BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Manusia
sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna terkadang sering terlupa
akan tuhan mereka sendiri yang menciptakan mereka. Banyak orang islam yang
mengaku bertuhan satu yaitu Allah SWT, tetapi tidak mengetahui dan bahkan
sering lupa akan tuhannya, padahal Allah SWT tidak pernah lupa dengan para
makhluknya dan selalu memberikan kasih sayang, rezeki, dan karunia yang tidak
ada habis-habisnya kepada mereka.
Kita
sebagai kaum muslim percaya akan keesaan dan keagungan Allah SWT, sehingga hal
itu menimbulkan sesuatu bagi umat muslim yang sering disebut iman. Tapi apakah
kita mengerti hakekat dan arti sebenarnya dari keimanan? Dan bagaimana
keterkaitan antara iman dan tauhid? Sangat disayangkan bahwa banyak orang-orang
muslim terutama kaum muda yang tidak mengerti. Ketidakmengertian akan iman dan
tauhid sangat terasa akibatnya bagi umat muslim diantaranya berpengaruh dalam
ibadah mereka kepada Allah SWT.
Tauhid
dan keimanan, dua hal tersebut sangat berpengaruh dalam kehidupan kaum
muslimin. Salah satu pengaruh positif dari keimanan adalah dapat memunculkan
sifat-sifat baik yang pada jaman sekarang jarang sekali ada yaitu sifat shiddiq
(benar), amanah (dapat dipercaya), dan fatonah (cerdik pandai). Sifat-sifat tersebut
adalah sifat-sifat baik yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu,
sangat baiklah jika pada jaman sekarang terdapat seorang muslim yang memiliki
sifat tersebut dan pastinya bisa menjadi pemimpin yang baik.
Demikianlah,
kami berupaya menjelaskan tentang apa dan bagaimana tauhid itu dalam makalah ini dan
bagaimana dan apa sifat-sifat shiddiq, amanah, dan fatonah kepada semua umat
muslim, bagaimana manusia islam, dan bagaimana
kehidupan dunia dan akhirta, dengan harapan makalah ini dapat bermanfaat bagi kaum muslim
yang ingin mengerti dan paham tentang tauhid, dan sifat-sifat nabi itu sehingga
akan dapat menambah ketaatan umat muslim untuk beribadah kepada Allah SWT.
1.2 RUMUSAN
MASALAH
1. Mengapa
kita harus mengenal Allah?
2. Apa
saja sifat-sifat Rasul?
3. Apa
saja ciri-ciri manusia dalam islam?
4. Bagaimana
kehidupan dunia dan akhirat?
1.3 TUJUAN
a. Untuk
mengenal Allah lebih dekat
b. Untuk
memahami sifat-sifat Rasul
c. Untuk
memahami ciri-ciri manusia dalam islam
d. Untuk
mengetahui lebih luas tentang kehidupan di dunia dan di akhirat
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Mengenal Allah
Manusia
adalah makhluk yang diciptakan untuk memiliki pengetahuan. Keinginan untuk tahu
adalah pemberian Tuhan yang sudah ada dalam diri manusia, karena manusia tidak
dapat melepaskan diri dari kebenaran. Entah hubungan itu berupa penolakan akan
kebenaran, ataupun penerimaan kebenaran. Pengetahuan, atau lebih tepat
pengenalan akan kebenaran itulah yang membawa manusia kepada hidup yang
seutuhnya.
Mengenal Allah ada empat cara
yaitu mengenal wujud Allah, mengenal Rububiyah Allah, mengenal Uluhiyah Allah,
dan mengenal Nama-nama dan Sifat-sifat Allah. Keempat cara ini telah disebutkan
Allah di dalam Al-Qur`an dan di dalam As-Sunnah baik secara global maupun
terperinci.
Ibnul Qayyim dalam Al-Fawaid
(hal. 29), mengatakan: “Allah mengajak hamba-Nya untuk mengenal diri-Nya di
dalam Al-Qur`an dengan dua cara yaitu pertama, melihat segala perbuatan Allah
dan yang kedua, melihat dan merenungi serta menggali tanda-tanda kebesaran
Allah seperti dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi dan pergantian siang dan malam terdapat (tanda-tanda
kebesaran Allah) bagi orang-orang yang memiliki akal.” (Ali Imran :190).
Juga dalam firman-Nya yang lain:
“Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi dan pergantian malam dan siang, serta bahtera yang berjalan di
lautan yang bermanfaat bagi manusia, dan apa yang telah Allah turunkan dari
langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati
(kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran
angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat)
tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”
(Al-Baqarah: 164)
1.
Mengenal Wujud Allah
Yaitu beriman bahwa Allah itu ada. Dan adanya
Allah telah diakui oleh fitrah, akal, panca indera manusia, dan ditetapkan pula
oleh syariat.
Ketika seseorang melihat makhluk ciptaan Allah yang berbeda-beda bentuk, warna, jenis dan sebagainya, akal akan menyimpulkan adanya semuanya itu tentu ada yang mengadakannya dan tidak mungkin ada dengan sendirinya. Dan panca indera kita mengakui adanya Allah di mana kita melihat ada orang yang berdoa, menyeru Allah dan meminta sesuatu, lalu Allah mengabulkannya. Adapun tentang pengakuan fitrah telah disebutkan oleh Allah di dalam Al-Qur`an:
Ketika seseorang melihat makhluk ciptaan Allah yang berbeda-beda bentuk, warna, jenis dan sebagainya, akal akan menyimpulkan adanya semuanya itu tentu ada yang mengadakannya dan tidak mungkin ada dengan sendirinya. Dan panca indera kita mengakui adanya Allah di mana kita melihat ada orang yang berdoa, menyeru Allah dan meminta sesuatu, lalu Allah mengabulkannya. Adapun tentang pengakuan fitrah telah disebutkan oleh Allah di dalam Al-Qur`an:
“Dan ingatlah ketika Rabbmu
menurunkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ‘Bukankah Aku ini Rabbmu?’
Mereka menjawab: ‘(Betul Engkau Rabb kami) kami mempersaksikannya (Kami lakukan
yang demikian itu) agar kalian pada hari kiamat tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya
kami bani Adam adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan-Mu) atau
agar kamu tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya orang-orang tua kami telah
mempersekutukan Tuhan sejak dahulu sedangkan kami ini adalah anak-anak
keturunan yang datang setelah mereka.’.” (Al-A’raf: 172-173)
Ayat ini merupakan dalil yang
sangat jelas bahwa fitrah seseorang mengakui adanya Allah dan juga menunjukkan,
bahwa manusia dengan fitrahnya mengenal Rabbnya. Adapun bukti syariat, kita menyakini
bahwa syariat Allah yang dibawa para Rasul yang mengandung maslahat bagi
seluruh makhluk, menunjukkan bahwa syariat itu datang dari sisi Dzat yang Maha
Bijaksana. (Lihat Syarah Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah, Asy-Syaikh Muhammad bin
Shalih Al-‘Utsaimin, hal. 41-45)
2.
