Rabu, 03 Desember 2014

Akibat Pertanyaan yang Terabaikan

0 komentar

Bertanya itu penting loh..
Kenapa bertanya penting?
Ada yang mengatakan bahwa “berpikir itu sendiri adalah bertanya”. Bertanya merupakan
ucapan verbal yang meminta respon dari seseorang yang dikenal.Respon yang di berikan
dapat berupa pengetahuan sampai dengan hal-hal yang merupakan hasil pertimbangan. Jadi
 bertanya merupakan stimulus efektif yang mendorong  kemampuan berpikir.
Dalam proses belajar mengajar, bertanya memainkan peranan penting sebab pertanyaan yang
tersusun dengan baik dan teknik pelontaran yang tepat akan memberikan dampak positif
terhadap siswa, yaitu:
1.Meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan belajar-mengajar,
2.Membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap suatu masalah yang sedang
dihadai atau dibicarakan,
3.Mengembangkan pola dan cara belajar aktif dari siswa sebab berfikir
itu sendiri sesungguhnya adalah bertanya,
4.Menuntun proses berfikir siswa sebab pertanyaan yang baik akan membantu siswa agar
dapat menentukan jawaban yang baik,
5.Memusatkan perhatian siswa terhadap masalah yang sedang dibahas.

Bertanya itu susah loh. Apalagi buat orang yang memang tidak terbiasa bertanya. Bagi orang yang tidak terbiasa bertanya,
mengajukan pertanyaan itu merupakan hal tersulit, lebih sulit dari sekedar menjawab pertanyaan. Oleh karena itu,
setiap pertanyaan yang diajukan haruslah direspon dengan baik, baik mudah atau pun susah. Karena hal tersebut merupakan
respon kita sebagai tindakan menghargai orang lain. Dengan pertanyaan yang direspon dan dijawab dengan baik akan mampu
menimbulkan kepuasan bagi penanya. Dan untuk penjawab dapat meningkatkan pengetahuan atau wadah penyampaian 
apabila ada sesuatu yang memang terlewatkan belum dijelaskan atau justru masih perlu diluruskan. Dengan bertanya, selain 
dapat memperluas pengetahuan juga dapat meningkatkan keberanian serta percaya diri. Dengan adanya berani dan percaya
diri, seseorang akan lebih mudah berkomunikasi dan lebih teliti dalam analisa sesuatu.

Jadi kebayang gak kalau kita bertanya lalu pertanyaan tersebut ditolak???
Right.. rasanya hampir mirip seperti patah hati. Ada perasaan kekecewaan saat itu. Karena berfikir untuk menanyakan 
pertanyaan apa itu sudah sangat sulit. Ketika muncul pertanyaan dalam benak saja bagi orang yang tidak pandai
bertanya bisa bikin nervous minta ampun.  Mau angkat tangan aja masih keringetan. Eh giliran sudah tanya malah ditepis 
begitu saja. Alasan karena pertanyaan terlalu tinggi..
Oh please.... Is that really bad???

Sebenarnya untuk mengarahkan pertanyaan yang sejalur itu memang penting. Agar pembahasan tidak terlalu overload. 
Tapi kan bisa dengan cara yang baik-baik. Bukan dengan langsung menegur dan melecehkan pertanyaan tersebut. Kalau
ada guru yang melakukannya, sesungguhnya guru itu belum pernah mendapatkan materi kuliah tentang pendidikan apa  yaa? :(
Menepis pertanyaan dapat dilakukan dengan baik-baik. Misalkan guru menjawab dengan "Oh iya pertanyaannya bagus sekali.
Akan tetapi mungkin dapat ditanyakan kepada tingkatan pendidikan yang lebih tinggi saja ya". Bukan dengan "Oh pertanyaan apa 
itu? Tidak bermutu sama sekali!, Pertanyaanmu terlalu mudah atau pertanyaanmu terlalu sulit dengan wajah yang sinis dan 
tidak diselipi dengan senyum..

Taukah apa yang terjadi setelah proses tersebut??
Siswa atau penanya yang mentalnya masih rendah akan menjadi depresi dan frustasi. Baginya sudah kecewa dan tidak akan 
melakukan hal yang sama lagi. Artinya dengan pertanyaan yang ditepiskan secara tanpa ada basi-basinya akan membunuh
karakter siswa. Seseorang yang mulai berusaha bertanya menjadi tidak ingin bertanya lagi. Kenapa?? Tentunya karena tidak 
ingin terjadi hal yang sama. Di depan teman-temannya diperlakukan seperti itu sangat akan membuat mereka menjadi terpuruk
dan akan menurun kembali tingkat keminatan, fokus dan semangatnya dalam belajar.

Jika dengan belajar hasilnya tidak dihargai dengan baik. Maka mungkin hanya akan tersimpan dalam perasaan. Selanjutnya 
akan membuat keterampilan seseorang menurun

Jadi buat para guru, hargailah setiap pertanyaan yang diterima

Minggu, 19 Oktober 2014

Tugas Taksonomi Tumbuhan

0 komentar
Name : Bella Rhea Lavifa Sanjaya
NIM  : 120210153038
Class : A Inter

TAXONOMY OF PLANT

Sphagnum warnstorfii
    
Classification
Kingdom         : Plantae
Divisi               : Bryophyta
Class                : Bryopsida
Subclass          : Sphagnidae
Order               : Sphagnales
Family             : Sphagnaceae
Genus              : Sphagnum
Species            : Sphagnum warnstorfii

Description :
·           Red, often wine color, mixed with green leaves.
·           Branch leaves are five-ranked (alligned in rows).
·           Grows in more calcareous habitats than other Sphagna.
·           The plants are  aquatic,  growing  about  the margins of small lakes and ponds or growing on dripping rocky banks.
·           The pH of water in  which Sphagnum grows ranges  from  3.7  to  4.9.  Since this  water accumulates year after year to  form peat and hence the name peat moss.
·           The size of the plant varies from a few inches to  a maximum of 7 inches.
·           The plant is erect, branched  and differentiated into  stem  and  the  leaves.
·           The colourless rhizoids  are  formed  at  the  base but soon disappear.  Hence, there  are  no  rhizoids  on mature gametophores.
·           At the  apex of the  gametophore there  are a number of short branches densely crowded in a cluster, called coma.
·           In the posterior part of the stem, the branches arise in tufts  in the axil of every fourth leaf and in each tuft there are 3-8 branches.
·           At intervals,  one of the  branches in the  tuft grows and fonns an apical cluster of branches like  the  main stem.  This  is  called  an innovation.  It helps in  vegetative propagation by separating from the main branch.
·           When first  fonned,  the  leaves  are in  three vertical  rows  or  three  ranked.  Later  the arrangement changes to  2/5.

·           The leaves  lack  a  midrib an  exception  to mosses.

Catatan Instructional of Curriculum

0 komentar
Name   : Bella Rhea Lavifa Sanjaya
NIM    : 120210153038
Class    : A Inter         

THE RESUME TASK OF INSTRUCTIONAL CURRICULUM

Pemateri : Dr. Yayat Sudaryat, M.Pd
            Berdasarkan UU no.20 pasal 3 Sisdiknas tahun 2003, konstruksi tujuan pendidikan nasional dimulai dari pendidikan dilakukan agar potensi peserta didik berkembang. Tujuan dalam mengembangkan potensi tersebut yaitu 1). Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 2). Berakhlak mulia; 3). Sehat; 4). Berilmu, cakap, kreatif, mandiri. Apabila setiap peserta didik mampu memenuhi tujuan tersebut diharapkannya mereka mampu menjadi warga negara yang “demokratis” serta “bertanggung jawab”. Dari beberapa tujuan tersebut, secara keluruhan kompetensi yang dituntut untuk tercapai mencakup sikap, pengetahuam dan keterampilan. Sikap, pengetahuan dan keterampilan ini memerlukan perubahan yang revolusioner tentang isi, proses dan penilaian. Selanjutnya memerlukan perubahan mindset, pengetahuan dan keterampilan guru serta tenaga guru mengimplementasikan kurikulum 2013. Oleh sebab itu, diperlukan pula pelatihan guru yang juga secara revolusioner mengubah perilaku membelajarkan.
Kurikulum 2013 merupakan perbaikan dari KBK 2004 dan KTSP 2006 yang meliputi penataan pola pikit dan tata pola, pendalaman dan perluasan materi, penguatan proses dan penyesuaian beban. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengetahuan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran. Perbedaan mendasar kurikulum 2013 dengan kurikulum sebelumnya yaitu pada kurikulum 2013 1). pendekatan berbasis pada scientific approach; 2). Keutuhan antara kompetensi pengetahuan, kemampuan dan sikap; 3). Keutuhan antara kurikuler dan ekstra kurikuler; 4). Penilaian capaian sisa yang menggunakan deskripif kualitatif dan numerik kuantitatif; 5). Termatik terpadu untuk SD (harus menjadi satu kesatuan dari suatu tema); 6). Pendekatan IPA 7 IPS dari partitif agretatif melalui terintegrasi; 7). Pendidikan agama dan budi pekerti; 8). Budaya dan fenomena alam. Kedelapan perbedaan ini tetep diarahkan sesuai dengan kebutuhan dan SKL melalui kompetensi inti yang bebas mata pelajaran. intinya tetap dirancang secara utuh & sistematis. Semua cakupan ini disesuaikan dengan apa yang akan terjadi pada kehidupan selanjutnya. Karena kebanyakan siswa yang sudah lulus sekolah dan melamar pekerjaan, di sana mereka masih akan diwawancarai (tidak hanya menilai nilai rapor). Hal ini menunjukkan bahwa rapor yang kita terima itu tidak terlalu membantu. Sedangkan kompetensi yang diharapkan dapat menjamin dalam pemberi kerja yaitu komunikasi, etika kerja, kemampuan memahami prosedur, kerja sama, menerapkan pengetahuan, tuntas dari 28 kompetensi. Dari kompetensi tersebut dapat disesuaikan menjadi kerangka attitude, skill dan knowledge. Sikap meliputi menerima + menjalankan + menghargai + menghayati + mengamalkan. Keterampilan meliputi mengamati + menanya + menalar + mencoba + mengkomunikasikan. Dan pengetahuan meliputi mengetahui + memahami + menerapkan + menganalisis + mengevaluasi + mencipta.
Menurut Dyers, J. H et al (2011), innovators DNA, Harvard Business Renen, 2/3 dari kemampuan beraktivitas seseorang diperoleh melalui pendidikan dan 1/3 sisanya berasal dari genetik. Hal ini menunjukkan bahwa 2/3 tersebut dapat diambil dari pengalaman yang diterima dalam kehidupan sehari- hari. Semua itu didapatkan melaui mengamati (observing), menanya (questioning), melakukan (experiments), asosiasi (associations) dan networking.
Tanggapan :
            Menurut saya sikap, pengetahuan dan keterampilan itu merupakan tiga komponen yang memang sangat penting dan berpengaruh dalam kehidupan kita. Karena kita tidak bisa jika hanya mengandalkan kecakapan dalam pengetahuan dengan mengabaikan sikap dan keterampilan. Karena tanpanya sebanyak apapun pengetahuan yang didapatkan itu akan sulit disalurkan dengan baik. Jadi ketiga komponen tersebut harus saling berkaitan dalam dunia yang nyata. Oleh sebab itu diperbaikilah dengan kurikulum 2013. Kurikulum ini tentu belum bisa diartikan kurikulum yang sempurna namun dengan kurikulum ini banyak hal yang diperbaiki dari kurikulum – kurikulum sebelumnya. Penekanan yang lebih diutamakan yaitu sikap, pengetahuan dan keterampilan yang diharapkan mampu didapat dari pengalaman sehari – hari seperti yang telah dikatakan bahwa 1/3 kemampuan itu berasal dari genetik dan 2/3 tersebut dapat diambil dari pengalaman yang diterima dalam kehidupan sehari – hari.



