SEJARAH
KURIKULUM INDONESIA DARI MASA KE MASA
Posted:
Agustus 11, 2013 in Uncategorized
Kurikulum
Kurikulum
adalah perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang diberikan oleh
suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang
akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan.
Penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan
kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut
serta kebutuhan lapangan kerja. Lama waktu dalam satu kurikulum biasanya
disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari sistem pendidikan yang dilaksanakan.
Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan pendidikan menuju arah dan
tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran secara menyeluruh.
Komponen
Kurikulum
Salah
satu fungsi kurikulum ialah sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang
pada dasarnya kurikulum memiliki komponen pokok dan komponen penunjang yang
saling berkaitan dan berinteraksi satu sama lainnya dalam rangka mencapai
tujuan tersebut. Komponen merupakan satu sistem dari berbagai komponen yang
saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya, sebab kalau satu
komponen saja tidak ada atau tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Para
ahli berbeda pendapat dalam menetapkan komponen-komponen kurikulum. Ada yang
mengemukakan 5 komponen kurikulum dan ada yang mengemukakan hanya 4 komponen
kurikulum. Untuk mengetahui pendapat para ahli mengenai komponen kurikulum
berikut Subandiyah (1993: 4-6) mengemukakan ada 5 komponen kurikulum, yaitu:
(1) komponen tujuan; (2) komponen isi/materi; (3) komponen media (sarana dan
prasarana); (4) komponen strategi dan; (5) komponen proses belajar mengajar.
Sementara
Soemanto (1982) mengemukakan ada 4 komponen kurikulum, yaitu: (1) Objective
(tujuan); (2) Knowledges (isi atau materi); (3) School learning experiences
(interaksi belajar mengajar di sekolah) dan; (4) Evaluation (penilaian).
Pendapat tersebut diikuti oleh Nasution (1988), Fuaduddin dan Karya (1992),
serta Nana Sudjana (1991: 21). Walaupun istilah komponen yang dikemukakan
berbeda, namun pada intinya sama yakni: (1) Tujuan; (2) Isi dan struktur
kurikulum; (3) Strategi pelaksanaan PBM (Proses Belajar Mengajar), dan: (4)
Evaluasi.
Fungsi
Kurikulum
Kurikulum
dalam pendidikan memiliki beberapa fungsi sebagai berikut:
A. Fungsi kurikulum
dalam rangka mencapai tujuan pendididkan Fungsi kurikulum dalam pendidikan
tidak lain merupakan alat untuk mencapai tujuan pendididkan.dalam hal ini, alat
untuk menempa manusia yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Pendidikan suatu bangsa dengan bangsa lain tidak akan sama karena setiap bangsa
dan Negara mempunyai filsafat dan tujuan pendidikan tertentu yang dipengaruhi
oleh berbagai segi, baik segi agama, idiologi, kebudayaan, maupun kebutuhan
Negara itu sendiri. Dsdengan demikian, dinegara kita tidak sama dengan
Negara-negara lain, untuk itu, maka: 1) Kurikulum merupakan alat untuk mencapai
tujuan pendidikan nasional, 2) Kuriulum merupakan program yang harus
dilaksanakan oleh guru dan murid dalam proses belajar mengajar, guna mencapai
tujuan-tujuan itu, 3) kurikulum merupakan pedoman guru dan siswa agar
terlaksana proses belajar mengajar dengan baik dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan.
B. Fungsi Kurikulum
Bagi Sekolah yang Bersangkutan Kurikulum Bagi Sekolah yang Bersangkutan
mempunyai fungsi sebagai berikut: 1) Sebagai alat mencapai tujuan pendidikan
yang diinginkan 2) Sebagai pedoman mengatur segala kegiatan sehari-hari di
sekolah tersebut, fungsi ini meliputi: a. Jenis program pendidikan yang harus
dilaksanakan b. Cara menyelenggarakan setiap jenis program pendidikan c. Orang
yang bertanggung jawab dan melaksanakan program pendidikan.