Mengenal Rububiyah Allah
Rububiyah Allah adalah
mengesakan Allah dalam tiga perkara yaitu penciptaan, kekuasaan, dan pengaturan-Nya.
(Lihat Syarah Al-’Aqidah Al-Wasithiyyah, Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih
Al-‘Utsaimin, hal. 14)
Maknanya, menyakini bahwa
Allah adalah Dzat yang menciptakan, menghidupkan, mematikan, memberi rizki,
mendatangkan segala manfaat dan menolak segala mudharat. Dzat yang mengawasi,
mengatur, penguasa, pemilik hukum dan selainnya dari segala sesuatu yang
menunjukkan kekuasaan tunggal bagi Allah .
“Katakanlah!’ Dialah Allah
yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara
dengan-Nya.” (Al-Ikhlash: 1-4).
Maka ketika seseorang
meyakini bahwa selain Allah ada yang memiliki kemampuan untuk melakukan seperti
di atas, berarti orang tersebut telah mendzalimi Allah dan menyekutukan-Nya
dengan selain-Nya. Dalam masalah rububiyah Allah, sebagian orang kafir
jahiliyah tidak mengingkarinya sedikitpun dan mereka meyakini bahwa yang mampu
melakukan demikian hanyalah Allah semata. Mereka tidak menyakini bahwa apa yang
selama ini mereka sembah dan agungkan mampu melakukan hal yang demikian itu.
Lalu apa tujuan mereka menyembah ’tuhan’ yang banyak itu? Apakah mereka tidak
mengetahui jikalau ‘tuhan-tuhan’ mereka itu tidak bisa berbuat apa-apa? Dan apa
yang mereka inginkan dari sesembahan itu?
Allah telah menceritakan di
dalam Al Qur`an bahwa mereka memiliki dua tujuan. Pertama, mendekatkan diri
mereka kepada Allah dengan sedekat-dekatnya. Kedua, agar mereka memberikan syafaat
(pembelaan) di sisi Allah. Allah berfirman:
“Dan mereka menyembah selain
Allah berupa apa-apa yang tidak bisa memberikan mudharat dan manfaat bagi
mereka dan mereka berkata: ‘Mereka (sesembahan itu) adalah yang memberi syafaat
kami di sisi Allah’.” (Yunus: 18). [lihat kitab Kasyfusy Syubuhat karya
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdulwahhab]
Keyakinan sebagian orang kafir terhadap tauhid rububiyah Allah telah dijelaskan Allah dalam beberapa firman-Nya:
Keyakinan sebagian orang kafir terhadap tauhid rububiyah Allah telah dijelaskan Allah dalam beberapa firman-Nya:
“Kalau kamu bertanya kepada
mereka, siapakah yang menciptakan mereka? Mereka akan menjawab Allah. Maka
bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?” (Az-Zukhruf: 87)
“Dan kalau kamu bertanya
kepada mereka siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan yang menundukkan
matahari dan bulan? Mereka akan mengatakan Allah. Maka bagaimanakah mereka
dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?” (Al-’Ankabut: 61)
“Dan kalau kamu bertanya
kepada mereka siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan bumi
setelah matinya? Mereka akan menjawab Allah.” (Al-’Ankabut: 63)
Demikianlah Allah menjelaskan
tentang keyakinan mereka terhadap tauhid rububiyah Allah. Sekedar keyakinan
mereka yang demikian itu tidak menyebabkan mereka masuk ke dalam Islam dan
menyebabkan halalnya darah dan harta mereka sehingga Rasulullah mengumumkan
peperangan melawan mereka.
Makanya, jika kita melihat kenyataan yang terjadi di tengah-tengah kaum muslimin, kita sadari betapa besar kerusakan akidah yang melanda saudara-saudara kita. Banyak yang masih menyakini bahwa selain Allah, ada yang mampu menolak mudharat dan mendatangkan manfaat, meluluskan dalam ujian, memberikan keberhasilan dalam usaha, dan menyembuhkan penyakit. Sehingga mereka harus berbondong-bondong meminta-minta di kuburan orang-orang shalih, kuburan para wali, atau di tempat-tempat keramat.
Makanya, jika kita melihat kenyataan yang terjadi di tengah-tengah kaum muslimin, kita sadari betapa besar kerusakan akidah yang melanda saudara-saudara kita. Banyak yang masih menyakini bahwa selain Allah, ada yang mampu menolak mudharat dan mendatangkan manfaat, meluluskan dalam ujian, memberikan keberhasilan dalam usaha, dan menyembuhkan penyakit. Sehingga mereka harus berbondong-bondong meminta-minta di kuburan orang-orang shalih, kuburan para wali, atau di tempat-tempat keramat.
Mereka harus pula mendatangi
para dukun, tukang ramal, dan tukang tenung atau dengan istilah sekarang
paranormal. Semua perbuatan dan keyakinan ini, merupakan keyakinan yang rusak
dan bentuk kesyirikan kepada Allah.
Ringkasnya, tidak ada yang
bisa memberi rizki, menyembuhkan segala macam penyakit, menolak segala macam
marabahaya, memberikan segala macam manfaat, membahagiakan, menyengsarakan,
menjadikan seseorang miskin dan kaya, yang menghidupkan, yang mematikan, yang
meluluskan seseorang dari segala macam ujian, yang menaikkan dan menurunkan
pangkat dan jabatan seseorang, kecuali Allah. Semuanya ini menuntut kita agar
hanya meminta kepada Allah semata dan tidak kepada selain-Nya.
3.
Mengenal
Uluhiyah Allah
Uluhiyah Allah
adalah mengesakan segala bentuk peribadatan bagi Allah, seperti: Berdo’a,
meminta, tawakal, takut, berharap, menyembelih, bernadzar, cinta, dan selainnya
dari jenis-jenis ibadah yang telah diajarkan Allah dan Rasulullah saw.
Memperuntukkan satu jenis ibadah kepada selain Allah termasuk perbuatan zhalim
yang besar di sisi-Nya yang sering diistilahkan denga syirik kepada Allah.
Allah berfirman di dalam Al-Qur’an.
”Hanya
kepada-Mu ya Allah, kami menyembah dan hanya kepada-Mu ya Allah, kami meminta
pertolongan” (Al-Fatihah: 5).
Rasulullah
saw telah membimbing ibnu Abbas r.a. (dan juga kita tentunya).
”Apabila
kamu minta, maka mintalah kepada Allah dan apabila kamu minta tolong, maka
minta tolonglah kepada Allah” (Riwayat Tirmidzi).
Allah berfirman,
”Dan
sembahlah Allah dan jangan kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun”
(An-Nisa’: 36).
Dengan ayat-ayat dan hadits di atas, Allah dan Rasul-Nya telah jelas
mengingatkan tentang tidak bolehnya seseorang untuk memberikan peribadatan
sedikit pun kepada selain Allah karena semuanya itu hanyalah milik Allah
semata. Rasulullah saw bersabda,
”Allah berfirman kepada ahli neraka yang
paling ringan adzabnya: ’Kalau seandainya kamu memiliki dunia dan apa yang ada
di dalamnya dan sepertinya lagi, apakah kamu akan menebus dirimu?’ Dia
menjawab: ’Ya’. Allah berfirman, ’Sungguh Aku telah menginginkan darimu lebih
ringan dari ini ketika kamu berada di tulang rusuk Adam, tetapi kamu enggan,
kecuali terus mempersekutukan-Ku’” (Riwayat Muslim).