Pemateri : M. Tony
            Pada kurikulum 2013 ini merubah suatu penilaian supaya guru lebih cermat di kelas. Rapor harus mencerminkan kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilanh. Karena dengan angka-angka seperti sebelumnya tidak mampu menjamin ke dunia pekerjaan. Hal ini dapat dibuktikan bila melamar pekerjaan, seseorang masih perlu diwawancarai. Dan hal yang dipertanyakan pada wawancara tersebut mengenai “apa yang bisa anda berikan pada perusahaan ini?” dll dan bukan “berapa nilai matematika anda di kelas?”. Ini menunjukkan bila nilai rapor sekarang saja tidak mempengaruhi kehidupan apalagi untuk masa depan dan masa akhirat karena tidak mungkin pada saat di kubur malaikat munkar dan nakir menanyai “berapa nilai matematika kamu?” tetapi “siapa Tuhanmu?”. Sehingga pada kurikulum ini diharapkan mampu memperbaiki keadaan di kelas dengan menunjukkan hasil akhir (rapor) yang berbeda dengan sebelumnya. Di dalamnya akan ada penilaian sikap, pengetahuan dan keterampilan siswa sewaktu dikelas dan inilah yang diharapkan mampu berguna bagi ke depannya.
Di sini 1 tema yang paling penting yaitu kejujuran. Karena dengan membangun kejujuran maka yang lainnya juga akan berjalan dengan lancar. Misalkan saja siswa diharapkan mampu membuat kopi. Di situ ada beberapa indikator mengenai beberapa komponen yang akan digunakan seperti air, kopi, gula, kompor, gelas, cangkir dll. Apabila kita ingin menilai tentang komponen air, kita dapat langsung menanyai siswa apakah itu air mentah atau air yang sudah masa. Kemudian apakah itu air sungai atau air sumur. Lalu apakah itu air sumur sungguhan ataukah air PDAM. Terus ditanyai hingga apakah itu air dari sumur rumahmu atau tetanggamu, bila siswa menjawab air tetangga kita bisa menanyai lagi apakah kamu sudah meminta izin mengambilnya apa tidak. Apabila jawabannya tidak maka akan ada nilai yang kurang. Dari kejadian tersebut guru diharapkan mampu mengamati dan menilai siswa dengan menanyakan secara detail. Sehingga pada akhirnya sedikit demi sedikit kejujuran dari siswa akan terbangun. Kejujuran dapat dibangun dengan perbaikan proses. Oleh karena itu, pada kurikulum 2013 ini diterapkan metode learning by doing. Ini masih tetap dihubungkan dengan kebutuhan akan dunia kerja untuk ke depannnya.
Kunci sukses itu meliputi soft skills 40%, networking 30%, technical skills 20% dan yang lain-lainnya 10%. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan, sikap dan keterampilan merupakan tuntutan kita selama ini. Melalui perbaikan pada kurikulum 2013 diharapkan ketiga komponen utama tersebut dapat terbentuk dengan baik. Sehingga untuk ke depan dapan menjamin bagi dunia kerja dan seterusnya. Melalui rapor yang tidak hanya berisi angka – angka atau penilaian yang mungkin bisa dikarang oleh guru tetapi merupakan suatu penilaian dari sikap, pengetahuan dan keterampilan. Karena kebanyakan guru membuat nilai siswanya sebaik mungkin agar dapat menaikkan kualitas hasil pembelajarannya dan mungkin karena kasihan. Kebanyakan nilai di rapor itu 7, 7,5 dan 8 adalah hasil dari karangan guru. Istilahnya dapat diartikan bahwa pitu (7) merupakan hasil dari pitulungan, pitu setengah (7,5) merupakan untung untungan dan wolu (8) yaitu wallahua’lam. Pedoman karangan ini yang tidak diharapkan dapat diminimalisir pula pada saat penilaian. Karena guru harus mengamati secara langsung dan detail.

Tanggapan :
            Saya setuju dengan pendapat bapak M. Tony. Menurut saya jika dibandingkan dengan pengimplementasian ke dunia kerja untuk kurikulum sebelumnya memang kurang sesuai. Wajar saja bagi perusahaan yang lebih menuntut melakukan wawancara dari pada hanya melihat dari nilai rapor. Karena kebanyakan guru memoles nilai rapor tersebut sedemikian rupa, setidaknya peserta didiknya lulus dalam mata pelajarannya dan dapat lulus dari sekolahnya dengan nilai yang memuaskan atau cukup. Dari sini saja mencerminkan bahwa guru yang merupakan seorang pendidik tidak mengajarkan kejujuran namun malah mengajarkan kebohongan. Apabila gurunya saja tidak dapat mendidik yang baik bagaimana bisa peserta didik mendapatkan ilmu yang terbaik dan bagimana bisa negara ini maju dengan kondisi generasi yang cacat. Sehingga melalui kurikulum ini diharapkan guru – guru tersebut sudah tidak mengarang nilai peserta didiknya lagi namun menunjukkan nilai yang sesuai dengan apa yang telah diamati di kelas secara menyeluruh mengenai tiga kompetensi yaitu sikap, pengetahuan dan keterampilan.
Pemateri : Sifak Indana
            Pada kurikulum 2013, di dalam standar kompetesnsi lulusan terdapat nilai – nilai karakter. Baik di SD, SMP dan SMA siswa diharapkan mampu lulus dengan jenjang tertentu harus mempunyai sikap, pengetahuan dan keterampilan. Di dalam kompetensi dasar merupakan konten atau isi yang harus dicapai. Sedangkan isi dari kompetensi inti meliputi 1). Kompetensi inti satu (religius); 2). Kompetensi inti dua (sosial); 3). Kompetensi inti tiga (pengetahuan); dan 4). Kompetensi inti  empat ( kemampuan ). Sedangkan perubahan yang lainnya terdapat pada standard process. Bila kemaren menerapkan eek ( eksplorasi, elaborasi dan komunikasi), sedangkan sekarang proses pembelajaran untuk menaikkan kualitas yaitu menerapkan metode scientific ( ilmu pengetahuan semua wajib menggunakan ini). Di sini eek ( eksplorasi, elaborasi dan komunikasi) tidak berarti dibuang namun justru lebih dikuatkan. Sekarang eek ( eksplorasi, elaborasi dan komunikasi) menjadi 5 M (mengamati, menanya, menalar, menganalisis dan mengkomunikasikan). Pada standard penilaian, penilaian berdasarkan proyek ( problem base learning), discovery dan problem solving. Untuk bahan ajar menggunakan buku siswa (Lembar kerja siswa dan buku yang lainnya) dan buku guru. Kelemahan dari buku guru adalah tidak disertakan RPP. Jadi yang membuat RPP adalah bapak ibu guru, sesuai dengan skenario model dan pendekatan yang akan digunakan. Oleh karena itu kebanyakan guru – guru sekarang sudah difasilitasi (mendapatkan sertifikasi). Diharapkan dengan adanya sertifikasi dapat memperbaiki kualalitas guru. Misalnya membeli laptop untuk bahan ajar dan membuat RPP. Sehingga pembelajaran yang diajarkan bukan dari materi-materi yang sudah disampaikan dari zaman yang dulu tapi juga dapat diaplikasikan dengan kehidupan nyata dan disesuaikan dengan perkembangan zaman. Dalam pembahasan kompetensi dasar (KD), setiap KD harus dilengkapi dengan mengembangkan indikator. Indikator dipakai untuk mencapai hasil belajar dan menyusun instrumen penilaian. Misalnya siswa mampu mengamati jelas dan teliti. Lalu harus membuat instrumennya.
            Tujuan pembelajaran, untuk mencapai hasil belajar & proses pembelajaran. Misalkan indikatornya adalah dapat melakukan pengamatan ciri – ciri sel. Tujuannya biasanya disajikan di lembar kerja siswa (LKS) yaitu siswa dapat melakukan penamatan dengan ciri – ciri sel dan melaporkannya dengan tertulis. Di dalamnya ada metode, media, kedalaman materi tergambar di tujuan pembelajaran. Jika guru mengajar menggunakan SKL, KI, KD, indikator, maka guru dapat menjaga kejujuran dan menjadikan siswa kita lulus 100 % .

Tanggapan :

            Menurut saya dengan kurikulum 2013 ini guru sendiri sudah lebih terbantu karena di sini guru hanya lebih konsentrasi dalam membuat RPP. Di mana guru dapat menyesuaikan metode, media dan kedalaman  materi yang tergambar dalam tujuan pembelajaran. Kebanyakan guru sekarang juga sudah mendapatkan sertifikasi sehingga tunjangan hidupnya lebih terpenuhi dan diharapkan mampu memperbaiki mutu pembelajarannya di dalam kelas. Sehingga tidak hanya membantu peserta didik dengan menaikkan nilai yang palsu namun menaikkan nilai peserta didik karena memang kemampuan peserta didik tersebut telah mengalami peningkatan oleh pendidikan dari guru yang lebih baik. Di dalam proses pembelajaran juga tetap selalu dikaitkan dengan nilai – nilai religius dan sosial serta pengaplikasian ke dunia nyata. Sehinga peserta didik mengerti untuk apa mereka mempelajari suatu mata pelajaran. Dengan nilai – nilai religius peserta didik diharapkan mampu menghubungkan dengan sang Pencipta dan dengan nilai – nilai sosial diharapkan peserta didik mampu membentuk suatu kerja sama. Karena pada dasarnya di dalam nilai – nilai sosial juga menyangkut nilai – nilai karakter.