C. Fungsi kurikulum
yang ada di atasnya 1) Fungsi Kesinambungan Sekolah pada tingkat atasnya harus
mengetahui kurikulum yang dipergunakan pada tingkat bawahnya sehingga dapat
menyesuaikan kurikulm yang diselenggarakannya. 2) Fungsi Peniapan Tenaga
Bilamana sekolah tertentu diberi wewenang mempersiapkan tenaga guru bagi sekolah
yang memerlukan tenaga guru tadi, baik mengenai isi, organisasi, maupun cara
mengajar.
D. Fungsi Kurikulum
Bagi Guru Guru tidak hanya berfungsi sebagai pelaksana kurikulum sesuai dengan
kurikulum yang berlaku, tetapi juga sebagai pengembanga kurikulum dalam rangaka
pelaksanaan kurikulum tersebut.
E. Fungsi Kurikulum
Bagi Kepala Sekolah Bagi kepala sekolah, kurikulum merupakan barometer atau
alat pengukur keberhasilanprogram pendidikan di sekolah yang dipimpinnya.
Kepala sekolah dituntut untuk menguasai dan mengontrol, apakah kcegiatan proses
pendidikan yang dilaksanakan itu berpijak pada kurikulum yang berlaku.
F. Fungsi Kurikulum
Bagi Pengawas (supervisor) Bagi para pengawas, fungsi kurikulum dapat dijadikan
sebagai pedoman, patokan, atau ukuran dan menetapkan bagaimana yang memerlukan
penyempurnaan atau perbaikan dalam usaha pelaksanaan kurikulum dan peningkatan
mutu pendidikan.
G. Fungsi Kurikulum
Bagi Masyarakat Melalui kurikulum sekolah yang bersangkutan, masyarakat bisa
mengetahui apakah pengetahuan, sikap, dan nilaiserta keterampilan yang
dibutuhkannya relevan atau tidak dengan kuri-kulum suatu sekolah.a
H. Fungsi Kurikulum
Bagi Pemakai Lulusan Instansi atau perusahaan yang memper-gunakan tenaga kerja
yang baik dalamarti kuantitas dan kualitas agar dapat meningkatkan
produk-tivitas.
Berbicara mengenai
sejarah berarti kita membicarakan mengenai keadan yang telah berlalu di masa
lalu, begitu halnya jika kita membahas mengeni sejarah kurikulum Indonsia
berarti kita akan membahas mengenai perkembangan kurikulum di Indonesia dari
beberapa periode atau zaman.
Kurikulum pada
hakekatnya adalah alat pendidikan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum
akan searah dengan tujuan pendidikan, dan tujuan pendidikan searah dengan perkembangan
tuntutan dan kebutuhan masyarakat (Sanjaya, 2007). Dalam dunia pendidikan kita, sampai sekarang masih
beredar di masyarakat sebuah pameo, “ganti menteri, ganti aturan.” Saking
biasanya, maka ketika muncul sebuah aturan (baca: kurikulum) baru, masyarakat
menjadi tidak kaget lagi.
Yang menjadi pertanyaan
adalah benarkah tiap ganti menteri mesti ganti aturan? Adakah ini berarti bahwa
masyarakat tidak menghendaki adanya aturan baru? Sebab, seperti bisa diduga,
ekses dari sebuah aturan baru biasanya dikaitkan dengan pembelian buku
pelajaran baru, yang memaksa orangtua merogoh kocek yang sudah semakin kempis.
A. PENDIDIKAN SEBELUM MASA KOLONIALISME
Pada saat zaman hindu budha, pendidikan
hanya dinikmati oleh kelas Brahmana, yang merupakan kelas teratas dalam kasta
Hindu. Mereka umumnya belajar teologi, sastra, bahasa, ilmu pasti, dan ilmu
seni bangunan. Sejarah mencatat, kerajaan-kerajaan Hindu seperti Kalingga,
Kediri, Singosari, dan Majapahit, melahirkan para empu, punjangga, karya sastra,
dan seni yang hebat.
Padepokan adalah model pendidikan zaman
hindu yang dikelola oleh seorang guru/bengawan dan murid/cantrik mempelajari
ilmu bersifat umum, religius, dan juga kesaktian. Murid di Padepokan bisa
keluar masuk bila merasa cukup atau tidak puas dengan pengajaran guru.
