Minggu, 19 Oktober 2014

Tugas Pengantar Ilmu Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
            Masyarakat  kadang terombang – ambing diantara dua kecenderungan. Di satu pihak ada yang mau mempertahankan nilai – nilai budaya lama, di pihak lain ingin mengadakan perubahan atau menciptakan hal – hal baru. Sepertinya terdapat pergolakan yang tak kunjung reda antara tradisi dan perubahan yang tentu saja berimplikasi terhadap pendidikan. Berdasarkan apa yang terjadi di dalam masyarakat sebagai akibat dari pendidikan yang telah dilaksanakannya dan berlandaskan pada pandangan filsafat tertentu, muncullah aliran – aliran filsafat atau gerakan – gerakan pendidikan sebagai reaksi terhadap konsep dan praktik pendidikan yang mendahuluinya yang menawarkan solusi demi pemecahan masalah yang timbul. Tiap aliran mempunyai pandangan yang berbeda – beda mengenai pendidikan dalam kaitannya dengan masyarakat dan kebudayaannya. Sekaitan dengan itu pendidik dan calon pendidik perlu mengkajinya agar memiliki asumsi filosofis yang jelas tentang peranan pendidikan dalam hubungannya dengan masyarakat dan kebudayaannya.

1.2 Rumusan Masalah
1.      Apa sajakah  aliran – aliran filsafat yang terdapat dalam  gerakan – gerakan pendidikan?

1.3 Tujuan
1.      Untuk memahami berbagai aliran filsafat atau gerakan pendidikan.
2.      Untuk mengetahui filsafat umum setiap aliran dan implikasinya terhadap pendidikan.
3.      Dapat membangun asumsi berpikir dan bertindak dalam rangka pendidikan.


1.4 Manfaat
1.      Dapat mengaplikasikan berbagai gerakan pendidikan dalam berbagai aspek pendidikan saat ini.
2.      Dapat membangun landasan yang jelas filosofinya berkenaan dengan konsep pendidikan yang disarankan suatu aliran filsafat tertentu.
3.      Dapat memahami lebih mudah tentang aliaran pendidikan yang dijalankan sesuai dengan diterapkan saat ini.










BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Progresivisme
1.      Latar Belakang
Progresivisme adalah gerakan pendidikan yang dilakukan oleh suatu perkumpulan yang dilandasi konsep filsafat tertentu dan sangat berpengaruh dalam pendidikan bangsa Amerrika pada awal abad ke 20. Progresivisme memberikan perlawanan terhadap formalisme yang berlebihan dan membosankan dari sekolah atau pendidikan yang tradisional.
2.      Filsafat pendukung yang melandasi
Pragmatisme (John Dewey)
3.      Pandangan ontologi
a.         Evolusionstis dan pluralistik
b.        Manusia
Manusia memiliki intelegensi sebagai alat hidup atau memecah berbagai masalah dalam kehidupan
c.         Pengalaman sebagai realitas
Pengalaman sebagai realitas memiliki 4 karakteristik:
1.      Spatial      : terjadi di tempat tertentu
2.      Temporal  : berkembang dan berubah
3.      Dinamis    : bergerak maju
4.      Pluralistik : terjadi seluas adanya hubungan antar individu sehingga pengalaman menjadi beragam
d.        Pengalaman dan pikiran
Pengalaman dan pikiran merupakan satu kesatuan dalam hidup dalam berbuat praktis. Manusialah yang berbuat, yang bekerja, dan yang mengatasi masalah.