Catatan Instructional of Curriculum

0 komentar
SEJARAH KURIKULUM INDONESIA DARI MASA KE MASA
Posted: Agustus 11, 2013 in Uncategorized 
Kurikulum
Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut serta kebutuhan lapangan kerja. Lama waktu dalam satu kurikulum biasanya disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari sistem pendidikan yang dilaksanakan. Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan pendidikan menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran secara menyeluruh.

Komponen Kurikulum
Salah satu fungsi kurikulum ialah sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang pada dasarnya kurikulum memiliki komponen pokok dan komponen penunjang yang saling berkaitan dan berinteraksi satu sama lainnya dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Komponen merupakan satu sistem dari berbagai komponen yang saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya, sebab kalau satu komponen saja tidak ada atau tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Para ahli berbeda pendapat dalam menetapkan komponen-komponen kurikulum. Ada yang mengemukakan 5 komponen kurikulum dan ada yang mengemukakan hanya 4 komponen kurikulum. Untuk mengetahui pendapat para ahli mengenai komponen kurikulum berikut Subandiyah (1993: 4-6) mengemukakan ada 5 komponen kurikulum, yaitu: (1) komponen tujuan; (2) komponen isi/materi; (3) komponen media (sarana dan prasarana); (4) komponen strategi dan; (5) komponen proses belajar mengajar.
Sementara Soemanto (1982) mengemukakan ada 4 komponen kurikulum, yaitu: (1) Objective (tujuan); (2) Knowledges (isi atau materi); (3) School learning experiences (interaksi belajar mengajar di sekolah) dan; (4) Evaluation (penilaian). Pendapat tersebut diikuti oleh Nasution (1988), Fuaduddin dan Karya (1992), serta Nana Sudjana (1991: 21). Walaupun istilah komponen yang dikemukakan berbeda, namun pada intinya sama yakni: (1) Tujuan; (2) Isi dan struktur kurikulum; (3) Strategi pelaksanaan PBM (Proses Belajar Mengajar), dan: (4) Evaluasi.

Fungsi Kurikulum
Kurikulum dalam pendidikan memiliki beberapa fungsi sebagai berikut:
A. Fungsi kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendididkan Fungsi kurikulum dalam pendidikan tidak lain merupakan alat untuk mencapai tujuan pendididkan.dalam hal ini, alat untuk menempa manusia yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Pendidikan suatu bangsa dengan bangsa lain tidak akan sama karena setiap bangsa dan Negara mempunyai filsafat dan tujuan pendidikan tertentu yang dipengaruhi oleh berbagai segi, baik segi agama, idiologi, kebudayaan, maupun kebutuhan Negara itu sendiri. Dsdengan demikian, dinegara kita tidak sama dengan Negara-negara lain, untuk itu, maka: 1) Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, 2) Kuriulum merupakan program yang harus dilaksanakan oleh guru dan murid dalam proses belajar mengajar, guna mencapai tujuan-tujuan itu, 3) kurikulum merupakan pedoman guru dan siswa agar terlaksana proses belajar mengajar dengan baik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
B. Fungsi Kurikulum Bagi Sekolah yang Bersangkutan Kurikulum Bagi Sekolah yang Bersangkutan mempunyai fungsi sebagai berikut: 1) Sebagai alat mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan 2) Sebagai pedoman mengatur segala kegiatan sehari-hari di sekolah tersebut, fungsi ini meliputi: a. Jenis program pendidikan yang harus dilaksanakan b. Cara menyelenggarakan setiap jenis program pendidikan c. Orang yang bertanggung jawab dan melaksanakan program pendidikan.
C. Fungsi kurikulum yang ada di atasnya 1) Fungsi Kesinambungan Sekolah pada tingkat atasnya harus mengetahui kurikulum yang dipergunakan pada tingkat bawahnya sehingga dapat menyesuaikan kurikulm yang diselenggarakannya. 2) Fungsi Peniapan Tenaga Bilamana sekolah tertentu diberi wewenang mempersiapkan tenaga guru bagi sekolah yang memerlukan tenaga guru tadi, baik mengenai isi, organisasi, maupun cara mengajar.
D. Fungsi Kurikulum Bagi Guru Guru tidak hanya berfungsi sebagai pelaksana kurikulum sesuai dengan kurikulum yang berlaku, tetapi juga sebagai pengembanga kurikulum dalam rangaka pelaksanaan kurikulum tersebut.
E. Fungsi Kurikulum Bagi Kepala Sekolah Bagi kepala sekolah, kurikulum merupakan barometer atau alat pengukur keberhasilanprogram pendidikan di sekolah yang dipimpinnya. Kepala sekolah dituntut untuk menguasai dan mengontrol, apakah kcegiatan proses pendidikan yang dilaksanakan itu berpijak pada kurikulum yang berlaku.
F. Fungsi Kurikulum Bagi Pengawas (supervisor) Bagi para pengawas, fungsi kurikulum dapat dijadikan sebagai pedoman, patokan, atau ukuran dan menetapkan bagaimana yang memerlukan penyempurnaan atau perbaikan dalam usaha pelaksanaan kurikulum dan peningkatan mutu pendidikan.
G. Fungsi Kurikulum Bagi Masyarakat Melalui kurikulum sekolah yang bersangkutan, masyarakat bisa mengetahui apakah pengetahuan, sikap, dan nilaiserta keterampilan yang dibutuhkannya relevan atau tidak dengan kuri-kulum suatu sekolah.a
H. Fungsi Kurikulum Bagi Pemakai Lulusan Instansi atau perusahaan yang memper-gunakan tenaga kerja yang baik dalamarti kuantitas dan kualitas agar dapat meningkatkan produk-tivitas.
Berbicara mengenai sejarah berarti kita membicarakan mengenai keadan yang telah berlalu di masa lalu, begitu halnya jika kita membahas mengeni sejarah kurikulum Indonsia berarti kita akan membahas mengenai perkembangan kurikulum di Indonesia dari beberapa periode atau zaman.
Kurikulum pada hakekatnya adalah alat pendidikan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.  Oleh karena itu, kurikulum akan searah dengan tujuan pendidikan, dan tujuan pendidikan searah dengan perkembangan tuntutan dan kebutuhan masyarakat (Sanjaya, 2007). Dalam  dunia pendidikan kita, sampai sekarang masih beredar di masyarakat sebuah pameo, “ganti menteri, ganti aturan.” Saking biasanya, maka ketika muncul sebuah aturan (baca: kurikulum) baru, masyarakat menjadi tidak kaget lagi.
Yang menjadi pertanyaan adalah benarkah tiap ganti menteri mesti ganti aturan? Adakah ini berarti bahwa masyarakat tidak menghendaki adanya aturan baru? Sebab, seperti bisa diduga, ekses dari sebuah aturan baru biasanya dikaitkan dengan pembelian buku pelajaran baru, yang memaksa orangtua merogoh kocek yang sudah semakin kempis.