Pada zaman penyebaran Islam, pola
pendidikan bernapaskan islam menyebar dan mewarnai penyelenggaraan pendidikan.
Pusat-pusat pendidikan tesebar di langgar, surau, meunasah (madrasah), masjid,
dan pesantren. Pesantren adalah lembaga pendidikan formal tertua di Indonesia.
Pesantren diajar oleh seorang kyai, dan santri/murid tinggal di pondok/asrama
di sekitar pesantren. Jumlah pondok pesantren cukup banyak tersebar di Jawa,
Aceh, dan sumatera selatan. Sampai saat ini pondok pesantran masih eksis,
menurut data DEPAG pada tahun 2005-2006 jumlah pesantren yang asa di 33
propinsi di Indonesia adalah 16.015 buah, dengan jumlah santri sebanyak
3.190.394 orang, dengan proposi laki-laki 53,2% dan perempuan 46,8%. Bagaimana perkembangan pendidikan islam dari
sebelum merdeka hingga kini, bisa dibaca dihalaman madrasah pada blog ini.
A. PENDIDIKAN MASA KOLONIALISME
Pada
masa penjajahan Portugis didirikan sekolah-sekolah misionaris. Portugis
mendirikan sekolah seminari di Ambon, Maluku, dan sebagian Nusa Tenggara Timur.
Belanda pada awal kedatangannya pun melakukan hal yang sama dengan Portugis.
Pendidikan banyak ditangani oleh kalangan gereja kristen dengan bendera
Nederlands Zendelingen Gennootschap (NZG). Pasca politik etis, Belanda mengucurkan
dana pendidikan yang banyak dan bertambah setiap tahunnya, tetapi tujuannya
untuk melestrarikan penjajahan di Indonesia.
Pada
masa penjajahan Belanda, setidaknya ada tiga sistem pendidikan dan pengajaran
yang berkembang saat itu. Pertama, sistem pendidikan Islam yang diselenggarakan
perantren. Kedua, sistem pendidikan Belanda.
Sistem pendidikan Belanda diatur dengan prosedur yang ketat dari mulai
aturan siswa, pengajar, sistem pengajaran, dan kurikulum. Sistem prosedural
seperti ini sangat berbeda dengan sistem prosedural pada sistem pendidikan
islam yang telah dikenal sebelumnya.
Sistem pendidikan belanda pun bersifat diskriminatif. Sekolah-sekolah dibentuk dengan membedakan pendidikan antara anak
Belanda, anak timur asing, dan anak pribumi. Golongan pribumi ini masih dipecah
lagi menjadi masyarakat kelas bawah dan priyayi. Susunan persekolahan zaman
kolinial adalah sebagai berikut (Sanjaya, 2007:207):
a. Persekolahan anak-anak pribumi untuk
golongan non priyayi menggunakan pengantar bahasa daerah, namanya Sekolah Desa
3 tahun. Mereka yang berhasil
menamatkannya boleh melajutkan ke Sekolah Sambungan (Vervolg School) selama 2
tahun. Dari sini mereka bisa melanjutkan
ke Sekolah Guru atau Mulo Pribumi selama 4 tahun, inilah sekolah paling atas
untuk bangsa pribumi biasa. Untuk
golongan pribumi masyarakat bangsawan bisa memasuki His Inlandsche School
selama 7 tahun, Mulo selama 3 tahun, dan Algemene Middlebare School (AMS)
selama 3 tahun.
b. Untuk orang timur asing disediakan
sekolah seperti Sekolah Cina 5 tahun dengan pengantar bahasa Cina, Hollandch Chinese School (HCS) yang berbahasa
Belanda selama 7 tahun. Siswa HCS dapat
melanjutkan ke Mulo.
c. Sedangkan untuk orang Belanda disediakan
sekolah rendah sampai perguruan tinggi, yaitu Eropese Legere School 7 tahun,
sekolah lanjutan HBS 3 dan 5 tahun Lyceum 6 tahun, Maddelbare Meisjeschool 5
tahun, Recht Hoge School 5 tahun, Sekolah kedokteran tinggi 8,5 tahun, dan
kedokteran gigi 5 tahun.