Rasulullah
saw bersabda, ”Allah berfirman dalam hadits qudsi: ”Saya tidak butuh kepada
sekutu-sekutu, maka barangsiapa yang melakukan satu amalan dan dia tidak
menyekutukan Aku dengan selain-Ku maka
Aku akan membiarkannya dan sekutunya.” (Riwayat Muslim)
Contoh
penyimpangan uluhiyyah ini bertebaran dimana-mana. Di antaranya meminta
dibebaskan dari musibah dan kesulitan kepada arwah para wali (ngalap berkah ke
makam-makan wali). Ibnul Qoyyim mengatakan, ”Kesyirikan adalah penghancur
tauhid rububiyah dan pelecehan terhadap tauhid uluhiyyah, dan berburuk sangka
terhadap Allah.”
4.
Mengenal
Nama-nama dan Sifat-sifat Allah
Maksudnya,
kita beriman bahwa Allah memiliki nama-nama yang Dia telah menamakan diri-Nya
dengannya atau Rasul-Nya telah menamakan-Nya, dan bahwa Allah memiliki
sifat-sifat yang tinggi yang Dia telah sifati diri-Nya dengannya atau Rasul-Nya yang telah mensifati-Nya.
Dalam
hal ini, kita harus beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah sesuai
dengan apa yang dimaukan Allah dan Rasul-Nya dan tidak menyelewengkan sedikit
pun.
B.
Sifat
– Sifat Rasul
Seorang
rasul Allah merupakan manusia pilihan yang istimewa dengan fitrah dan
kepribadian serta sifat-sifatnya yang khas. Salah satu sifat rasul adalah
maksum, yaitu terpelihara dari dosa. Sebab ucapan dan tindakan seorang rasul
selalu dibimbing oleh Allah swt.. Rasul juga seorang manusia biasa yang
memiliki kesamaan dengan manusia lain pada umumnya. Secara umum, sifat-sifat
rasul Allah dapat dibagi menjadi tiga, yaitu sifat wajib, mustahil, dan jaiz.
1.
Sifat Wajib
Sifat wajib bagi rasul
adalah sifat yang harus dan wajib dimiliki oleh para rasul. Sifat-sifat wajib ini
adalah:
a.
Siddiq, artinya benar atau jujur. Segala sesuatu yang diterima oleh rasul dari
Allah wajib dikatakan dengan benar dan jujur.
b.
Amanah, artinya dapat dipercaya. Seorang rasul harus dapat dipercaya untuk
menyampaikan seluruh pesan yang diperintahkan oleh Allah swt. sama seperti
aslinya, tanpa ditambah atau dikurangi.
c.
Tablig, artinya menyampaikan. Maksudnya menyampaikan semua wahyu yang diterima
dari Allah walaupun mereka menghadapi halangan dan rintangan yang berat.
d.
Fatanah, artinya cerdik dan bijaksana. Seorang rasul haruslah cerdik, karena
hanya orang cerdik yang dapat memimpin dan membimbing umat.
2. Sifat Mustahil
Sifat
mustahil bagi rasul adalah sifat yang mustahil dimiliki oleh para rasul. Sifat
mustahi adalah kebalikan dari sifat-sifat wajib bagi rasul. Sifat-sifat
mustahil bagi rasul adalah:
a.
Kizib, artinya berbohong atau dusta.
b.
Khianat, artinya tidak dapat dipercaya.
c.
Kitman, artinya menyembunyikan atau tidak menyampaikan.
d.
Baladah, artinya bodoh atau dungu.
Sifat-sifat
di atas mustahil dimiliki oleh para rasul. Jika rasul memiliki sifat-sifat
tersebut, maka dakwah yang disampaikan kepada umatnya tidak akan berhasil,
bahkan akan gagal semua.
3. Sifat Jaiz
Sifat
jaiz bagi rasul adalah sifat-sifat yang diperbolehkan bagi mereka, yaitu
kebolehan berupa sifat-sifat manusiawi yang dimiliki manusia pada umumnya.
Sifat-sifat ini disebut sifat basyariah atau sifat kemanusiaan, seperti rasul
makan, minum, tidur, beristri, sedih, dan gembira.
C. Manusia
dalam pandangan islam
1.
Penyebutan Manusia
Berbagai istilah digunakan untuk
menunjukkan berbagai aspek kehidupan manusia diantaranya :
a. Aspek
Historis penciptaannya,manusia disebut dengan Bani Adam Qs.Al-A’raf 7 : 31.
b. Aspek
Biologis,manusia disebut dengan panggilan Basyar,yaitu mencerminkan sifat-sifat
fisik kimia biologisnya Qs.Al-Mukminuun(23 ) : 33.
c. Dari
aspek Kecerdasannya manusia disebut Insan, yakni makhluk terbaik yang diberi
akal sehingga mampu menyerap ilmu pengetahuan Qs.Ar-Rahmaam ( 55 ) : 3-4.
d. Dari
aspek Sosiologisnya manusia disebut An-Nas, yang menunjukkan sifatnya
berkelompok sesama jenisnya.
e. Aspek
Posisinya, Abdun ( hamba ),yakni sebagai hamba Allah yang harus tunduk dan
patuh kepada Nya.
2. Aspek Historis
Penciptaannya
Al-Quran tidak merinci secara kronologis
penciptaan manusia menyangkut waktu dan tempatnya, namun Al-Quran menjelaskan
titik-titik penting : dari titik manakah kehidupan itu bermula, ayat-ayat
Al-Quran menegaskan bahwa asal-usul manusia ( bersifat ) air, Qs.Al-Anbiya’( 21
) : 30. Asal-usul kehidupan hewan Qs. An-Nur ( 24 ) : 45.
3. Komponen
Biologis
Komponen
–komponen pembentuk manusia :
a. Turaab,yaitu
tanah gemuk, Qs.Kahfi ( 18 ) : 37.
b. Tiin,
yaitu tanah lempung Qs.Sajdah ( 32 ) : 4
c. Tiinul
Lazib, tanah lempung yang pekat Qs. As.Saffat ( 37 ) :8.
d. Salsaalun,
lempung yang dikatakan Kalfakhkhar ( seperti tembikar ).
e. Salsalun
min humain masnuun ( lempumg dari lumpur yang dicetak/diberi bentuk Qs.Al-Hijr
( 15 ) : 26.
f. Sulalatun
min tiin, sari pati lempung, sulalat berarti sesuatu yang dasarikan dari
sesuatu yang lain.
g. Air,
yang dianggap sebagai asal-usul seluruh kehidupan Qs.Al-Furqan (25):45.