A.      PENDIDIKAN SEBELUM  MASA KOLONIALISME
Pada saat zaman hindu budha, pendidikan hanya dinikmati oleh kelas Brahmana, yang merupakan kelas teratas dalam kasta Hindu. Mereka umumnya belajar teologi, sastra, bahasa, ilmu pasti, dan ilmu seni bangunan. Sejarah mencatat, kerajaan-kerajaan Hindu seperti Kalingga, Kediri, Singosari, dan Majapahit, melahirkan para empu, punjangga, karya sastra, dan seni yang hebat.
Padepokan adalah model pendidikan zaman hindu yang dikelola oleh seorang guru/bengawan dan murid/cantrik mempelajari ilmu bersifat umum, religius, dan juga kesaktian. Murid di Padepokan bisa keluar masuk bila merasa cukup atau tidak puas dengan pengajaran guru.
Pada zaman penyebaran Islam, pola pendidikan bernapaskan islam menyebar dan mewarnai penyelenggaraan pendidikan. Pusat-pusat pendidikan tesebar di langgar, surau, meunasah (madrasah), masjid, dan pesantren. Pesantren adalah lembaga pendidikan formal tertua di Indonesia. Pesantren diajar oleh seorang kyai, dan santri/murid tinggal di pondok/asrama di sekitar pesantren. Jumlah pondok pesantren cukup banyak tersebar di Jawa, Aceh, dan sumatera selatan. Sampai saat ini pondok pesantran masih eksis, menurut data DEPAG pada tahun 2005-2006 jumlah pesantren yang asa di 33 propinsi di Indonesia adalah 16.015 buah, dengan jumlah santri sebanyak 3.190.394 orang, dengan proposi laki-laki 53,2% dan perempuan 46,8%.  Bagaimana perkembangan pendidikan islam dari sebelum merdeka hingga kini, bisa dibaca dihalaman madrasah pada blog ini.
A.     PENDIDIKAN MASA KOLONIALISME
Pada masa penjajahan Portugis didirikan sekolah-sekolah misionaris. Portugis mendirikan sekolah seminari di Ambon, Maluku, dan sebagian Nusa Tenggara Timur. Belanda pada awal kedatangannya pun melakukan hal yang sama dengan Portugis. Pendidikan banyak ditangani oleh kalangan gereja kristen dengan bendera Nederlands Zendelingen Gennootschap (NZG). Pasca politik etis, Belanda mengucurkan dana pendidikan yang banyak dan bertambah setiap tahunnya, tetapi tujuannya untuk melestrarikan penjajahan di Indonesia.
Pada masa penjajahan Belanda, setidaknya ada tiga sistem pendidikan dan pengajaran yang berkembang saat itu. Pertama, sistem pendidikan Islam yang diselenggarakan perantren. Kedua, sistem pendidikan Belanda.  Sistem pendidikan Belanda diatur dengan prosedur yang ketat dari mulai aturan siswa, pengajar, sistem pengajaran, dan kurikulum. Sistem prosedural seperti ini sangat berbeda dengan sistem prosedural pada sistem pendidikan islam yang telah dikenal sebelumnya.  Sistem pendidikan belanda pun bersifat diskriminatif.  Sekolah-sekolah dibentuk   dengan membedakan pendidikan antara anak Belanda, anak timur asing, dan anak pribumi. Golongan pribumi ini masih dipecah lagi menjadi masyarakat kelas bawah dan priyayi. Susunan persekolahan zaman kolinial adalah sebagai berikut (Sanjaya, 2007:207):
a.       Persekolahan anak-anak pribumi untuk golongan non priyayi menggunakan pengantar bahasa daerah, namanya Sekolah Desa 3 tahun.  Mereka yang berhasil menamatkannya boleh melajutkan ke Sekolah Sambungan (Vervolg School) selama 2 tahun.  Dari sini mereka bisa melanjutkan ke Sekolah Guru atau Mulo Pribumi selama 4 tahun, inilah sekolah paling atas untuk bangsa pribumi biasa.  Untuk golongan pribumi masyarakat bangsawan bisa memasuki His Inlandsche School selama 7 tahun, Mulo selama 3 tahun, dan Algemene Middlebare School (AMS) selama 3 tahun.
b.      Untuk orang timur asing disediakan sekolah seperti Sekolah Cina 5 tahun dengan pengantar bahasa Cina,  Hollandch Chinese School (HCS) yang berbahasa Belanda selama 7 tahun.  Siswa HCS dapat melanjutkan ke Mulo.
c.       Sedangkan untuk orang Belanda disediakan sekolah rendah sampai perguruan tinggi, yaitu Eropese Legere School 7 tahun, sekolah lanjutan HBS 3 dan 5 tahun Lyceum 6 tahun, Maddelbare Meisjeschool 5 tahun, Recht Hoge School 5 tahun, Sekolah kedokteran tinggi 8,5 tahun, dan kedokteran gigi 5 tahun.
Pemerintah kolonial sebenarnya tidak berniat mendirikan universitas tetapi akhirnya mereka mendirikan  universitas untuk kebutuhan mereka sendiri seperti Rechts Hogeschool (RH) dan Geneeskundige Hogeschool di Jakarta. Di Bandung, pemerintah kolonial mendirikan Technische Hogeschool (TH). Kebanyakan dosen TH adalah orang Belanda.  Menurut Soenarta (2005) kaum inlanders atau pribumi agak sulit untuk masuk ke sekolah-sekolah tinggi itu.  Ketika almarhum Prof Roosseno lulus TH, jumlah lulusan yang bukan orang Belanda hanya tiga orang, yaitu Roosseno dan dua orang lagi vreemde oosterling alias keturunan Tionghoa. Bila demikian, lantas berapa orang yang lulus bersama almarhum Ir Soekarno (presiden pertama RI) dan Ir Putuhena? Di zaman pendudukan Jepang, pernah dicari 100 orang insinyur yang dibutuhkan. Padahal saat itu belum ada 90 orang insinyur lulusan TH Bandung.
Agar tidak banyak bangsa Indonesia yang melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi, maka biaya kuliah pun dibuat sangat besar.  Menurut Soenarta (2005) biaya kuliah untuk satu tahun di salah satu sekolah tinggi itu besarnya fl (gulden) 300. Saat itu, harga satu kilogram (kg) beras sama dengan 0,025 gulden. Maka, besar uang kuliah sama dengan 12.000 kg beras. Bila ukuran dan perbandingan itu diterapkan sebagai biaya kuliah di universitas sekarang, sedangkan harga beras sekarang rata-rata Rp 3.000 per kg, maka untuk kuliah di universitas biayanya sebesar Rp 36 juta per mahasiswa per tahun.  Biaya di MULO, setingkat sekolah lanjutan tingkat pertama, adalah sebesar 5,60 gulden per siswa per bulan, setara dengan 224 kg beras. Bila dihitung dengan harga beras sekarang, akan menjadi Rp 672.000 per siswa per bulan. Akibatnya banyak anak Indonesia yang lebih memilih masuk  Ambachtschool atau Technische School, karena biayanya agak murah sedikit. Berbekal keterampilan yang diperoleh di Ambachtschool atau Technische School, siswa bisa langsung bekerja setelah lulus.
Kurikulum pendidikan Belanda dideisain untuk melestarikan penjajahan di Indonesia, maka pada kurikulum pun dikenalkan kebudayaan Belanda, juga penekan hanya pada menulis dengan rapi, membaca, dan berhitung, yang keterampilan ini sangat bermanfaat untuk diperbantukan pada Pemerintah Belanda dengan gaji yang sangat rendah.  Anak-anak Indonesia pada zaman itu tidak diperkenalkan dengan budayanya sendiri dan potensi bangsanya.
Ketiga, sekolah yang dikembangkan tokoh pendidikan nasional seperti KH Ahmad Dahlan dan Ki Hajar Dewantara.  K.H Achmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah yang menggunakan sistem pendidikan barat dengan menambanhkan pelajaran agama islam.  Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa dengan membuat sistem pendidikan yang berakar pada budaya dan filosofi hidup Jawa, yang kemudian dianggap sebagai sistem pengajaran dan pendidikan nasional.
Pada masa Jepang, pendidikan diarahkan untuk menyediakan prajurit yang siap berperang di perang Asia Timur Raya. Peggolongan sekolah berdasarkan status soaial yang dibangun Belanda dihapuskan. Pendidikan hanya digolongkan pada pendidikan dasar 6 tahun, pendidikan menengah pertama, dan pendidikan menegah tinggi yang masing-masing tiga tahun, serta pendidikan tinggi. Sekolah Rendah diganti nama menjadi Sekolah Rakyat (Kokumin Gakko), Sekolah Menengah Pertama (Shoto Chu Gakko), dan Sekolah Mengengah Tinggi (Koto Chu Gakko). Hampir semua pendidikan tinggi yang ada pada zaman Belanda ditutup, kecuali Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta, dan Sekolah Teknik Tinggi di Bandung.
Pada masa peralihan dari Jepang ke Sekutu, ketika proklamasi dikumandangkan, dibentuklah Panitia Penyelidik Pengajaran RI yang dipimpin oleh Ki Hajar Dewantara. Lembaga ini melahirkan rumusan pertama sistem pendidikan nasional, yakni pendidikan bertujuan menekankan pada semangat dan jiwa patriotisme. Kemudian disusun punla pembaruan kurikulum pendidikan dan pengajaran. Kurikulum sekolah dasar lebih mengutamakan pendekatan filosofis-ideologis. Proses penyunsunan singkat dan tentu saja tanpa disertai data empiris. Penetapan isi kurikulum di masa permulaan kemerdekaan itu berdasarkan asumsi belaka.
Setelah Indonesia merdeka dalam pendidikan dikenal beberapa masa pemberlakuan kurikulum yaitu kurikulum sederhana (1947-1964), pembaharuan kurikulum (1968 dan 1975), kurikulum berbasis keterampilan proses (1984 dan 1994), dan kurikulum berbasis kompetensi 2004 kurikulum tingkat satuan pemdidikan  2006 dan kurikulum 2013
B.     KURIKULUM SEDERHANA (1947-1964)
Rencana Pelajaran 1947
Kurikulum pertama pada masa kemerdekaan namanya Rencana Pelajaran 1947. Ketika itu penyebutannya lebih populer menggunakan leer plan (rencana pelajaran) ketimbang istilah curriculum dalam bahasa Inggris. Rencana Pelajaran 1947 bersifat politis, yang tidak mau lagi melihat dunia pendidikan masih menerapkan kurikulum Belanda, yang orientasi pendidikan dan pengajarannya ditujukan untuk kepentingan kolonialis Belanda. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Situasi perpolitikan dengan gejolak perang revolusi, maka Rencana Pelajaran 1947, baru diterapkan pada tahun 1950. Oleh karena itu Rencana Pelajaran 1947 sering juga disebut kurikulum 1950.
Susunan Rencana Pelajaran 1947 sangat sederhana, hanya memuat dua hal pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis besar pengajarannya. Rencana Pelajaran 1947 lebih mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat, daripada pendidikan pikiran. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian, dan pendidikan jasmani.
Mata pelajaran untuk tingkat Sekolah Rakyat ada 16, khusus di Jawa, Sunda, dan Madura diberikan bahasa daerah. Daftar pelajarannya adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi, Sejarah, Menggambar, Menulis, Seni Suara, Pekerjaan Tangan, Pekerjaan Keputrian, Gerak Badan, Kebersihan dan Kesehatan, Didikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Agama. Pada awalnya pelajaran agama diberikan mulai kelas IV, namun sejak 1951 agama juga diajarkan sejak kelas 1.
Garis-garis besar pengajaran pada saat itu menekankan pada cara guru mengajar dab cara murid mempelajari. Misalnya, pelajaran bahasa mengajarkan bagaimana cara bercakap-cakap, membaca, dan menulis. Ilmu Alam mengajarkan bagaimana proses kejadian sehari-hari, bagaimana mempergunakan berbagai perkakas sederhana 9pompa, timbangan, manfaat bes berani), dan menyelidiki berbagai peristiwa sehari-hari, misalnya mengapa lokomotif diisi air dan kayu, mengapa nelayan melaut pada malam hari, dan bagaimana menyambung kabel listrik.
Pada perkembangannya, rencana pelajaran lebih dirinci lagi setiap pelajarannya, yang dikenal dengan istilah Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar satu mata pelajaran”. Pada masa itu juga dibentuk Kelas Masyarakat. yaitu sekolah khusus bagi lulusan SR 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat mengajarkan keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan. Tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung bekerja.
Struktur program Sekolah Rakyat (SD) menurut Rencana Pelajaran 1947 adalah sebagai berikut:
No
Mata Pelajaran
Kelas
1
2
3
4
5
6
1.
B. Indonesia
-
-
8
8
8
8
2.
B. Daerah
10
10
6
4
4
4
3.
Berhitung
6
6
7
7
7
7
4.
Ilmu Alam
-
-
-
-
1
1
5.
Ilmu Hayat
-
-
-
2
2
2
6.
Ilmu Bumi
-
-
1
1
2
2
7.
Sejarah
-
-
-
1
2
2
8.
Menggambar
-
-
-
-
2
2
9.
Menulis
4
4
3
3
-
-
10.
Seni Suara
2
2
2
2
2
2
11.
Pekerjaan Tangan
1
1
2
2
2
2
12.
Pekerjaan kepurtian
-
-
-
1
2
2
13.
Gerak Badan
3
3
3
3
3
3
14.
Kebersihan dan kesehatan
1
1
1
1
1
1
15.
Didikan budi pekerti
1
1
2
2
2
3
16.
Pendidikan agama
-
-
-
2
2
2
JUMLAH
28
28
35
38
40
41