Pemerintah
kolonial sebenarnya tidak berniat mendirikan universitas tetapi akhirnya mereka
mendirikan universitas untuk kebutuhan
mereka sendiri seperti Rechts Hogeschool (RH) dan Geneeskundige Hogeschool di
Jakarta. Di Bandung, pemerintah kolonial mendirikan Technische Hogeschool (TH).
Kebanyakan dosen TH adalah orang Belanda.
Menurut Soenarta (2005) kaum inlanders atau pribumi agak sulit untuk
masuk ke sekolah-sekolah tinggi itu.
Ketika almarhum Prof Roosseno lulus TH, jumlah lulusan yang bukan orang
Belanda hanya tiga orang, yaitu Roosseno dan dua orang lagi vreemde oosterling
alias keturunan Tionghoa. Bila demikian, lantas berapa orang yang lulus bersama
almarhum Ir Soekarno (presiden pertama RI) dan Ir Putuhena? Di zaman pendudukan
Jepang, pernah dicari 100 orang insinyur yang dibutuhkan. Padahal saat itu
belum ada 90 orang insinyur lulusan TH Bandung.
Agar
tidak banyak bangsa Indonesia yang melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi,
maka biaya kuliah pun dibuat sangat besar.
Menurut Soenarta (2005) biaya kuliah untuk satu tahun di salah satu sekolah
tinggi itu besarnya fl (gulden) 300. Saat itu, harga satu kilogram (kg) beras
sama dengan 0,025 gulden. Maka, besar uang kuliah sama dengan 12.000 kg beras.
Bila ukuran dan perbandingan itu diterapkan sebagai biaya kuliah di universitas
sekarang, sedangkan harga beras sekarang rata-rata Rp 3.000 per kg, maka untuk
kuliah di universitas biayanya sebesar Rp 36 juta per mahasiswa per tahun. Biaya di MULO, setingkat sekolah lanjutan
tingkat pertama, adalah sebesar 5,60 gulden per siswa per bulan, setara dengan
224 kg beras. Bila dihitung dengan harga beras sekarang, akan menjadi Rp
672.000 per siswa per bulan. Akibatnya banyak anak Indonesia yang lebih memilih
masuk Ambachtschool atau Technische
School, karena biayanya agak murah sedikit. Berbekal keterampilan yang
diperoleh di Ambachtschool atau Technische School, siswa bisa langsung bekerja
setelah lulus.
Kurikulum
pendidikan Belanda dideisain untuk melestarikan penjajahan di Indonesia, maka
pada kurikulum pun dikenalkan kebudayaan Belanda, juga penekan hanya pada
menulis dengan rapi, membaca, dan berhitung, yang keterampilan ini sangat
bermanfaat untuk diperbantukan pada Pemerintah Belanda dengan gaji yang sangat
rendah. Anak-anak Indonesia pada zaman
itu tidak diperkenalkan dengan budayanya sendiri dan potensi bangsanya.
Ketiga,
sekolah yang dikembangkan tokoh pendidikan nasional seperti KH Ahmad Dahlan dan
Ki Hajar Dewantara. K.H Achmad Dahlan
mendirikan Muhammadiyah yang menggunakan sistem pendidikan barat dengan
menambanhkan pelajaran agama islam. Ki
Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa dengan membuat sistem pendidikan yang
berakar pada budaya dan filosofi hidup Jawa, yang kemudian dianggap sebagai
sistem pengajaran dan pendidikan nasional.
Pada
masa Jepang, pendidikan diarahkan untuk menyediakan prajurit yang siap
berperang di perang Asia Timur Raya. Peggolongan sekolah berdasarkan status
soaial yang dibangun Belanda dihapuskan. Pendidikan hanya digolongkan pada
pendidikan dasar 6 tahun, pendidikan menengah pertama, dan pendidikan menegah
tinggi yang masing-masing tiga tahun, serta pendidikan tinggi. Sekolah Rendah
diganti nama menjadi Sekolah Rakyat (Kokumin Gakko), Sekolah Menengah Pertama
(Shoto Chu Gakko), dan Sekolah Mengengah Tinggi (Koto Chu Gakko). Hampir semua
pendidikan tinggi yang ada pada zaman Belanda ditutup, kecuali Sekolah Tinggi
Kedokteran di Jakarta, dan Sekolah Teknik Tinggi di Bandung.
