini, terletak dalam kehendak bebas (free will)nya untuk menentukan arah hidupnya.
Hanya manusialah yang dapat menentukan tuntutan dan sifat nalurinya, mengendalikan keinginan dan kebutuhan fisiologisnya untuk berbuat baik atau jahat, patuh atau tidak patuh kepada hukum hukum Tuhan.

D.    Kehidupan dunia akhirat
Dari uraian tersebut diatas dapatlah disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang terdiri dari jiwa dan raga, berwujud fisik dan ruh (ciptaan) Allah. Sebagai makhluk illahi hidup dan kehidupannya berjalan melalui 5 tahap, masing-masing tahap tersebut “alam” yaitu :
1.      Di alam ghaib (alam ruh atau arwah)
2.      Di alam rahim
3.      Di alam dunia (yang fana ini)
4.      Di dalam barzakh dan
5.      Di alam akhirat (yang kekal = abadi) yakni alam tahapan terakhir hidup dan kehidupan (ruh) manusia.
Dari kelima tahapan kehidupan manusia itu, tahap kehidupan ketiga yakni tahap kehidupan di dunia merupakan tahap kehidupan yang menentukan (melalui iman, taqwa, amal dan sikap) nasib manusia dalam tahap-tahap kehidupan selanjutnya (4 dan 5) dan keempatnya diakhirat nanti.
Tidak sedikit ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang manusia, bahkan manusia adalah makhluk pertama yang disebut dua kali dalam rangkaian wahyu pertama (Q.S. Al-Alaq: 1-5). Di satu sisi manusia sering mendapat pujian Tuhan. Dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain, ia mempunyai kapasitas yang paling tinggi (Q.S. Hud: 3), mempunyai kecenderungan untuk dekat kepada Tuhan melalui kesadarannya tentang kehadiran Tuhan yang terdapat jauh di alam sadarnya (Q.S. Ar-Rum: 43). Manusia diberi kebebasan dan kemerdekaan serta kepercayaan penuh untuk memilih jalannya masing-masing (Q.S. Al-Ahzab: 72; Al-Ihsan : 2-3).
Ia diberi kesadaran moral untuk memilih mana yang baik mana yang buruk, sesuai dengan hati nuraninya atas bimbingan wahyu (Q.S. Asy-Syams(91):7-8). Manusia dimuliakan Tuhan dan diberi kesempurnaan dibandingkan dengan makhluk lain (Q.S. Al-Isra:70), diciptakan Tuhan dalam bentuk yang sebaik-baiknya (Q.S. At-Tiin(95):4).
Namun disisi lain, manusia ini juga mendapat celaan Tuhan, amat aniaya dan mengikari nikmat (Q.S. Ibrahim: 34), sangat banyak membantah (Q.S. Al-Hajj: 67) dan kelemahan lain yang telah disebut didepan. Dengan mengemukakan sisi pujian dan celaan tidak berarti bahwa ayat-ayat Al-Qur’an bertentangan satu sama lain, tetapi hal itu menunjukkan potensi manusiawi untuk menempati tempat terpuji, atau meluncur ke tempat tercela.
Al-Qur’an seperti telah disebut di muka, menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari tanah, kemudian setelah sempurna kejadiannya, Tuhan menghembuskan kepadanya ruh ciptaan-Nya (Q.S. Sad: 71-72). Dengan “tanah” manusia dipengaruhi oleh kekuatan alam seperti makhluk-makhluk lain sehingga butuh makanan, minuman, hubungan kelamin, dan sebagainya.
Dengan ruh (ciptaan) Tuhan, ia diantar kearah tujuan non materi yang tidak terbobot, tidak bersubstansi dan tidak dapat diukur di laboratorium, tidak dikenal oleh alam materi. Sebenarnya masih banyak lagi kajian tentang manusia,uraian diatas hanya sebagian kecil tentang manusia yaitu ditinjau dari kacamata Islam,pantaslah istilah diatas mengatakan “Kenalilah dirimu maka engkau akan kenal siapa Tuhanmu.”
Referensi :
1.      PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ( Buku Teks Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam Pada Universitas Gunadarma ),Penerbit : Universitas Gunadarma,2003.
2.      Sumber-sumber lain yang terkait.
”Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS Yunus [10]: 7-8).
Ayat di atas merupakan peringatan dari Allah S.w.t., bahwa rasa puas dan tenteram atas hasil yang diperoleh dalam kehidupan dunia yang hedonistik akan berujung pada kehidupan akhirat yang bertolak belakang. Yakni, memperoleh tempat di neraka, sebagai seburuk-buruk tempat kembali, na’udzubillah min dzalik.
Harus disadari, kenikmatan hidup di dunia bersifat sementara, bagaikan seorang musafir yang berkendara, kemudian singgah untuk berteduh di bawah pohon, kemudian bangkit dan meninggalkannya. Sebagaimana Rasulullah s.a.w. bersabda :“ Tidaklah keberadaanku di dunia ini bagaikan seorang (musafir) yang berkendara, kemudian singgah untuk berteduh di bawah pohon, kemudian bangkit dan meninggalkannya “(H.R at-Tirmidzi dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin).
Bagi yang memperoleh hidayah dari Allah S.w.t., akan menempuh jalan yang diridhai-Nya. Mereka menyadari kenikmatan dunia adalah sasaran  untuk mencapai tujuan utama kehidupan, yaitu kehidupan akhirat yang lebih baik dan kekal. Sebaliknya, bagi yang lalai, kenikmatan dunia menjadi tujuan hidup. Kesenangan tersebut telah memperdayakan mereka. Mereka lalai terhadap kehidupan hakiki yang seharusnya menjadi tujuan utama, yakni kehidupan akhirat. ”Tetapi, kamu memilih kehidupan duniawi. Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS Al A’laa [87]: 16-17).
Allah SWT memberikan perbandingan yang jelas antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Kehidupan dunia merupakan sendau gurau dan main-main, sedangkan kehidupan akhirat merupakan kehidupan yang hakiki. ”Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (QS Al Ankabut [29]: 64).
Untuk menghadapi kehidupan dunia yang merupakan sendau gurau dan main-main, diperlukan tuntunan agama yang merupakan petunjuk dari-Nya. Tuntunan agama berupa Alquran dan hadis Rasulullah SAW harus dijalankan dengan penuh ketaatan dan kesungguhan. ”Dan tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia.” (QS Al An’aam [6]: 70).
Oleh karena itu  harus diingat bahwa kehidupan dunia adalah kehidupan sementara untuk mencari bekal menuju kehidupan akhirat yang lebih baik dan kekal. Tinggal kita mau pilih yang mana, dunia yang sementara atau akhirat yang kekal. Wallahu A`lam.




BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
            Dari makalah yang telah disusun, dapat diambil beberapa kesimpulan:
1.      Mengenal Allah ada empat cara yaitu mengenal wujud Allah, mengenal Rububiyah Allah, mengenal Uluhiyah Allah, dan mengenal Nama-nama dan Sifat-sifat Allah.
2.      Sifat-sifat rasulullah terdapat 3, yaitu sifat wajib bagi Rasul, Sifat Mustahil bagi rasul, dan sifat jaiz Rasul.
3.      Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna diantara mahluk ciptaan Tuhan yang lainnya. Manusia diberi akal agar bisa menjadi mahluk sempurna dihadapan Allah dan tugasnya sebagai khalifah di bumi ini.
4.      Sebagai makhluk illahi, hidup dan kehidupannya manusia berjalan melalui 5 tahap, masing-masing tahap tersebut “alam” yaitu alam ghaib (alam ruh atau arwah), alam rahim, alam dunia (yang fana ini), alam barzakh dan, alam akhirat (yang kekal = abadi) yakni alam tahapan terakhir hidup dan kehidupan (ruh) manusia.
                                                        
3.2  Saran  
1.      Sebagai manusia yang menganut agama islam sebaiknya kita mengetahui tentang prinsip-prinsip kepercayaan dalam islam, kemudian mengamalkan dan mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari.
2.      Dengan kita mempelajari ilmu tauhid, maka kita akan semakin mengenal Allah. Sehingga amal ibadah kita akan semakin meningkat.
3.      Agama islam bukan hanya diyakini didalam hati, tapi perlu adanya bukti ucapan dan direalisasikan terhadap perbuatan kita sehari-hari, untuk itu dengan semakin memperdalam ilmu tentang ketauhidan, sifat-sifat Rasul, manusia dalam islam, dan kehidupan di dunia dan akhirat maka akan semakin menambah rasa keimanan dan ketakwaan kita.


0 komentar:

Posting Komentar