Kurikulum 1964
Pada akhir era kekuasaan Soekarno, kurikulum pendidikan yang lalu diubah menjadi Rencana Pendidikan 1964. Isu yang berkembang pada rencana pendidikan 1964 adalah konsep pembelajaran yang bersifat aktif, kreatif, dan produktif. Konsep pembelajaran ini mewajibkan sekolah membimbing anak agar mampu memikirkan sendiri pemecahan persoalan (problem solving). Rencana Pendidikan 1964 melahirkan Kurikulum 1964 yang menitik beratkan pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral, yang kemudian dikenal dengan istilah Pancawardhana. Disebut Pancawardhana karena lima kelompok bidang studi, yaitu kelompok perkembangan moral, kecerdasan, emosional/artisitk, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pada saat itu pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis, yang disesuaikan dengan perkembangan anak. Cara belajar dijalankan dengan metode disebut gotong royong terpimpin. Selain itu pemerintah menerapkan hari sabtu sebagai hari krida. Maksudnya, pada hari Sabtu, siswa diberi kebebasan berlatih kegitan di bidang kebudayaan, kesenian, olah raga, dan permainan, sesuai minat siswa.   Kurikulum 1964 adalah alat untuk membentuk manusia pacasialis yang sosialis Indonesia, dengan sifat-sifat seperti pada ketetapan MPRS No II tanun 1960.
Penyelenggaraan pendidikan dengan kurikulum 1964 mengubah penilaian di rapor bagi kelas I dan II yang asalnya berupa skor 10 – 100 menjadi huruf A, B, C, dan D. Sedangkan bagi kelas II hingga VI tetap menggunakan skor 10 – 100.
Kurikulum 1964 bersifat separate subject curriculum, yang memisahkan mata pelajaran berdasarkan lima kelompok bidang studi (Pancawardhana).  Struktur program berdasarkan kurikulum ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
No
Mata Pelajaran
Kelas
1
2
3
4
5
6
I
Pengembangan Moral
1.      Pendidikan kemasyarakatan
1
2
3
3
3
3
2.      Pendidikan agama/budi pekerti
1
2
2
2
2
2
II
Perkembangan kecerdasan
3.   Bahasa Daerah
9
8
5
3
3
3
4.   Bahasa Indonesia
-
-
6
5
8
8
5.   Berhitung
6
6
6
6
6
6
6.   Pengetahuan alamiah
1
1
2
2
2
2
III
Pengembangan emosional/artistik
7.      Pendidikan kesenian
2
2
4
4
4
4
IV
Pengembangan keprigelan
8.      Pendidikan keprigelan
2
2
4
4
4
4
V
Pengembangan jasmani
9.         Pendidikan jasmani/Kesehatan
3
3
4
4
4
4
Jumlah
25
26
36
36
36
36

C.     PEMBAHARUAN KURIKULUM 1968 dan 1975
Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 lahir dengan pertimbangan politik ideologis. Tujuan pendidikan pada kurikulum 1964 yang bertujuan menciptakan masyarakat sosialis Indonesia diberangus, pendidikan pada masa ini lebih ditekankan untuk membentuk manusia pancasila sejati.
Kurikulum 1968 bersifat correlated subject curriculum, artinya materi pelajaran pada tingkat bawah mempunyai korelasi dengan kurikulum sekolah lanjutan. Bidang studi pada kurikum ini dikelompokkan pada tiga kelompok besar: pembinaan pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah mata pelajarannya 9, yang memuat hanya mata pelajaran pokok saja. Muatan materi pelajarannya sendiri hanya teoritis, tak lagi mengkaitkannya dengan permasalahan faktual di lingkungan sekitar. Metode pembelajaran sangat dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pendidikan dan psikologi pada akhir tahun 1960-an. Salah satunya adalah teori psikologi unsur. Contoh penerapan metode pembelajarn ini adalah metode eja ketika pembelajaran membaca. Begitu juga pada mata pelajaran lain, “anak belajar melalui unsur-unsurnya dulu”.  Struktur kurikulum 1968 dapat dilihat pada tabel berikut ini:
No
Mata Pelajaran
Kelas
1
2
3
4
5
6
I
Pembinaan Jiwa Pancasila
1.   Pendidikan agama
2
2
3
4
4
4
2.   Pendidikan kewarganegaraan
2
2
4
4
4
4
3.   Bahasa Indonesia
-
-
6
6
6
6
4.   Bahasa Daerah
8
8
2
2
2
2
5.   Pendidikan olahraga
2
2
3
3
3
3
II
Pengembangan pengetahuan dasar
6.   Berhitung
7
7
7
6
6
6
7.   IPA
2
2
4
4
4
4
8.   Pendidikan kesenian
2
2
2
2
2
2
9.   Pendidikan kesejahteraan keluarga
1
1
2
2
2
2
III
Pembinaan kecakapan khusus
10.     Pendidikan kejuruan
2
2
5
5
5
5
Jumlah
28
28
40
40
40
40

Kurikulum 1975
Dibandingkan kurikulum sebelumnya, kurikulum ini lebih lengkap, jika dilihat dari pedoman yang dikembangkan dalam kurikulum tersebut.  Pada kurikulum SD 7 unsur pokok yang disajikan dalam 3 buku.  Tujuh unsur pokok tersebut adalah dasar, tujun, dan prinsip; struktur program kurikulum; GBPP; sistem penyajian; sistem penilaian; sistem bimbingan dan penyuluhan; pedoman supervisi dan administrasi.  Pembuatan buku pedoman, pada kurikulum selanjutnya tetap dipertahankan.
Pendekatan kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efesien, yang mempengaruhinya adalah konsep di bidang manajemen, yaitu MBO (Management by Objective). Melalui kurikulum 1968 tujuan pembelajaran setiap mata pelajaran yang terkandung pada kurikulum 1968 lebih dipertegas lagi. Metode, materi, dan tujuan pengajarannya tertuang secara gambalang dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Melalui PPSI kemudian lahir satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan bahsasb memiliki unsur-unsur: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar mengajar, dan evaluasi.
Kurikulum 1975 didasari konsep SAS (Structural, analysis, sintesis). Anak menjadi pintar karena paham dan mampu menganalisis sesuatu yang dihubungkan dengan mata pelajaran di sekolah. Kurikulum 1975 juga dimaksudkan untuk menyerap perkembangan ilmu era 1970-an. Selain memperkuat matematika, pelajaran teoritis IPA juga dipertajam. Jam pelajaran yang tadinya 41 jam per minggu, menjadi 43 jam. Pelajaran IPA menjadi gabungan dari Ilmu Hayat dan Ilmu Alam. Sisi positif kurikulum ini adalah, “ilmu-ilmu dasar yang diserap siswa SD pada masa itu menjadi semakin berkembang”. Akan tetapi dampak dari kurikulum 1975 adalah banyak guru menghabiskan waktunya untuk mengerjakan tugas administrasi, seperti membuat TIU, TIK, dan lain-lain; sedangkan substansi materi uang akan diajarkan kurang didalami.
Struktur program pada kurikulum 1975 di sekolah dasar adalah sebagai berikut:
No
Mata Pelajaran
Kelas
1
2
3
4
5
6
1.
Pendidikan agama
2
2
2
2
2
2
2.
Pendidikan Moral Pancasila
2
2
3
4
4
4
3.
B. Indonesia
8
8
8
8
8
8
4.
IPS
-
-
2
2
2
2
5.
Matematika
6
6
6
6
6
6
6.
IPA
2
2
3
4
4
4
7.
Olah raga dan kesehatan
2
2
3
3
3
3
8.
Kesenian
2
2
3
4
4
4
9.
Keterampilan khusus
2
2
4
4
4
4
JUMLAH
26
26
33
36
36
36

D.     KURIKULUM KETERAMPILAN PROSES
Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach, yang senada dengan tuntukan GBHN 1983 bahwa pendidikan harus mampu mencetak tenaga terdidik yang kreatif, bermutu, dan efisien bekerja. Kurikulum 1984 tidak mengubah semua hal dalam, kurikulum 1974, meski mengutamakan proses tapi faktor tujuan tetap dianggap penting. Oleh karena itu kurikulum 1984 disebut kurikulum 1975 yang disempurnakan. Posisi Siswa dalam kurikulum 1984 diposisikan sebagai subyek belajar. Dari hal-hal yang bersifat mengamati, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan, menjadi bagian penting proses belajar mengajar, inilah yang disebut konsep Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).
CBSA didasarkan pada disertasi Conny R. Semiawan, yang didasarkan pada pandangan Sikortsky, yang menelorkan Zone of Proximality Development. Teori yang mengatakan bahwa setiap manusia mempunyai potensi dan potensi itu dapat teraktualisasi melalui ketuntasan belajar tertentu. Tetapi antara potensi dan aktualisasi terdapat daerah abu-abu (grey area), guru berkewajiban menjadikan daerah abu-abu ini dapat teraktualisasi. Caranya dengan belajar kelompok.
Dari sisi konten tidak banyak perubahan pada kurikulum ini, kecuali ditambahkannya pembelajaran PSPB.  Struktur kurikulum pada tingkat sekolah dasar dapat dilihat pada tabel berikut ini:
No
Mata Pelajaran
Kelas
1
2
3
4
5
6
1.
Pendidikan agama
2
2
2
2
3
3
2.
Pendidikan Moral Pancasila
2
2
2
2
2
2
3.
PSPB
1
1
1
1
1
1
4.
B. Indonesia
8
8
8
8
8
8
5.
IPS
-
-
2
3
2
2
6.
Matematika
6
6
6
6
6
6
7.
IPA
2
2
3
4
4
4
8.
Olah raga dan kesehatan
2
2
3
3
3
3
9.
Kesenian
2
2
3
4
4
4
10.
Keterampilan khusus
2
2
4
4
4
4
11.
B. Daerah
2
2
2
2
2
JUMLAH
26
26
33
36
36
36