4. Reproduksi
Keberadaan
Asal usul manusia dilihat dari sisi
reproduksinya banyak sekali dijelaskan
Al-Qur’an misalnya: Manusia berasal dari Nutfatam (nutfatam min maniyyin yumna) atau setetes sperma yang ditumpahkan.
Al-Qur’an misalnya: Manusia berasal dari Nutfatam (nutfatam min maniyyin yumna) atau setetes sperma yang ditumpahkan.
Nutfah, berarti sejumlah sangat kecil
yang sering diartikan sebagai setetes air (Qs. Abasa 80:19)
5. Ruh
dan Nafs
Firman Allah S.W.T :
“Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku akan
menciptakan manusia dari tanah, maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya
dan Kutiupkan kepadanya roh ciptaanKu maka hendaklah kamu tersungkur dengan
bersujud kepada Ku” (As-shad : 38, 71-72)
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang
ruh. Katakanlah Ruh itu termasuk urusan Tuhanku dan tidaklah kamu diberi
pengetahuan melainkan sedikit” (Al-Isra 17 : 85)
Ruh adalah getaran Ilahiyah yaitu
getaran sinyal ketuhanan sebagaimana rahmat, nikmat dan hikmah yang kesemuanya
sering terasakan sentuhannya, tetapi sukar dipahami hakekatnya. Sentuhan
getaran rohanian itulah yang menyebabkan manusia dapat mencera nilai-nilai
belas kasih, kejujuran, kebenaran, keadilan dsb.
Istilah Nafs banyak tersebar dalam Al-Qur’an. Istilah Nafs memiliki pengertian yang sangat terkait dengan aspek fisik manusia. Gejolah Nafs dapat dirasakan menyebar keseluruh bagian tubuh manusia karena tubuh manusia merupakan kumpulan dari bermilyar-milyar sel hidup yang saling berhubungan.
Istilah Nafs banyak tersebar dalam Al-Qur’an. Istilah Nafs memiliki pengertian yang sangat terkait dengan aspek fisik manusia. Gejolah Nafs dapat dirasakan menyebar keseluruh bagian tubuh manusia karena tubuh manusia merupakan kumpulan dari bermilyar-milyar sel hidup yang saling berhubungan.
Nafs
bekerja sesuai dengan bekerjanya sistem biologis manusia. Hubungan antara nafs
dan fisik manusia demikian erat meski sukar untuk diketahui dengan pasti
bagaimana hubungan itu berjalan. Dua hal yang berbeda, mental dan fisik dapat
menjalin interelasi sebab akibat. Kesedihan dapat menyebabkan mata mengeluarkan
siaran. Kesengsaraan membuat badan kurus. Dikenal pula istilah PSIKOMATIK,
yaitu penyakit2 fisik yan disebabkan oleh masalah kejiwaan
6.
Fitrah Manusia : Hanif
dan Potensi akal, qalbu dan Nafsu.
Kata fitrah merupakan derivasi dari kata
fatara, artinya ciptaan, suci dan seimbang. Louis ma’luf dalam kamus Al Munjud
menyebutkan bahwa fitrah adalah sifat yang ada pada setiap awal penciptaannya,
sifat alami manusia, agama, sunnah.
Menurut Imam Al-Gazali, fitrah adalah
kondisi dimana Allah menciptakan manusia yang menghadapkan dirinya kepada
kebenaran dan kesiapan untuk menggunakan fikiran.
Dengan demikian fitrah dari segi bahasa
dapat diartikan bagai kondisi awal suatu ciptaan atau kondisi awal manusia yang
memiliki potensi untuk mengetahui dan cenderung kepada kebenaran (hanif)
Manusia
menurut pandangan kaum materialis “Manusia hanyalah sekepal tanah dibumi, dari
bumi mereka berasal, dibumi mereka hidup, makan dan minum, berjalan, beraktivitas,
setelah mati kembali menjadi tanah, tidak ada proses lagi, tidak ada
keistimewaan manusia dibanding makhluk lainnya.
SIAPA
MANUSIA ITU?
Manusia adalah ciptaan Allah
yang paling besar, untuk itu terlebih dahulu id harus mengenal Nya. Kalau
manusia itu sudah mengenal jiwanya pasti ia akan mengenal Tuhannya. Pernyataan
ini identik dengan bunyi suatu kalimat :
“Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” ( At-Tiin : 4
)
Manusia ditinjau dari
susunan postulat tubuhnya adalah ciptaan Allah yang paling sempurna ditimbang
makhluk hidup lainnya yang ada dimuka bumi.
Berangkai dari persepsi semacam itu maka eksistensi manusia balik yang bersifat ektern maupun intern selalu memperlihatkan kesempurnaan dari ciptaan yang begitu mendetail lewat gerakan anggota tubuhnya.
Berangkai dari persepsi semacam itu maka eksistensi manusia balik yang bersifat ektern maupun intern selalu memperlihatkan kesempurnaan dari ciptaan yang begitu mendetail lewat gerakan anggota tubuhnya.
Manusia adalah makhluk yang
tercipta berdasarkan ketentuan Allah, bukan secara kebetulan dan serampangan.
Ia tercipta untuk tujuan tertentu bukan untuk kesia-siaan.Walaupun manusia
dinobatkan sebagai khalifah karena dikaruniai pemberian, mempunyai berbagai
pengetahuan dan mampu menganalisa aspek-aspek penting dalam kekhalifahan dan
mengkaji hukum-hukum alam, namun ia masih tergolong sebagai makhluk yang lemah,
seringkali ditaklukan oleh hawa nafsu, dan tidak mengenal jiwanya.
“Sesungguhnya manusia itu diciptakan bersifat
keluh kesah dan kikir. Apabila ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah dan kikir.
Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat
kesenangan, ia amat kikir” (Al-Ma’arij 19-21)
Manusia yang mengagumkan ini
tercipta dan bermula dari tiada, lalu ia menciptakan dari debu, dari sekepul
debu ini muncul keturunan bani Adam, Allah menciptakan manusia secara bertahab,
mengalami beberapa fase perkembangan dan evolusi, dari debu menjadi sperma dan
kemudian menjadi segumpal darah,ini merupakan bukti kebesaran Allah.
Yang dimaksud manusia
disini, ya manusia secara umum. Mereka diciptakan dari segumpal darah dengan jenis
dan ras yang berbeda beda, tapi mereka mempunyai proses penciptaan yang sama,
hal ini menunjukkan bahwa Allah mengistimewakan manusia, agar mereka ingat dan
menyadari bahwa Dia telah memberikan kemuliaan, melindungi peranan dan
menjunjung tinggi kedudukan mereka diantara makhluk-makhluk yang lain.
PROSES PENCIPTAAN ADAM
Allah menciptakan Adam
berdasarkan kehendak dan Kekuasaan Nya. Proklamasi penciptaan manusia dari
tanah kepada para Malaikat adalah merupakan kehormatan pertama yang diberikan
oleh Allah kepada manusia. Proklamasi tentang kelebihan dan karunia besar dari
Allah untuk manusia. Apalagi setelah itu, Dia memproklamirkan bahwa Allah
memerintahkan malaikat untuk bersujud kepada manusia ini. (Dlm QS Al-Hijr :
28-29).