4.      Pandangan epistemologi
a.         Sumber pengetahuan
Sumber pengetahuan diperoleh melalui pengalaman hidup dalam 2 bentuk, immediate experiennce (pengalaman secara tidak langsung) dan mediate experience (pengalaman secara langsung)
b.        Kriteria “kebenaran”
Pengetahuan dikatakan benar bila dapat diverifikasi dan diaplikasikan
c.         Sifat pengetahuan: relatif dan berubah
Pengetahuan yang telah ada hari ini harus dipertimbangkan kembali esok hari karena pengetahuan dapat berubah
5.      Pandangan aksiologi
a.         Sumber nilai: kondisi riil manusia/pengalaman
Progresivisme menafsirkan hakikat nilai (etika) secara empiris, yaitu berdasarkan pengalaman atau kondisi riil manusia
b.        Sifat nilai: berada dalam proses, relatif, kondisional, memiliki kualitas sosial dan individual, serta dinamis
1.    Berada dalam proses               : nilai adalah proses yang diarahkan untuk mencapai tujuan
2.    Relatif                                     : nilai berada dalam situasi dan perbuatan yang beragam
3.    Memiliki kualitas sosial           : adanya keharusan manusia untuk berhubungan dengan orng lain
4.    Berkualitas individual : manusia bebas memilih nilai sesuai kondisi
5.    Dinamis                                   : nilai selalu berubah dan berkembang
c.         Kriteria nilai: berguna adalah baik
Sesuatu yang berguna dan bermakna dalam kehidupan adalah baik
d.        Demokrasi sebagai nilai
Demokrasi merupakan nilai ideal karena tiap orang memiliki kesempatan untuk berkembang.

6.      Pandangan tentang pendidikan
a.         Pendidikan
b.        Tujuan pendidikan
c.         Sekolah
d.        Kurikulum: child centered, community centered, experience centered, flexible, interdisipliner
e.         Metode
f.         Peranan guru dan peserta didik

2.2  Essensialisme
1.      Latar belakang
dikenal sebagai gerakan pendidikan dan juga sebagai aliran filsafat pendidikan. Essensialisme berusaha mencari dan mempertahankan hal – hal yang esensial yaitu sesutatu yang bersifat inti atau fundamental atau unsur mutlak yang menentukan keberadaan sesuatu. Essensialisme berkembang dan melakukan gerakan sebagai protes terhadap progresivisme. Dalam hal pendidikan kedua gerakan tersebut mempunyai pandangan yang berbeda.

2.      Filsafat pendukung/ yang melandasi
Essensialisme didukung atau dilandasi oleh filsafat idealism dan realisme. Idealism dan realisme secara bersama – sama mendukung essensialisme, tetapi tidak lebur menjadi satu, masing – masing aliran tidak melepaskan sifat utamanya.

3.      Pandangan ontologis
Pandangan ontology essensialisme adalah suatu konsepsi bahwa dunia / realitas ini dikuasi oleh tata/ order tertentu yang mengatur dunia beserta isinya. Tata / order tersebut menurut realisme dan idealisme yaitu:
a.       Ontologi idealisme : realitas yang hakiki adalah dunia ideal, sedangkan realitas material hanyalah copy dari realitas ideal. Manusia adalah makro kosmos,segala yang ada akan terjadi di dunia adalah menurut tata tertentu yang bersumber dari yang absolute.
b.      Ontologi realisme : realitas bersifat eksternal dan objektif didalam realitas alam terdapat hukum – hukum objektif ( kausalitas ). Manusia dan masyarakat tunduk pada hukum – hukum tersebut.

4.      Pandangan epistemologis
a.       Epistemologi Idealisme : sumber pengetahuan adalah “dari dalam” diri karena manusia mempunyai ide bawaan. Pengetahuan diperoleh melalui berpikir, intuisi atau intropeksi.
b.      Epistemologi Realisme : sumber pengetahuan adalah dunia luar subjek. Pengetahuan diperoleh melalui pengalaman. Kebenaran pengetahuan diuji melalui teori uji koprespondensi.

5.      Pandangan aksiologis
a.       Aksiologi idealisme: nilai bersumber dari realitas absolute, nilai bersifat abadi/tidak berubah.
b.      Aksiologi realisme: nilai bersumber dari hukum alam dan adat istiadat masyarakat.