Kurikulum 1994
Lahirnya UU No 2 tahun 1989 tentang pendidikan nasional, merupakan pemicu lahirnya kurikulum 1994.  Menurut UU tersebut, pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdasakan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manisia beriman dan bertakwa kepada tuhan yang mahaesa, berbudi luhur, memeliki keterampilan dan pengetahuan, kessehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.  Pada kurikulum 1994, pendidikan dasar dipatok menjadi sembilan tahun (SD dan SMP).  Berdasarkan struktur kulikulum, kurikulum 1994 berusaha menyatukan kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1975 dengan pendekatan tujuan dan kurikulum 1984 dengan tujuan pendekatan proses.  Pada kurikulum ini pun dimasukan muatan lokal, yang berfungsi mengembangkan kemampuan siswa yang dianggap perlu oleh daerahnya.  Pada kurikulum ini beban belajar siswa dinilai terlalu berat, karena ada muatan nasional dan lokal. Walaupun ada suplemen 1999 seiring dengan tuntutan reformasi, namun perubahan tidak total. Struktur kurikulum 1994 adalah sebagai berikut:
No
Mata Pelajaran
Kelas
1
2
3
4
5
6
1.
Pendidikan agama
2
2
2
2
2
2
2.
Pendidikan Moral Pancasila
2
2
2
2
2
2
3.
B. Indonesia
10
10
10
8
8
8
4.
IPS
-
-
3
5
5
5
5.
Matematika
10
10
10
8
8
8
6.
IPA
3
6
6
6
7.
Olah raga dan kesehatan
3
5
5
5
8.
Kerajinan tangan dan kesenian
2
2
2
2
2
2
9.
Muatan lokal
2
2
2
2
2
2
JUMLAH
30
30
38
40
42
42

E.     KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI
Kurikulum 2004
Kurikulum 2004 lebih populer dengan sebutan KBK (kurikulum Berbasis Kompetensi). Lahir sebagai respon dari tuntutan reformasi, diantaranya UU No 2 1999 tentang pemerintahan daerah,  UU No 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonom, dam Tap MPR No IV/MPR/1999 tentang arah kebijakan pendidikan nasional.  KBK tidak lagi mempersoalkan proses belajar, proses pembelajaran dipandang merupakan wilayah otoritas guru, yang terpenting pada tingkatan tertentu peserta didik mencapai kompetensi yang diharapkan.  Kompetensi dimaknai sebagai perpaduan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir, dan bertindak.  Seseorang telah memiliki kompetensi dalam bidang tersebut yang tercermin dalam pola perilaku sehari-hari.
Kompetensi mengandung beberapa aspek, yaitu knowledge, understanding, skill, value, attitude, dan interest.  Dengan mengembangkan aspek-aspek ini diharapkan siswa memahami, mengusai, dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari materi-materi yang telah dipelajarinya.  Adapun kompentensi sendiri diklasifikasikan menjadi: kompetensi lulusan (dimilik setelah lulus), kompetensi standar (dimiliki setelah mempelajari satu mata pelajaran), kompetensi dasar (dimiliki setelah menyelesaikan satu topik/konsep), kompetensi akademik (pengetahuan dan keterampilan dalam menyelesaikan persoalan), kompetensi okupasional (kesiapan dan kemampuan beradaptasi dengan dunia kerja), kompetensi kultural (adaptasi terhadap lingkungan dan budaya masyarakat Indonesia), dan kompetensi temporal (memanfaatkan kemampuan dasar yang dimiliki siswa. KBK dinilai lebih unggul daripada kurikulum 1994, jika dilihat dari beberapa aspek berikut ini:
Beberapa keunggulan KBK dibandingkan kurikulum 1994 adalah:
1994
KBK
Yang dikedepankan
Penguasaan materi
Hasil dan kompetenasi
Paradigma pembelajaran
versi UNESCO: learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be
Silabus
Silabus ditentukan secara seragam
Peran serta guru dan siswa dalam proses pembelajaran, silabus menjadi kewenagan guru.
Jumlah jam pelajaran
40 jam per minggu
32 jam perminggu, tetapi jumlah mata pelajaran belum bissa dikurangi
Metode pembelajaran
Keterampilan proses
Lahir metode pembelajaran PAKEM dan CTL
Sistem penilaian
Lebih menitik beratkan pada aspek kognitif
Penilaian memadukan keseimbangan kognitif, psikomotorik, dan afektif, dengan penekanan penilaian berbasis kelas
KBK memiliki empat komponen, yaitu kurikulum dan hasil belajar (KHB), penilaian berbasis kelas (PBK), kegiatan belajar mengajar (KBM), dan pengelolaan kurikulum berbasis sekolah (PKBS).  KHB berisi tentang perencaan pengembangan kompetensi siswa yang perlu dicapai secara keseluruhan sejak lahir sampai usia 18 tahun.  PBK adalah melakukan penilaian secara seimbang di tiga ranah, dengan menggunakan instrumen tes dan non tes, yang berupa portofolio, produk, kinerja, dan pencil test. KBM diarahkan pada kegiatan aktif siswa dala membangun makna atau pemahaman, guru tidak bertindak sebagai satu-satunya sumber belajar, tetapi sebagai motivator yang dapat menciptakan suasana yang memungkinkan siswa dapat belajar secara penuh dan optimal.  PKBS memuat berbagai pola pemberdayaan tenaga kependidikan dan sumberdaya lain untuk meningkatkan mutu hasil belajar.  Struktur kurikulum KBK adalah sebagai berikut
No
Mata Pelajaran
Kelas
1
2
3
4
5
6
Matapelajaran
1.      Pendidikan agama
tematik
3
2.      Pendidikan kewarganegaraan dan pengetahuan sosial
5
3.      Bahasa Indonesia
5
4.      Matematika
5
5.      IPA
4
6.      Kerajinan tangan dan kesenian
4
7.      Pendidikan jasmani
4
pembiasaan
8.      Kegiatan yang mendorong/mendukung pembiasaan
2
Mulok
9.      Mata pelajaran/kegiatan
Jumlah
27
32

F.      KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP 2006)
Kurikulum 2006 atau KTSP tidak mengubah KBK, bahkan sebagai penegas KBK (Jalal, 2006). Dibandingkan kurikulum 1994,  kurikulum KTSP lebih sederhana, karena ada pengurangan beban belajar sebanyak 20%, jam pelajaran yang dikurangi antara 100-200 jam per tahun, bahan ajar yang dianggap memberatkan siswa pun akan dikurangi, kurikulum ini lebih menekankan pada pengembangan kompetensi siswa dari pada apa yang harus dilakukan guru. Kurikulum 2006 adalah penyempurnaan dari KBK yang telah diuji coba kelayakannya secara publik, melalui beberapa sekolah yang menjadi pilot project.  Menurut Jalal (2006) KBK tidak resmi, hanya uji coba yang diterapkan di sekitar 3.000 sekolah se- Indonesia.
KTSP sendiri lahir sebagai respon dari UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, terutama pasal 36 ayat 1 dan 2.  KTSP bertujuan memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan.  Prinsip pengembangan KTSP adalah:
1. Berpusat pada potensi, pengembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik, dan lingkungannya.
2.  Beragam dan terpadu
3.  Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
4.  Relevan dengan kebutuhan kehidupan
5.  Menyeluruh dan berkesinambungan
6.  Belajar sepanjang hayat
7.  Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Komponen dalam KTSP adalah:
1.    Tujuan pada pendidikan dasar: meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk  hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lanjut.
2.   Struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar
No
Mata Pelajaran
Kelas
1
2
3
4
5
6
Matapelajaran
1.      Pendidikan agama
tematik
3
2.      Pendidikan kewarganegaraan
2
3.      Bahasa Indonesia
5
4.      Matematika
5
5.      IPA
4
6.      IPS
3
7.      Kerajinan tangan dan kesenian
4
8.      Pendidikan jasmani
4
9.      Seni budaya dan keterampilan
4
Mulok
2
Pengembangan diri
2
Jumlah
26
27
28
32

3.      Kenaikan kelas dan kelulusan berdasarkan PP 19/2005 pasal 72 ayat 1, siswa dinyatakan lulus apabila: menyelesaikan seluruh program pembelajaran, memperoleh nilai minimal, lulus ujian sekolah, dan lulus ujian nasional.