Penobatan manusia sebagai khalifah
di Bumi, adalah suatu kehormatan besar dari Allah sebagai penciptanya, sehingga
Dia memerintahkan para Malaikat untuk bersujud kepada manusia. Yang lebih besar
dari peristiwa inidan merupakan keistimewaan bagi manusia adalah ditiupkan Nya
roh (ciptaan) Allah kedalam dirinya. Ini sebagai sinyalemen bahwa asal usul
manusia itu suci, tercipta dari bahan yang berkualitas tinggi dan memiliki
fitrah yang murni.
Kehormatan inilah yang
merupakan harta yang tak ternilai harganya bagi manusia yang diperoleh secara
langsung dari Allah yang Maha Agung.
Sebagian kerangka dasar Penciptaan Manusia:
Sebagian kerangka dasar Penciptaan Manusia:
1.
Untuk memperlihatkan dan
membuktikan keadilan dan kekuasaan Allah, maka Dia ciptakan bumi sebagai tempat
berpijak dan hidup manusia. Dia (Allah penuhi seluruh bekal kehidupan manusia
sebelum berperan dibumi)
2.
Sebagai perwujudan dari sifat
keadilan dan kebijaksanaan Allah, Dia sempurnakan manusia sebelum turun keatas
bumi. Adam tercipta sebagai bukti kelebihan dan kemutlakan dari kekuasaan Allah
yang dari Nya terpantul kebesaran zat yang Maha Pencipta. Dalam penciptaan Adam
terdapat berbagai macam pelajaran, kaca perbandingan yang mengandung beribu
hikmah dimana kita lihat kelebihan Adam dan anak cucunya dalam berbagai aspek
dan kita saksikan betapa Allah membedakannya dari makhluk yang lain:
a.
Keistimewaan Adam yang diberikan
oleh Allah terlihat pada saat Malaikat diperintahkan untuk bersujud kepadanya.
b.
Kelebihan Adam nampak ketika ia
diciptakan oleh Allah dengan kedua tangan Nya (yakni Kuasa Allah)
c.
Bumi beserta isi alam semesta
tunduk kepada Adam, agar ia boleh mengelola, merekayasa dan mengembangkan
kehidupan manusia.
d.
Adam memiliki potensi intelektual
dan kemampuan berkreasi untuk mendatangkan hasil dari alam semesta ini demi
kebaikan hidup didunia.
Hakekat dan Martabat manusia dalam Islam
Manusia adalah makhluk
ciptaan Allah yang misterius dan sangat menarik. Dikatakan misterius karena
semakin dikaji semakin terungkap betapa banyak hal-hal mengenai manusia yang
belum terungkapkan betapa banyak hal-hal mengenai manusia yang belum
terungkapkan. Dan dikatakan menarik karena manusia sebagai subjek sekaligus
sebagai objek kajian yang tiada henti-hentinya terus dilakukan manusia
khususnya para ilmuwan. Oleh karena itu ia telah menjadi sasaran studi sejak
dahulu, kini dan kemudian hari. Hampir semua lembaga pendidikan tinggi mengkaji
manusia, karya dan dampak karyanya terhadap dirinya sendiri, masyarakat dan
lingkungan hidupnya.
Didalam
Al-Qur’an manusia disebut antara lain dengan
a.
Bani Adam (Q.S. Al-Isra’:70)
b.
Basyar (Q.S. Al-Kahfi: 10)
c.
Al-Insan (Q.S. Al-Insan: 1)
d.
An-Nas (Q.S. an- Anas (114):1)
Berbagai rumusan tentang
manusia telah pula diberikan orang. Salah satu diantaranya, berdasarkan studi
isi Al-Qur’an dan Al-Hadits, berbunyi (setelah disunting) sebagai berikut:
Al-insan (manusia) adalah makhluk ciptaan Allah yang memiliki potensi untuk
beriman (kepada Allah), dengan mempergunakan akalnya mampu memahami dan
mengamalkan wahyu serta mengamati gejala-gejala alam, bertanggung jawab atas
segala perbuatannya dan berakhlak (N.A Rasyid, 1983: 19).
Kelebihan Manusia Dari
Makhluk Lainnya, Fungsi Dan Tanggung Jawab Manusia Dalam Islam. Bertitik
tolak dan rumusan singkat itu, menurut ajaran Islam, manusia, dibandingkan
dengan makhluk lain, mempunyai beberapa ciri utamanya adalah:
1.
Makhluk yang paling unik, djadikan dalam bentuk yang
paling baik, ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Firman Allah:
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menjadikan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya” (QS. At-Tin:4)
Karena itu pula keunikannya (kelainannya dari makhluk
ciptaan Tuhan yang lain) dapat dilihat pada bentuk struktur tubuhnya,
gejala-gejala yang ditimbulkan jiwanya, mekanisme yang terjadi pada setiap
organ tubuhnya, proses pertumbuhannya melalui tahap-tahap tertentu.
Hubungan timbal balik antara
manusia dengan lingkungan hidupnya, ketergantungannya pada sesuatu, menunjukkan
adanya kekuasaan yang berada diluar manusia itu sendiri. Manusia sebagai
makhluk ciptaan Allah karena itu seyogyanya menyadari kelemahannya. Kelemahan
manusia berupa sifat yang melekat pada dirinya disebutkan Allah dalam
Al-Qur’an, diantaranya adalah:
a.
Melampaui batas (QS. Yunus:12)
b.
Zalim (bengis, kejam, tidak
menaruh belas kasihan, tidak adil, aniaya) dan mengingkari karunia (pemberian)
Allah (QS. Ibrahim: 34)
c.
Tergesa-gesa (QS. Al-Isra’:11)
d.
Suka membantah (QS. Al-Kahfi:54)
e.
Berkeluh kesah dan kikir (QS.
Al-Ma’arij:19-21)
f.
Ingkar dan tidak berterima kasih
(QS. Al-‘Adiyat: 6)
Namun untuk kepentingan
dirinya manusia ia harus senantiasa berhubungan dengan penciptanya, dengan
sesama manusia, dengan dirinya sendiri, dan dengan alam sekitarnya.
2.
Manusia memiliki potensi (daya atau kemampuan yang
mungkin dikembangkan) beriman kepada Allah. Sebab sebelum ruh (ciptaan) Allah
dipertemukan dengan jasad di rahim ibunya, ruh yang berada di alam ghaib itu
ditanyain Allah, sebagaimana tertera dalam Al-Qur’an:
Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”
Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (kami lakukan
yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “sesungguhnya
Kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).
(QS. Al-A’raf:172)
3.
Manusia diciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya
dalam Al-Qur’an surat Az-Zariyat:
Artinya: “tidaklah Aku jadikan jin dan manusia, kecuali untuk mengabdi kepada-Ku.” (QS. Az-Zariyat:56).