6.      Pandangan tentang pendidikan
a.         Pendidikan
Implikasi dari pandangan diatas maka pendidikan adalah proses konservasi kebudayaan. Pendidikan adalah persiapan untuk hidup, bukan hidup itu sendiri.
b.        Tujuan pendidikan
adalah mentransmisi kebudayaan, sebab itu sekolah hendaknya berpusat pada masyarakat. 
c.         Sekolah
Sekolah yang baik adalah sekolah yang berpusat pada masyarakat, “society centered school”, yaitu sekolah yang mengutamakan kebutuhan dan minat masyarakat.
d.        Kurikulum
berisi berbagai pengetahuan dan agama yang dipandang esensial, dan subject matter centered.
e.         Metode:
mengutamakan metode tradisional yang berhubungan dengan disiplin mental.
f.         Peranan guru dan peserta didik
Guru hendaknya berperan sebagai mediator dunia masyarakat/orang dewasa dengan dunia peserta didik; guru adalah pengambil inisiatif dalam proses pendidikan, sedangkan peserta didik berperan untuk menyesuaikan diri terhadap nilai – nilai yang absolute atau terhadap masyarakat dan alam.

2.3 Perenialisme
1.      Latar belakang
Perenialisme terkandung dalam magna asal katanya “perenis” (bahasa latin) atau “perenial” (bahasa inggris) yang berarti tumbuh terus melalui waktu, hidup terus dari waktu ke waktu atau abadi. Atas dasar itu perenialist memandang pola perkembangan kebudayaan sepanjang zaman adalah sebagai pengulangan dari apa yang pernah ada sebelumnya.

2.      Filsafat pendukung/yang melandasi
Gagasan – gagasan perenialisme merupakan integritas antara asas – asas filosofis yunani klasik dengan asas – asas religius Kristen yang berkembang pada abad pertengahan. Perenialisme dilandasi atau di dukung oleh filsuf yunani klasik yaitu Plato dan Aristoteles.


3.      Pandanagn ontologis
Menurut perenialisme manusia terutama membutuhkan jaminan bahwa “realitas bersifat universal – realitas itu ada di manapun dan sama disetiap waktu. Realitas bersumber dan bertujuan akhir kepada realita supernatural atau tuhan.

4.      Pandangan epistemologi
Sebagai makhluk berfikir, manusia akan dapat memperoleh pengetahuan tentang diri kita dan dunia sebagaimana adanya. Memang perenialisme mengakui bahwa impresi atau kesan melalui pengamatan tentang individual thing adalah pangkal pengertian tentang kebenaran. Tetapi manusia akan memperoleh pengetahuan lebih tepat jika bersandar pada asas – asas kepercayaan dan bantuan wahyu; dan itulah pengetahuan dalam makna tertinggi yang ideal.

5.      Pandangan aksiologi
Pandangan tentang hakikat nilai menurut perenialisme adalah pandangan mengenai hal – hal yang bersifat spiritual. Hal yang absolut atau ideal (TUHAN) adalah sumber nilai dan oleh karena itu nilai selalu bersifat teologis.

6.      Pandangan tentang pendidikan
a.       Pendidikan
Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali,atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan masa lampau yang dianggap sebagai kebudayaan ideal.tugas pendidikan adalah memberikan pengetahuan nilai – nilai kebenaran yang pasti dan abadi.
b.      Tujuan pendidikan
Adalah membantu peserta didik menyingkapkan dan menginternalisasikan nilai – nilai kebenaran yang abadi agar mencapai kebijakan dan kebaikan dalam hidup.
c.       Sekolah
Merupakan lembaga yang berperan mempersiapkan peserta didik atau orang muda untuk terjun kedalam kehidupan.
d.      Kurikulum
Kurikulum pendidikan berpusat pada materi pelajaran. Materi pelajaran harus bersifat uniform, universal, dan abadi, selain itu materi pelajaran harus terarah kepada pembentukan rasionalitas manusia.
e.       Metode
Metode pendidikan yang digunakan oleh perenialist adalah membaca dan diskusi yaitu membaca dan mendiskusikan karya – karya besar yang tertuang dalam The Great Books dalam rangka mendisiplinkan pikiran.
f.       Peranan guru dan peserta didik
Peranan guru bukan sebagai perantara antara dunia dengan jiwa anak melainkan guru juga sebagai murid yang mengalami proses belajar sementara mengajar