PENGEMBANGAN SILABUS
Pada KTSP menuntut satuan pendidikan untuk mengembangkan silabus.  Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompentensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan suber/alat/bahan belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.
Silabus dikembangkan dengan menekankan pada prinsip ilmiah, relevan, sistematis, konsisten, memadai, aktual dan kontekstual, fleksibel, dan menyeluruh.
Berdasarkan unit waktu:
1.      Silabus mata pelajaran disusun berdasarkan seluruh alokasi waktu yang disediakan untuk mata pelajaran selama penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan.
2.      Penyusunan silabus memperhatikan alokasi waktu yang disediakan per semester, pertahun, dan alokasi waktu untuk mata pelajaran lain yang sekelompok.
3.      Implementasi per semester menggunakan penggalan silabus sesuai dengan standar kompetensi dasar untuk mata pelajaran dengan alokasi waktu yang tersedia pada struktur kurikulum.
Pengembangan silabus dilakukan oleh para guru secara mandiri, atau berkelompok dalam sebuah sekolah, atau beberapa sekolah, kelompok MGMP atau PKG, dan dinas pendidikan. Adapun langkah-langkah pengembangan silabus adalah sebagai berikut:
1.      Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar seperti yang ada pada standar isi
2.      Mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran yang menunjang potensi peserta didik, relevansi dengan karakteristik daerah, tingkat perkembangan, kebermanfaatan, struktur ilmu, dan lain-lain.
3.      Mengemban kegiatan pembelajaran untuk memberikan pengalaman belajar yang sesuai dengan pencapaian kompetensi.  Kegiatan pembelajaran menekankan pada proses pengembangan mental dan fisik melalui interaksi antara semua yang terlibat, baik siswa, guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya.
4.      Merumuskan indikator pencapaian kompetensi sebagai penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
5.      Penentuan jenis penilaian berdasarkan indikator baik dalam bentuk tes maupun non tes, tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap penilaian hasil karya, dan lain-lain.
6.      Penentuan alokasi waktu pada setiap kompentensi dasar yang didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran perminggu.
7.      Memanfaatkan sumber belajar sebagai rujukan baik berupa cetak, elektronik, narasumber, lingkungan fisik, a;am, sosial, dan budaya.
Dari uraian di atas, contoh format silabus adalah sebagai berikut:
SILABUS
NAMA SEKOLAH:
MATA PELAJARAN:
KELAS/SEMESTER:
STANDAR KOMPETENSI (LIHAT STANDAR ISI)
KOMPETENSI DASAR (LIHAT STANDAR ISI)
ALOKASI WAKTU:
Materi pokok pembelajaran
Kegiatan pembelajaran
Indikator
Penilaian
Alokasi waktu
Sumber Belajar
Materi pokok pembelajaran
Kegiatan pembelajaran
Indikator
Penilaian
Alokasi waktu
Sumber Belajar
Untuk memperjelas pemahaman tentang kurikulum, kita perlu mengetahui, apa toh yang dimaksud dengan kurikulum? Apa pula KTSP?
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sedang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan (sekolah).
Komponen KTSP terdiri dari:
1. Visi, Misi, dan Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan
2. Struktur dan Muatan KTSP
3. Kalender Pendidikan
4. Silabus
5. RPP
Visi dan Misi, sudah ada dan dimiliki oleh setiap satuan pendidikan. Sedang Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Pengembangan KTSP didasarkan pada PP No.19 Tahun 2005 tentang SNP (Standar Nasional Pendidikan) pasal 17, yang menyebutkan bahwa : 1) Kurikulum tingkat satuan pendidikan dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat, dan karakteristik peserta didik, 2) Sekolah dan komite sekolah/madrasah mengembangkan kurikulum satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan serta berpedoman pada panduan yg disusun oleh BSNP
Dengan demikian kurikulum yang biasanya sudah berupa ‘buku paket’ seragam yang dibuat oleh pemerintah pusat, tidak ada lagi. Yang ada adalah Kurikulum SMP atau SMA Anu. Masing-masing satuan pendidikan (sebut: sekolah), membuat kurikulum sendiri dan dilaksanakan sendiri. Pemerintah pusat hanya memberikan acuan operasional penyusunannya.
Acuan Operasional penyusunan KTSP adalah sebagai berikut :
Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia
Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik
Keragaman potensi dan karakter daerah dan lingkungan
Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
Tuntutan dunia kerja
STRUKTUR DAN MUATAN KTSP
Struktur KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah tertuang dalam Standar Isi, yg dikembangkan dari kelompok mata pelajaran :
Agama dan ahlak mulia
Kewarganegaraan dan kepribadian
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Estetika
Jasmani, olahraga dan kesehatan
Muatan KTSP meliputi sejumlah mata pelajaran yang keluasan dan kedalamannya merupakan beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan. Di samping itu materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri termasuk ke dalam isi kurikulum, sebagai berikut:
 Mata pelajaran
Muatan lokal
Kegiatan Pengembangan diri
Pengaturan beban belajar
Kenaikan Kelas, Penjurusan, dan kelulusan
Pendidikan kecakapan Hidup
Pendidikan berbasis Keunggulan Lokal dan Global
- Mata Pelajaran, beserta alokasi waktu untuk masing-masing tingkat satuan pendidikan tertera pada struktur kurikulum yang tercantum dalam Standar Isi
- Muatan lokal
merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan.
Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini berarti bahwa dalam satu tahun, satuan pendidikan dapat menyelenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal.
- Kegiatan Pengembangan Diri
Kegiatan pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat dan minat setiap peserta didik, sesuai dengan kondisi sekolah.
Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan/atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
- Pengaturan Beban Belajar (contoh)
Komponen
Kelas dan Alokasi Waktu
VII
VIII
IX
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama :
2
2
2
2. Pendidikan Kewarganegaraan
2
2
2
3. Bahasa Indonesia
4
4
4
4. Bahasa Inggris
4
4
4
5. Matematika
4
4
4
6. Ilmu Pengetahuan Alam
4
4
4
7. Ilmu Pengetahuan Sosial
4
4
4
8. Seni Budaya
2
2
2
9. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
2
2
2
10. Keterampilan/Teknologi Informasi dan Komunikasi
2
2
2
B. Muatan Lokal
2
2
2
C. Pengembangan Diri
2*)
2*)
2*)
Jumlah
34
34
34
Setiap jam pelajaran adalah 40 Menit
- Ketuntasan Belajar
Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam satu kompetensi dasar berkisar antara 0 – 100%.
Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%.
Satuan pendidikan harus menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbangan kompleksitas SK dan KD tingkat kemampuan rata-rata peserta didik serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran.
Satuan pendidikan diharapkan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara terus-menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal
- Kenaikan kelas, dan Kelulusan
Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun ajaran. Kriteria kenaikan kelas diatur oleh masing-masing direktorat teknis terkait.
Sesuai dengan ketentuan PP No.19 tahun 2005 pasal 72 Ayat (1), peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah:
Menyelesaiakan seluruh program pembelajaran;
Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan ahlak mulia, kewarganegaraan dan kepribadian, estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan;
Lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran IPTEK; dan
Lulus Ujian Nasional.
- Penjurusan
a. Penjurusan dilakukan pada kelas XI dan XII di SMA/MA.
Kriteria penjurusan diatur oleh direktorat teknis terkait.
Penujuran pada SMK/MAK didasarkan pada spektrum pendidikan kejuruan yang diatur oleh direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
- Pendidikan Kecakapan Hidup
a. Kurikulum untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB,SMK/MAK dapat memasukan pendidikan kecakapan hidup, yang mencakup kecakapan pribadi, sosial, akademik dan/atau kecakapan vokasional.
b. Dapat merupakan bagian dari pendidikan semua mata pelajaran
c. Dapat diperoleh dari peserta didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan dan atau dari satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.
- Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global
a. Kurikulum untuk semua satuan pendidikan dapat memasukan pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.
b. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global dapat merupakan bagian dari semua mata pelajaran.
c. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.
- Kalender Pendidikan
Satuan pendidikan dapat menyusun kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat, dengan memperhatikan kalender pendidikan sebagaimana tercantum dalam Standar Isi.
Demikianlah pemaparan ringkas tentang kurikulum dari masa ke masa, yakni mulai dari Kurikulum 76, hingga 2006 yang dikenal dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Seperti kita lihat, masing-masing kurikulum tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya.
Namun, sebagai produk paling gres, tentu KTSP memiliki kelebihan yang tidak terdapat dalam kurikulum-kurikulum sebelumnya. Karena, ia disusun mengacu kepada kekurangan yang terdapat pada kurikulum terdahulu. Kelebihan ini terutama tampak pada watak desentralistiknya. Meski, di sana sini mengundang kontroversi, toh muatan kurikulum ini tetap mencerminkan watak kebersamaan. Terutama, kebersamaan dalam mengaplikasikan KTSP antara pihak sekolah, guru dan komite sekolah. Ini mudah-mudahan menjadi preseden yang demokratis bagi sistem pendidikan di negeri kita.
G.    KURIKULUM 2013
Secara falsafati, pendidikan adalah proses panjang dan berkelanjutan untuk mentransformasikan peserta didik menjadi manusia yang sesuai dengan tujuan penciptaannya, yaitu bermanfaat bagi dirinya, bagi sesama, bagi alam semesta, beserta segenap isi dan peradabannya.
 Dalam UU Sisdiknas, menjadi bermanfaat itu dirumuskan dalam indikator strategis, seperti beriman-bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam memenuhi kebutuhan kompetensi Abad 21, UU Sisdiknas juga memberikan arahan yang jelas, bahwa tujuan pendidikan harus dicapai salah satunya melalui penerapan kurikulum berbasis kompetensi. Kompetensi lulusan program pendidikan harus mencakup tiga kompetensi, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan, sehingga yang dihasilkan adalah manusia seutuhnya. Dengan demikian, tujuan pendidikan nasional perlu dijabarkan menjadi himpunan kompetensi dalam tiga ranah kompetensi (sikap, pengetahuan, dan keterampilan). Di dalamnya terdapat sejumlah kompetensi yang harus dimiliki seseorang agar dapat menjadi orang beriman dan bertakwa, berilmu, dan seterusnya.
 Mengingat pendidikan idealnya proses sepanjang hayat, maka lulusan atau keluaran dari suatu proses pendidikan tertentu harus dipastikan memiliki kompetensi yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikannya secara mandiri sehingga esensi tujuan pendidikan dapat dicapai.
 Perencanaan Pembelajaran
 Dalam usaha menciptakan sistem perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian yang baik, proses panjang tersebut dibagi menjadi beberapa jenjang, berdasarkan perkembangan dan kebutuhan peserta didik. Setiap jenjang dirancang memiliki proses sesuai perkembangan dan kebutuhan peserta didik sehingga ketidakseimbangan antara input yang diberikan dan kapasitas pemrosesan dapat diminimalkan.
Sebagai konsekuensi dari penjenjangan ini, tujuan pendidikan harus dibagi-bagi menjadi tujuan antara. Pada dasarnya kurikulum merupakan perencanaan pembelajaran yang dirancang berdasarkan tujuan antara di atas. Proses perancangannya diawali dengan menentukan kompetensi lulusan (standar kompetensi lulusan). Hasilnya, kurikulum jenjang satuan pendidikan.
 Dalam teori manajemen, sebagai sistem perencanaan pembelajaran yang baik, kurikulum harus mencakup empat hal. Pertama, hasil akhir pendidikan yang harus dicapai peserta didik (keluaran), dan dirumuskan sebagai kompetensi lulusan. Kedua, kandungan materi yang harus diajarkan kepada, dan dipelajari oleh peserta didik (masukan/standar isi), dalam usaha membentuk kompetensi lulusan yang diinginkan. Ketiga, pelaksanaan pembelajaran (proses, termasuk metodologi pembelajaran sebagai bagian dari standar proses), supaya ketiga kompetensi yang diinginkan terbentuk pada diri peserta didik. Keempat, penilaian kesesuaian proses dan ketercapaian tujuan pembelajaran sedini mungkin untuk memastikan bahwa masukan, proses, dan keluaran tersebut sesuai dengan rencana.
 Dengan konsep kurikulum berbasis kompetensi, tak tepat jika ada yang menyampaikan bahwa pemerintah salah sasaran saat merencanakan perubahan kurikulum, karena yang perlu diperbaiki sebenarnya metodologi pembelajaran bukan kurikulum. (Mohammad Abduhzen, “Urgensi Kurikulum 2013”, Kompas, 21/2 dan “Implementasi Pendidikan”, Kompas, 6/3). Hal ini menunjukkan belum dipahaminya secara utuh bahwa kurikulum berbasis kompetensi termasuk mencakup metodologi pembelajaran.
 Tanpa metodologi pembelajaran yang sesuai, tak akan terbentuk kompetensi yang diharapkan. Sebagai contoh, dalam Kurikulum 2013, kompetensi lulusan dalam ranah keterampilan untuk SD dirumuskan sebagai “memiliki (melalui mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji,  menalar, mencipta) kemampuan pikir dan tindak yang produktif  dan kreatif, dalam ranah konkret dan  abstrak, sesuai dengan yang  ditugaskan kepadanya.”
Kompetensi semacam ini tak akan tercapai bila pengertian kurikulum diartikan sempit, tak termasuk metodologi pembelajaran. Proses pembentukan kompetensi itu, sudah dirumuskan dengan baik melalui kajian para peneliti, dan akhirnya diterima luas sebagai suatu taksonomi.
 Pemikiran pengembangan Kurikulum 2013 seperti diuraikan di atas dikembangkan atas dasar taksonomi-taksonomi yang diterima secara luas, kajian KBK 2004 dan KTSP 2006, dan tantangan Abad 21 serta penyiapan Generasi 2045. Dengan demikian, tidaklah tepat apa yang disampaikan Elin Driana, “Gawat Darurat Pendidikan” (Kompas, 14/12/2012) yang mengharapkan sebelum Kurikulum 2013 disahkan, baiknya dilakukan evaluasi terhadap kurikulum sebelumnya.
 Mengatakan tidak ada masalah dengan kurikulum saat ini adalah kurang tepat. Sebagai contoh, hasil pembandingan antara materi TIMSS 2011 dan materi kurikulum saat ini, untuk mata pelajaran Matematika dan IPA, menunjukkan, kurang dari 70 persen materi TIMSS yang telah diajarkan sampai dengan kelas VIII SMP.
Belum lagi rumusan kompetensi yang belum sesuai dengan tuntutan UU dan praktik terbaik di dunia, ketidaksesuaian materi matapelajaran dan tumpang tindih yang tidak diperlukan pada beberapa materi matapelajaran, kecepatan pembelajaran yang tidak selaras antarmata pelajaran, dangkalnya materi, proses, dan penilaian pembelajaran, sehingga peserta didik kurang dilatih bernalar dan berfikir.