Mengabdi kepada Allah dapat dilakukan manusia melalui dua
jalur, jalur khusus dan jalur umum. Pengabdian melalui jalur khusus
dilaksanakan dengan melakukan ibadah khusus yaitu segala upacara pengabdian
langsung kepada Allah yang syarat-syaratnya, cara-caranya (mungkin waktu dan
tempatnya) telah ditentukan oleh Allah sendiri sedang rinciannya dijelaskan
oleh Rasul-Nya, seperti ibadah shalat, zakat, saum dan haji. Pengabdian melalui
jalur umum dapat diwujudkan dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik yang
disebut amal sholeh yaitu segala perbuatan positif yang bermanfaat bagi diri
sendiri dan masyarakat, dilandasi dengan niat ikhlas dan bertujuan untuk
mencari keridaan Allah.
4.
Manusia diciptakan Tuhan untuk
menjadi khalifah-Nya di bumi. Hal itu dinyatakan Allah dalam firman-Nya. Di
dalam surat al-Baqarah: 30 dinyatakan bahwa Allah menciptakan manusia untuk
menjadi khalifah-Nya di bumi. Perkataan “menjadi khalifah” dalam ayat tersebut
mengandung makna bahwa Allah menjadikan manusia wakil atau pemegang
kekuasaan-Nya mengurus dunia dengan jalan melaksanakan segala yang diridhai-Nya
di muka bumi ini (H.M. Rasjidi, 1972:71)
Manusia yang mempunyai kedudukan sebagai khalifah (pemegang
kekuasaan Allah) di bumi itu bertugas memakmurkan bumi dan segala isinya.
Memakmurkan bumi artinya mensejahterakan kehidupan di dunia ini. Untuk itu
manusia wajib bekerja, beramal saleh (berbuat baik yang bermanfaat bagi diri,
masyarakat dan lingkungan hidupnya) serta menjaga keseimbangan dan bumi yang di
diaminya, sesuai dengan tuntunan yang diberikan Allah melalui agama.
5.
Disamping akal, manusia dilengkapi
Allah dengan perasaan dan kemauan atau kehendak. Dengan akal dan kehendaknya
manusia akan tunduk dan patuh kepada Allah, menjadi muslim. Tetapi dengan akal
dan kehendaknya juga manusia dapat tidak dipercaya, tidak tunduk dan tidak
patuh kepada kehendak Allah, bahkan mengingkari-Nya, menjadi kafir. Karena itu
di dalam Al-Qur’an ditegaskan oleh Allah:
Artinya: “Dan katakan bahwa kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu. Barangsiapa yang mau beriman hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang tidak ingin beriman, biarlah ia kafir.”Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang yang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. (QS. Al-kahfi: 29)
Artinya: “Sesungguhnya kami telah menunjukinya jalan yang
lurus (kepada manusia), ada manusia yang syukur, ada pula manusia yang kafir.”
(QS. Al-Insan: 3)
6.
Secara individual manusia
bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Hal ini dinyatakan oleh Allah dalam
Al-Qur’an :
Artinya: dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu
mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kaim hubunkan anak cucu mereka dengan
mereka, dan kami tiada mengurangiu sedikitun dari pahala amal mereka. “Setiap
orang terikat (bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya.” (QS. At-Thur: 21)
7.
Berakhlaq adalah ciri utama
manusia dibanding mahkluk lain. Artinya manusia adalah makhluk yang diberikan
Allah kemampuan untuk membedakan yang baik dengan yang buruk. Dalam islam
kedudukan akhlaq sangat penting, ia menjadi komponen ketiga dalam Islam.
Kedudukan ini dapat dilihat dalam sunah yang menyatakan bahwa beliau diutus
hanyalah untuk menyempurnakan akhlaq manusia yang mulia.
Dari ungkapan Al-Qur’an itu
jelaslah bahwa manusia berasal dari zat yang sama yaitu tanah. Pada kesempatan
lain Al-Qur’an mengatakan bahwa manusia diciptakan dari air(mani) yang
terpencar dari tulang sulbi(pinggang) dan tulang dada (QS. At-Thariq: 6-7), begitu
juga segala sesuatu (alam). Dan dalam masa 40 hari mani yang telah terpadu,
berangsur menjadi darah segumpal. Untuk melihat contoh peralihan berangsur
kejadian itu, dapatlah kita memecahkan telur ayam yang sedang dierami induknya.
Tempatnya aman dan terjamin, panas seimbang dengan dingin, didalam rahim bunda
kandung, itulah “qararin makin”, tempat yang terjamin terpelihara.
Lepas 40 hari dalam bentuk
segumpal air mani berpadu itu diapun bertukar rupa menjadi segumpal darah.
Ketika ibu telah hamil setengah bulan. Penggeligaan itu sangat berpengaruh atas
badan si ibu, pendingin, pemarah, berubah-ubah perangai, kadang-kadang tak enak
makan. Dan setelah 40 hari berubah darah, dia berangsur membeku terus hingga
jadi segumpal daging, membeku terus hingga berubah sifatnya menjadi tulang.
Dikelilingi tulang itu masih ada persediaan air yang kelaknya menjadi daging
untuk menyelimuti tulang-tulang itu.
Mulanya hanya sekumpul
tulang, tetapi kian hari telah ada bentuk kepala, kaki dan tangan dan seluruh
tulang-tulang dalam badan. Kian lama kian diselimuti oleh daging. Pada saat itu
dianugerahkan kepadanya “ruh”, maka bernafaslah dia.
Dengan dihembuskan nafas
pada sekumpulan tulang dan daging itu, berubahlah sifatnya. Itulah calon yang
akan menjadi manusia. (Dudung Abdullah; 1994: 3)
Tentang ruh (ciptaan-Nya)
yang ditiupkan kedalam rahim wanita yang mengandung embrio yang terbentuk dari
saripati (zat) tanah itu, hanya sedikit pengetahuan manusia, sedikitnya juga
keterangan kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang
manusia dari tanah liat kering yang berasal dari lumpur hitam yang diberi
bentuk. Maka, apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan
kedalam ruh (ciptaan)Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan
sujud(Al-Hijr(15): 28-29). Yang dimaksud “dengan bersujud” dalam ayat ini
bukanlah menyembah, tapi memberi penghormatan.
Al-Qur’an tidak memberi
penjelasan tentang sifat ruh. Tidak pula ada larangan didalam Al-Qur’an untuk
menyelidiki ruh yang ghaib itu, sebab penyelidikan tentang ruh, mungkin
berguna, mungkin pula tidak berguna. Dalam hubungan dengan masalah ruh ini,
Tuhan berfirman dalam surat Al-Isra’: 85
Artinya : “Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang ruh. Katakanlah (kepada mereka) bahwa ruh itu adalah urusan Tuhanku dan kamu tidak diberi pengetahuan kecuali hanya sedikit” (Mahmud Syalhut, 1980: 116)
Artinya : “Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang ruh. Katakanlah (kepada mereka) bahwa ruh itu adalah urusan Tuhanku dan kamu tidak diberi pengetahuan kecuali hanya sedikit” (Mahmud Syalhut, 1980: 116)
Dari uraian singkat
mengenai asal manusia itu dapatlah diketahui bahwa manusia, menurut agama
Islam, terdiri dari 2 unsur yaitu unsur materi dan unsur immateri. Unsur materi
adalah tubuh yang berasal dari air tanah. Unsur immateri adalah ruh yang berasal
dari alam ghaib. Proses kejadian manusia itu secara jelas disebutkan dalam
Al-Qur’an (dan Al-Hadits) yang telah dibuktikan kebenarannya secara ilmiah oleh
Maurice Bucaile dalam bukunya Bibel, Qur’an dan Sains Modern terjemahan H.M.