2.4 Kontruktivisme
1.      Latar Belakang
Kontruktivisme adalah aliran filsafat yang berkenaan dengan hakikat pengetahuan yang berimplikasi terhadap pendidikan khususnya dalam bidang sains dan matematika. Kontruktivisme terbagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a)      Kontruktivisme Psikologis Personal yang menekankan pribadi (subjek) sendirilah yang mengkonstruksikan pengetahuan
b)      Kontruktivisme Sosiologis yang menekankan masyarakat sebagai pembentuk pengetahuan
c)      Sosiokulturalisme yang mengakui baik peranan akif personal maupun masyarakat dan lingkungan dalam pembentukan pebgetahuan
Dewasa ini masyarakat mengalami suatu pergeseran paradigma dengan mulai menerima paradigm kontruktivisme, hal ini dikemukakan oleh Tobin, Tippin, dan Gallard (1994). Suatu missal jika paradigma lama menyatakan bahwa pengetahuan adlah suatu faktayang dapat ditransfer dari guru kepada siswa, berbeda halnya dengan paradigm baru (kontruktivisme) yang menyatakan bahwa pengetahuan seseorang adalah bentukan orang yang bersangkutan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa paradigm kontruktivisme lebih menuju ke pembelajaran yang lebih kompleks dari sekedar transfer ilmu pengetahuan, dengan begitu siswa belajar sains dan matematika dengan cara yang berarti, memperkaya, dan memungkinkan mereka menginterpretasikan alam semesta ini dalam pengertian ilmiah.

2.      Filsafat yang mendukung / yang Melandasi
Von Glaserferld (1988) mengemukakan bahwa pengertian kontruktivisme kognitif muncul pada abad ini dalam tulisan Mark Baldwin yang diperdalam disebarkan oleh Jean Piaget. Akan tetapi, gagasan pokok Kontruktivisme yang merupakan cikal bakal munculnya kontruktivisme sesungguhnya sudah dimulai oleh Giambatista Vico, seorang epistemology dari Italaia.
Vico (1710) dalam karyanya De Antiquissima Itolarum Sapienta mengungkapkan dalam filsafatnya “Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan”. Menurut Vico, hanya Tuhan yang dapat mengerti alam raya ini, sebab hanya Dia ang tahu bagaimana dan dari apa Ia membuatnya. Sedangkan manusia hanya dapat mengetahui sesuatu yang telah dikontruksikannya, manusia hanya mengetahui bahwa alam semesta yang mereka tempati adalah ciptaan Tuhan. Berbeda dengan empirisme yang menatakan bahwa pengetahuan itu harus menunjuk kepada kenyataan luar (obyektif), Vico berpendapat bahwa pengetahuan tidak lepas dari (subjekz) yang tahu . Atas dasar gagasan “mengetahui sesuatu” dengan “membuat sesuatu” , Vico membedakan tingkat pengetahuan.
Rorty menilai Kontruktivisme sebagai salah satu bentuk Pragmatisme, terlebih dalam hal pengetahuan dan kebenaran, sebab Kontruktivisme hanya mementingkan berlakunya suatu konsepatau dapat digunakannya suatu konsep. Para kotruktivis sekarang melihat kesesuaian gagasan Vico dengan model ilmiah yang digunakan untuk menganalisis dan mengerti pengalaman/fenomena baru (paul Supano, 1997). Kontrukivisme tampaknya dipengaruhi oleh Empirisme dan Pragmatisme.