Kompetensi Inti
 Kompetensi lulusan jenjang satuan pendidikan pun masih memerlukan rencana pendidikan yang panjang untuk pencapaiannya. Sekali lagi, teori manajemen mengajarkan, untuk memudahkan proses perencanaan dan pengendaliannya, pencapaian jangka panjang perlu dibagi-bagi jadi beberapa tahap sesuai dengan jenjang kelas di mana kurikulum tersebut diterapkan.
 Sejalan dengan UU, kompetensi inti ibarat anak tangga yang harus ditapak peserta didik untuk sampai pada kompetensi lulusan jenjang satuan pendidikan. Kompetensi inti meningkat seiring meningkatnya usia peserta didik yang dinyatakan dengan meningkatnya kelas.
 Melalui kompetensi inti, sebagai anak tangga menuju ke kompetensi lulusan, integrasi vertikal antarkompetensi dasar dapat dijamin, dan peningkatan kemampuan peserta dari kelas ke kelas dapat direncanakan. Sebagai anak tangga menuju ke kompetensi lulusan multidimensi, kompetensi inti juga memiliki multidimensi. Untuk kemudahan operasionalnya, kompetensi lulusan pada ranah sikap dipecah menjadi dua, yaitu sikap spiritual terkait tujuan membentuk peserta didik yang beriman dan bertakwa, dan kompetensi sikap sosial terkait tujuan membentuk peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab.
 Kompetensi inti bukan untuk diajarkan, melainkan untuk dibentuk melalui pembelajaran mata pelajaran-mata pelajaran yang relevan. Setiap mata pelajaran harus tunduk pada kompetensi inti yang telah dirumuskan. Dengan kata lain, semua mata pelajaran yang diajarkan dan dipelajari pada kelas tersebut harus berkontribusi terhadap pembentukan kompetensi inti.
 Ibaratnya, kompetensi inti merupakan pengikat kompetensi-kompetensi yang harus dihasilkan dengan mempelajari setiap mata pelajaran. Di sini kompetensi inti berperan sebagai integrator horizontal antarmata pelajaran.
 Dengan pengertian ini, kompetensi inti adalah bebas dari mata pelajaran karena tidak mewakili mata pelajaran tertentu. Kompetensi inti merupakan kebutuhan kompetensi peserta didik, sedangkan mata pelajaran adalah pasokan kompetensi dasar yang akan diserap peserta didik melalui proses pembelajaran yang tepat, menjadi kompetensi inti. Bila pengertian kompetensi inti telah dipahami dengan baik, tentunya tidak akan ada kritikan bahwa Kurikulum 2013 adalah salah dengan alasan pada “Kompetensi Inti Bahasa Indonesia” tidak terdapat kompetensi yang mencerminkan kompetensi Bahasa Indonesia, karena memang tidak ada yang namanya kompetensi inti Bahasa Indonesia, sebagaimana yang dipertanyakan Acep Iwan Saidi, “Petisi untuk Wapres” (Kompas, 2/3).
 Dalam mendukung kompetensi inti, capaian pembelajaran mata pelajaran diuraikan menjadi kompetensi dasar-kompetensi dasar yang dikelompokkan menjadi empat. Ini  sesuai dengan rumusan kompetensi inti yang didukungnya, yaitu dalam kelompok kompetensi sikap spiritual, kompetensi sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan.
 Uraian kompetensi dasar sedetil ini adalah untuk memastikan bahwa capaian pembelajaran tidak berhenti sampai pengetahuan saja, melainkan harus berlanjut ke keterampilan, dan bermuara pada sikap.
Kompetensi dasar dalam kelompok kompetensi inti sikap bukanlah untuk peserta didik, karena kompetensi ini tidak diajarkan, tidak dihafalkan, tidak diujikan, tapi sebagai pegangan bagi pendidik, bahwa dalam mengajarkan mata pelajaran tersebut, ada pesan-pesan sosial dan spiritual yang terkandung dalam materinya. Apabila konsep pembentukan kompetensi ini dipahami, dapat mengurangi bahkan menghilangkan kegelisahan yang disampaikan L. Wiliardjo dalam “Yang Indah dan yang Absurd” (Kompas,  22/2)
 Kedudukan Bahasa
 Uraian rumusan kompetensi seperti itu masih belum cukup untuk dapat digunakan, terutama saat merancang kurikulum SD (jenjang sekolah paling rendah), tempat dimana peserta didik mulai diperkenalkan banyak kompetensi untuk dikuasai. Pada saat memulainya pun, peserta didik SD masih belum terlatih berfikir abstrak. Dalam kondisi seperti inilah, maka terlebih dahulu perlu dibentuk suatu saluran yang menghubungkan sumber-sumber kompetensi, yang sebagian besarnya abstrak, kepada peserta didik yang masih mulai belajar berfikir abstrak.
 Di sini peran bahasa menjadi dominan, yaitu sebagai saluran mengantarkan kandungan materi dari semua sumber kompetensi kepada peserta didik.
 Usaha membentuk saluran sempurna (perfect channels dalam teknologi komunikasi) dapat dilakukan dengan menempatkan bahasa sebagai penghela mata pelajaran-mata pelajaran lain. Dengan kata lain, kandungan materi mata pelajaran lain dijadikan sebagai konteks dalam penggunaan jenis teks yang sesuai dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Melalui pembelajaran tematik integratif dan perumusan kompetensi inti, sebagai pengikat semua kompetensi dasar, pemaduan ini akan dapat dengan mudah direalisasikan.
 Dengan cara ini pula, maka pembelajaran Bahasa Indonesia dapat dibuat menjadi kontekstual, sesuatu yang hilang pada model pembelajaran Bahasa Indonesia saat ini, sehingga pembelajaran Bahasa Indonesia kurang diminati oleh pendidik maupun peserta didik.
 Melalui pembelajaran Bahasa Indonesia yang kontekstual, peserta didik sekaligus dilatih menyajikan bermacam kompetensi dasar secara logis dan sistematis. Mengatakan kompetensi dasar Bahasa Indonesia SD, yang memuat penyusunan teks untuk menjelaskan pemahaman peserta didik, terhadap ilmu pengetahuan alam sebagai mengada-ada (Acep Iwan Saidi, “Petisi untuk Wapres”), sama saja dengan melupakan fungsi bahasa sebagai pembawa kandungan ilmu pengetahuan.
Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi yang pernah digagas dalam Rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, tapi belum terselesaikan karena desakan untuk segera mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Rumusannya berdasarkan pada sudut pandang yang berbeda dengan kurikulum berbasis materi, sehingga sangat dimungkinkan terjadi perbedaan persepsi tentang bagaimana kurikulum seharusnya dirancang. Perbedaan ini menyebabkan munculnya berbagai kritik dari yang terbiasa menggunakan kurikulum berbasis materi. Untuk itu ada baiknya memahami lebih dahulu terhadap konstruksi kompetensi dalam kurikulum sesuai koridor yang telah digariskan UU Sisdiknas, sebelum mengkritik.
Dan berikut ini adalah beberapa hal yang baru yang terdapat pada kurikulum 2013 mendatang diantaranya sebagai berikut:

SD – MI (Sekolah Dasar Madrasah Ibtidaiyah)
Kurikulum 2013 berbasis pada sains.
Kurikulum 2013 untuk SD, bersifat tematik integratif.
Kompetensi yang ingin dicapai adalah kompetensi yang berimbang antara sikap, keterampilan, dan pengetahuan, disamping cara pembelajarannya yang holistik dan menyenangkan.
Proses pembelajaran menekankan aspek kognitif, afektif, psikomotorik melalui penilaian berbasis tes dan portofolio saling melengkapi.
Mata pelajara (MAPEL) SD diantaranya:
Pendidikan Agama
PPKn
Bahasa Indonesia
Matematika
IPA
IPS
Seni Budaya dan Prakarya (Muatan Lokal; Mulok)
Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (Muatan Lokal;Mulok)
Alokasi waktu per jam pelajaran SD 35 menit
Banyak jam pelajaran per minggu Kelas I = 30 jam, kelas II= 32 jam, kelas III=34 jam, kelas IV, V,VI=36 jam
SMP – MTs (Sekolah Menengah Pertama – Madrasah Tsanawiyah)
Mata pelajaran SMP MTs kurikulum 2013 sebagai berikut:
Mata Pelajaran:
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
PPKn
Bahasa Indonesia
Matematika
IPA
IPS
Bahasa Inggris
Seni Budaya (Muatan Lokal)
Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (Muatan Lokal)
Prakarya (Muatan Lokal)
Alokasi waktu per jam pelajaran SMP = 40 menit
Banyak jam pelajaran per minggu 38 jam
SMA – MA (Sekolah Menengah Atas – Madrasah Aliyah)
Mata pelajaran SMA – MA kurikulum 2013 sebagai berikut:
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
PPKn
Bahasa Indonesia
Matematika
Sejarah Indonesia
Bahasa Inggris
Seni Budaya (Muatan Lokal)
Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (Muatan Lokal)
Prakarya dan Kewirausahaan (Muatan Lokal)
Alokasi waktu per jam pelajaran SMA = 45 menit

Banyak jam pelajaran per minggu SMA = 39 jam