Rasjidi (1978)
Al-Qur’an yang
mengungkapkan proses kejadian manusia itu antara lain terdapat didalam surat
Al-Mu’minun ayat 12-14(sebagaimana dikutip pada halaman 25), secara ringkas
adalah :
1.
Diciptakan dari saripati tanah (sulalatin
min thin), lalu menjadi
2.
Air mani (nutfhah disimpan dalam
rahim), kemudian menjadi
3.
Segumpal darah (alaqah), diproses
4.
Kami jadikan menjadi segumpal
daging (mudhghah)
5.
Tulang belulang (‘idhaman)
6.
Dibungkus dengan daging (rahman).
7.
Makhluk yang (berbentuk) lain
(janin?). (Q.S. Al-Mukminun; 12-14)
8.
Ditiup roh (dari Allah) pada hari
yang ke 120 usia kandungan
9.
Lalu lahir sebagai bayi (Q.S.
Al-Hajj; 5)
10.
Dia jadikan pendengaran, penglihatan
dan hati (Q.S. An-Nahl; 78)
11.
Tumbuh anak-anak, lalu dewasa, tua
(pikun) (Q.S. Al-Hajj; 5)
12.
Kemudian mati (Q.S. Almukminun;
15)
13.
Dibangkit (dari kubur) di hari
kiamat (Q.S. Al-Mukminun; 16)
Melalui sunahnya, Nabi
Muhammad menjelaskan pula proses kejadian manusia, antara lain dalam hadits
berbunyi sebagai berikut:
Artinya : “Sesungguhnya, setiap manusia dikumpulkan kejadiannya dalam perut ibunya selama empat puluh hari sebagai muthfah (air mani), empat puluh hari sebagai ‘alaqah (segumpal darah) selama itu pula sebagai mudhgah (segumpal daging). Kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh (ciptaan) Allah ke dalam tubuh (janin) manusia yang berada dalam rahim itu (H.R. Bukhari dan Muslim).
Artinya : “Sesungguhnya, setiap manusia dikumpulkan kejadiannya dalam perut ibunya selama empat puluh hari sebagai muthfah (air mani), empat puluh hari sebagai ‘alaqah (segumpal darah) selama itu pula sebagai mudhgah (segumpal daging). Kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh (ciptaan) Allah ke dalam tubuh (janin) manusia yang berada dalam rahim itu (H.R. Bukhari dan Muslim).
Dari ungkapan Al-Qur’an dan
Al-Hadits yang dikutip diatas, kita dapat mengetahui bahwa ketika masih
berbentuk janin sampai berumur 4 bulan, embrio manusia belum mempunyai ruh. Ruh
itu ditiupkan kedalam janin setelah janin itu berumur 4 bulan (3 x 40 hari).
Namun, dari teks atau nash itu dapat dipahami kalau orang mengatakan bahwa
kehidupan itu sudah ada sejak manusia berada dalam bentuk nuthfah (H.M.
Rasjidi, 1984: 5)
Dari proses kejadian dan
asal manusia menurut Al-Qur’an itu, Ali Syari’ati, sejarawan dan ahli sosiologi
Islam, yang dikutip oleh Mohammad Daud Ali, mengemukakan pendapatnya berupa
interpretasi tentang hakikat penciptaan manusia. Menurut beliau ada simbolisme
dalam penciptaan manusia dari tanah dan dari ruh (ciptaan) Allah. Makna
simbiolisnya adalah, manusia mempunyai 2 dimensi (bidimensional) : dimensi
ketuhanan, dan dimensi kerendahan atau kehinaan. Makhluk lain hanya mempunyai
satu dimensi saja (uni-dimensional).
Dalam pengertian simbiolis,
lumpur (tanah) hitam, menunjuk pada keburukan, kehinaan yang tercemin pada
dimensi kerendahan. Disamping itu, dimensi lain yang dimiliki manusia adalah
dimensi keilahian yang tercemin dari perkataan ruh (ciptaan)-Nya itu. Dimensi
ini menunjuk pada kecenderungan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah,
mencapai asaluruh (ciptaan) Allah dan atau Allah sendiri.
Karena hakekat penciptaan
inilah maka manusia pada suatu saat dapat mencapai derajat yang tinggi, tetapi
pada saat yang lain dapat meluncur ke lembah yang dalam, hina dan rendah.
Fungsi kebebasan manusia untuk memilih, terbuka baik kejalan Tuhan maupun
sebaliknya, kejurang hinaan. Kehormatan dan arti penting manusia, dalam
hubungan ini, terletak dalam kehendak bebas (free will)nya untuk menentukan
arah hidupnya.
Hanya manusialah yang dapat
menentukan tuntutan dan sifat nalurinya, mengendalikan keinginan dan kebutuhan
fisiologisnya untuk berbuat baik atau jahat, patuh atau tidak patuh kepada
hukum hukum Tuhan.
D. Kehidupan dunia akhirat
Dari uraian tersebut diatas dapatlah disimpulkan bahwa
manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang terdiri dari jiwa dan raga, berwujud
fisik dan ruh (ciptaan) Allah. Sebagai makhluk illahi hidup dan kehidupannya
berjalan melalui 5 tahap, masing-masing tahap tersebut “alam” yaitu :
1.
Di alam ghaib (alam ruh atau
arwah)
2.
Di alam rahim
3.
Di alam dunia (yang fana ini)
4.
Di dalam barzakh dan
5.
Di alam akhirat (yang kekal =
abadi) yakni alam tahapan terakhir hidup dan kehidupan (ruh) manusia.
Dari kelima tahapan kehidupan
manusia itu, tahap kehidupan ketiga yakni tahap kehidupan di dunia merupakan
tahap kehidupan yang menentukan (melalui iman, taqwa, amal dan sikap) nasib
manusia dalam tahap-tahap kehidupan selanjutnya (4 dan 5) dan keempatnya
diakhirat nanti.
Tidak sedikit ayat
Al-Qur’an yang berbicara tentang manusia, bahkan manusia adalah makhluk pertama
yang disebut dua kali dalam rangkaian wahyu pertama (Q.S. Al-Alaq: 1-5). Di
satu sisi manusia sering mendapat pujian Tuhan. Dibandingkan dengan
makhluk-makhluk lain, ia mempunyai kapasitas yang paling tinggi (Q.S. Hud: 3),
mempunyai kecenderungan untuk dekat kepada Tuhan melalui kesadarannya tentang
kehadiran Tuhan yang terdapat jauh di alam sadarnya (Q.S. Ar-Rum: 43). Manusia
diberi kebebasan dan kemerdekaan serta kepercayaan penuh untuk memilih jalannya
masing-masing (Q.S. Al-Ahzab: 72; Al-Ihsan : 2-3).