3.      Pandangan Ontologi
      Konstruktivisme menolak adanya pandangan Objektivisme (empirisme) yang menyatakan bahwa realitas itu ada terlepas dari pengamat dan dapat diketahui melalui pengalaman atu langkah-langkah sistematis tertentu. Demikian pula menolak pandangan idealisme.
            Menurut Konstruktivisme, manusia tidak pernah dapat mengerti realitas yang sesungguhnya secara Ontologis. Hal yang dapat kita mengerti adalah struktur Konstruksi kita akan suatu objek (Shapiro, 1994). Konstruktivisme memang  tidak bertujuan mengerti realitas tetpai lebih hendak melihat bagaimana kita menjadi tahu akan sesuatu. Dengan kata lain bahwa “realitas” bagi Konstruktivisme “tidak pernah ada secara terpisah dari pengamat”. Bagi Jean Piaget, misalnya “kenyataan (realitas) bukanlah sesuatu yang eksternal dan sudah jadi, bukan predeterminasi melainkan diperoleh melalui kegiatan Konstruksi yang menghasilkan skemata baru (Staver 1996). Sebagaimana dikemukakan Shapiro, terdapat banyak bentuk kenyataan dan masing-masing tergantung pada kerangka dan interaksi pengamat dengan objek yang diamati.
Konstruktivisme memandang manusia bukanlah sebagai tabula rasa sebagaimana pandangan empirisme (John Lock) melainkan manusia dituntut aktif membangun sendiri pengetahuannya. Eksistensi dan atau proses menjadi manusia ada dalam konteks interelasi dengan lingkungannya, baik lingkungan alamiah maupun manusisawi (Paul Suparno, 1997).


4.      Pandangan Epistemologi
a. Sumber pengetahuan
            Bagi penganut empirisme (misalnya Aristoteles, John Locke), sumber pengetahuan adalah “dunia luar” semua pengetahuan ditrunkan dari pengalaman atau observasi di atas alam semesta. Sedangkan nativisme mengklaim bahwa sumber pengetahuan adala “dari dalam”. Sedangkan bagi Konstruktivisme sumber pengetahuan itu berasal daru dunia luar tetapi dikonstruksikan dari dalam dari individu.
            Bagi Konstruktivis pengetahuan bukanlah suatu gambaran dunia kenyataan yang ada, melainkan adalah hasil konstruksi atau bentukan kenyataan melalui kegiatan subjek. Sebagaimana dikemukakan Piaget (1971) pengetahuan bukanlah dunia lepas dari pengamat, tetapi merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari pengalaman atau dunia sejauh dialaminya.
b. Kriteria Kebenaran
Bagi Konstruktivis, kebenaran pengetahuan diletakkan pada viabilitas.
c. Sifat Pengetahuan
            Sehubungan dengan hubungan di atas maka pengetahuan memiliki sifat subjektif, pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seseorang kepada orang lain, pengetahuan bukan barang mati yang sekaligus jadi, pengetahuan bersifat relatif.

5. Pandangan Tentang Pendidikan
a. Pendidikan (mengajar)
            Dalam Konstruktivisme istilah pendidikan lebih diartikan sebagai mengajar. Mengajar berarti partisipasi dengan pelajar dalam mengontruksi pengetahuan, membuat makna, mempertanyakan kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi. Dalam kegiatan mengajar penyediaan prasarana dan situasi yang memungkinkan dialog secara kritis perlu dikembangkan. Selain itu perlu diperhatikan pula bahwa mengajar juga adalah suatu seni yang menuntut bukan hanya penguasaan teknik, melainkan juga intuisi (Paul Suparno, 1997).
b. Tujuan pendidikan (pengajaran)
Tujuan pengajaran kontruksivisme lebih menekankan pada perkembangan konsep dan pengertian (pengetahuan) yang mendalam sebagai hasil kontruksi aktif si pelajar (Fosnot, 1996). Ini berbeda dengan Behaviorisme  yang menekankan keterampilan sebagai tujuan pengajaran. Berbeda pula dengan Maturasionisme yang lebih menekankan pengetahuan yang berkembang sesuai dengan langkah-langkah perkembangan individu.
c. Kurikulum
Driver dan Oldham (matthews, 1994) menyatakan bahwa perenca kurikulum konstruktivis tidak dapat begitu saja mengambil kurikulum standar yang menekankan siswa pasif dan guru aktif, sebagai cara mentransfer pengetahuan dari guru kepada murid. Kurikulum bukan sebagai tubuh pengetahuan atau kumpulan keterampilan (skill), melainkan lebih sebagai program aktivitas di mana pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksikan.
d. Metode
Setiap pelajar mempunyai caranya sendiri untuk mengerti karena itu mereka perlu menemukan cara belajar yang tepat untuk dirinya masing-masing. Dalam konteks ini, tidak ada satu metode mengajar yang tepat, satu metode mengajar saja tidak akan banyak membantu pelajar belajar.
e. Peranan guru dan peserta didik
Dalam kegiatan mengajar guru hendaknya berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar peserta didik berjalan dengan baik. Dalam artian ini, guru dan peserta didik atau pelajar lebih sebagai mitra yang bersama-sama membangun pengetahuannya.
Adapun peserta didik dituntut aktif belajar dalam rangka mengonstruksikan pengetahuannya, dan karena itu peserta didik sendirilah yang harus bertanggung jawab atas hasil belajarnya.



BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
 3.1.1 Dalam dunia pendidikan tidak hanya terdapat unsur – unsur pendidikan, landasan pendidikan tetapi dalam hal ini yang paling penting adalah adanya gerakan – gerakan dalam pendidikan. Gerakan tersebut menjelaskan permasalahan tentang latar belakang, filsafat pendukung, asumsi – asumsi fisafat umumnya, dan konsep pendidikan.
3.1.2 Gerakan – gerakan pendidikan tersebut terdiri dari progresivisme, essensialisme, perenialisme, dan konstruktivisme.
3.1.3        Walaupun tiap gerakan memiliki kelebihan dan kekurangan masing – masing tetapi gerakan tersebut mendukung pendidikan dan berusaha saling melengkapi satu dengan yang lainnya.
3.2 Saran
Adapun saran dari kami tentang pembuatan makalah pengantar ilmu pendidikan ini adalah:
3.2.1 Kami mengharapkan pembuatan makalah ini dapat di lakukan oleh semua orang, sebab dari materi ini pesan yang disampaikan sangat jelas terutama bagi perkembangan pendidikan khususnya tentang gerakan – gerakan pendidikan itu sendiri.
3.2.2. Kami mengharapkan kritik atau saran dari pembaca makalah ini.




DAFTAR PUSTAKA
Barnadib, I. (1984). Filsafat Pendidikan (Pengantar mengenai Sistem dan
Metode). Yogyakarta: Yayasan Penerbit FIP IKIP Yogyakarta.
Henderson, S. van P. Introduction to Phylosophy of Education. Chicago:
          The University of Chicago Press.       
Kneller, G., (Ed). (1987). Foundation of Education. New York: John Wiley         
       and Sons.
Noor, M., (Ed). (1987). Filsafat dan Teori Pendidikan: Jilid 1 Filsafat    
         Pendidikan. SubKoordinator Mata Kuliah Filsafat Dn Teori
         Pendidikan. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan, IKIP Bandung.
Syam, M. N. (1984). Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan
          Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional.
Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan.
        Yogyakarta: Kanisius.
Titus, H. H. Living Issues in Phylosophy. New York: American Book
       Company.


0 komentar:

Posting Komentar