Ia diberi kesadaran moral
untuk memilih mana yang baik mana yang buruk, sesuai dengan hati nuraninya atas
bimbingan wahyu (Q.S. Asy-Syams(91):7-8). Manusia dimuliakan Tuhan dan diberi
kesempurnaan dibandingkan dengan makhluk lain (Q.S. Al-Isra:70), diciptakan
Tuhan dalam bentuk yang sebaik-baiknya (Q.S. At-Tiin(95):4).
Namun disisi lain, manusia
ini juga mendapat celaan Tuhan, amat aniaya dan mengikari nikmat (Q.S. Ibrahim:
34), sangat banyak membantah (Q.S. Al-Hajj: 67) dan kelemahan lain yang telah
disebut didepan. Dengan mengemukakan sisi pujian dan celaan tidak berarti bahwa
ayat-ayat Al-Qur’an bertentangan satu sama lain, tetapi hal itu menunjukkan
potensi manusiawi untuk menempati tempat terpuji, atau meluncur ke tempat
tercela.
Al-Qur’an seperti telah
disebut di muka, menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari tanah, kemudian
setelah sempurna kejadiannya, Tuhan menghembuskan kepadanya ruh ciptaan-Nya
(Q.S. Sad: 71-72). Dengan “tanah” manusia dipengaruhi oleh kekuatan alam
seperti makhluk-makhluk lain sehingga butuh makanan, minuman, hubungan kelamin,
dan sebagainya.
Dengan ruh (ciptaan) Tuhan,
ia diantar kearah tujuan non materi yang tidak terbobot, tidak bersubstansi dan
tidak dapat diukur di laboratorium, tidak dikenal oleh alam materi. Sebenarnya
masih banyak lagi kajian tentang manusia,uraian diatas hanya sebagian kecil
tentang manusia yaitu ditinjau dari kacamata Islam,pantaslah istilah diatas
mengatakan “Kenalilah dirimu maka engkau akan kenal siapa Tuhanmu.”
Referensi :
Referensi :
1.
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ( Buku Teks
Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam Pada Universitas Gunadarma ),Penerbit :
Universitas Gunadarma,2003.
2.
Sumber-sumber lain yang terkait.
”Sesungguhnya orang-orang
yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa
puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan
orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya ialah neraka,
disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS Yunus [10]: 7-8).
Ayat di atas merupakan
peringatan dari Allah S.w.t., bahwa rasa puas dan tenteram atas hasil yang
diperoleh dalam kehidupan dunia yang hedonistik akan berujung pada kehidupan
akhirat yang bertolak belakang. Yakni, memperoleh tempat di neraka, sebagai
seburuk-buruk tempat kembali, na’udzubillah min dzalik.
Harus disadari, kenikmatan
hidup di dunia bersifat sementara, bagaikan seorang musafir yang berkendara,
kemudian singgah untuk berteduh di bawah pohon, kemudian bangkit dan
meninggalkannya. Sebagaimana Rasulullah s.a.w. bersabda :“ Tidaklah
keberadaanku di dunia ini bagaikan seorang (musafir) yang berkendara, kemudian
singgah untuk berteduh di bawah pohon, kemudian bangkit dan meninggalkannya
“(H.R at-Tirmidzi dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin).
Bagi yang memperoleh
hidayah dari Allah S.w.t., akan menempuh jalan yang diridhai-Nya. Mereka
menyadari kenikmatan dunia adalah sasaran untuk mencapai tujuan utama
kehidupan, yaitu kehidupan akhirat yang lebih baik dan kekal. Sebaliknya, bagi
yang lalai, kenikmatan dunia menjadi tujuan hidup. Kesenangan tersebut telah
memperdayakan mereka. Mereka lalai terhadap kehidupan hakiki yang seharusnya
menjadi tujuan utama, yakni kehidupan akhirat. ”Tetapi, kamu memilih
kehidupan duniawi. Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih
kekal.” (QS Al A’laa [87]: 16-17).
Allah SWT memberikan
perbandingan yang jelas antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Kehidupan
dunia merupakan sendau gurau dan main-main, sedangkan kehidupan akhirat
merupakan kehidupan yang hakiki. ”Dan tiadalah kehidupan dunia ini
melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang
sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (QS Al Ankabut [29]: 64).
Untuk menghadapi kehidupan
dunia yang merupakan sendau gurau dan main-main, diperlukan tuntunan agama yang
merupakan petunjuk dari-Nya. Tuntunan agama berupa Alquran dan hadis Rasulullah
SAW harus dijalankan dengan penuh ketaatan dan kesungguhan. ”Dan tinggalkanlah
orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan
mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia.” (QS Al An’aam [6]: 70).
Oleh karena itu harus
diingat bahwa kehidupan dunia adalah kehidupan sementara untuk mencari bekal menuju
kehidupan akhirat yang lebih baik dan kekal. Tinggal kita mau pilih yang mana,
dunia yang sementara atau akhirat yang kekal. Wallahu A`lam.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari
makalah yang telah disusun, dapat diambil beberapa kesimpulan:
1. Mengenal
Allah ada empat cara yaitu mengenal wujud Allah, mengenal Rububiyah Allah,
mengenal Uluhiyah Allah, dan mengenal Nama-nama dan Sifat-sifat Allah.
2. Sifat-sifat
rasulullah terdapat 3, yaitu sifat wajib bagi Rasul, Sifat Mustahil bagi rasul,
dan sifat jaiz Rasul.
3. Manusia
adalah mahluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna diantara mahluk ciptaan Tuhan
yang lainnya. Manusia diberi akal agar bisa menjadi mahluk sempurna dihadapan
Allah dan tugasnya sebagai khalifah di bumi ini.
4.
Sebagai makhluk illahi, hidup dan
kehidupannya manusia berjalan melalui 5 tahap, masing-masing tahap tersebut
“alam” yaitu alam ghaib (alam ruh atau arwah), alam rahim, alam dunia (yang
fana ini), alam barzakh dan, alam akhirat (yang kekal = abadi) yakni alam
tahapan terakhir hidup dan kehidupan (ruh) manusia.
3.2 Saran
1. Sebagai
manusia yang menganut agama islam sebaiknya kita mengetahui tentang
prinsip-prinsip kepercayaan dalam islam, kemudian mengamalkan dan mewujudkannya
dalam kehidupan sehari-hari.
2. Dengan
kita mempelajari ilmu tauhid, maka kita akan semakin mengenal Allah. Sehingga
amal ibadah kita akan semakin meningkat.
3. Agama
islam bukan hanya diyakini didalam hati, tapi perlu adanya bukti ucapan dan
direalisasikan terhadap perbuatan kita sehari-hari, untuk itu dengan semakin
memperdalam ilmu tentang ketauhidan, sifat-sifat Rasul, manusia dalam islam,
dan kehidupan di dunia dan akhirat maka akan semakin menambah rasa keimanan dan
ketakwaan kita.
0 komentar:
Posting Komentar