Pada
masa peralihan dari Jepang ke Sekutu, ketika proklamasi dikumandangkan,
dibentuklah Panitia Penyelidik Pengajaran RI yang dipimpin oleh Ki Hajar
Dewantara. Lembaga ini melahirkan rumusan pertama sistem pendidikan nasional,
yakni pendidikan bertujuan menekankan pada semangat dan jiwa patriotisme.
Kemudian disusun punla pembaruan kurikulum pendidikan dan pengajaran. Kurikulum
sekolah dasar lebih mengutamakan pendekatan filosofis-ideologis. Proses
penyunsunan singkat dan tentu saja tanpa disertai data empiris. Penetapan isi
kurikulum di masa permulaan kemerdekaan itu berdasarkan asumsi belaka.
Setelah
Indonesia merdeka dalam pendidikan dikenal beberapa masa pemberlakuan kurikulum
yaitu kurikulum sederhana (1947-1964), pembaharuan kurikulum (1968 dan 1975),
kurikulum berbasis keterampilan proses (1984 dan 1994), dan kurikulum berbasis
kompetensi 2004 kurikulum tingkat satuan pemdidikan 2006 dan kurikulum 2013
B. KURIKULUM SEDERHANA (1947-1964)
Rencana
Pelajaran 1947
Kurikulum
pertama pada masa kemerdekaan namanya Rencana Pelajaran 1947. Ketika itu
penyebutannya lebih populer menggunakan leer plan (rencana pelajaran) ketimbang
istilah curriculum dalam bahasa Inggris. Rencana Pelajaran 1947 bersifat
politis, yang tidak mau lagi melihat dunia pendidikan masih menerapkan
kurikulum Belanda, yang orientasi pendidikan dan pengajarannya ditujukan untuk
kepentingan kolonialis Belanda. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Situasi
perpolitikan dengan gejolak perang revolusi, maka Rencana Pelajaran 1947, baru
diterapkan pada tahun 1950. Oleh karena itu Rencana Pelajaran 1947 sering juga
disebut kurikulum 1950.
Susunan
Rencana Pelajaran 1947 sangat sederhana, hanya memuat dua hal pokok, yaitu
daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis besar
pengajarannya. Rencana Pelajaran 1947 lebih mengutamakan pendidikan watak,
kesadaran bernegara, dan bermasyarakat, daripada pendidikan pikiran. Materi
pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian,
dan pendidikan jasmani.
Mata
pelajaran untuk tingkat Sekolah Rakyat ada 16, khusus di Jawa, Sunda, dan
Madura diberikan bahasa daerah. Daftar pelajarannya adalah Bahasa Indonesia,
Bahasa Daerah, Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi, Sejarah,
Menggambar, Menulis, Seni Suara, Pekerjaan Tangan, Pekerjaan Keputrian, Gerak
Badan, Kebersihan dan Kesehatan, Didikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Agama.
Pada awalnya pelajaran agama diberikan mulai kelas IV, namun sejak 1951 agama
juga diajarkan sejak kelas 1.
Garis-garis
besar pengajaran pada saat itu menekankan pada cara guru mengajar dab cara
murid mempelajari. Misalnya, pelajaran bahasa mengajarkan bagaimana cara
bercakap-cakap, membaca, dan menulis. Ilmu Alam mengajarkan bagaimana proses
kejadian sehari-hari, bagaimana mempergunakan berbagai perkakas sederhana
9pompa, timbangan, manfaat bes berani), dan menyelidiki berbagai peristiwa
sehari-hari, misalnya mengapa lokomotif diisi air dan kayu, mengapa nelayan
melaut pada malam hari, dan bagaimana menyambung kabel listrik.
Pada
perkembangannya, rencana pelajaran lebih dirinci lagi setiap pelajarannya, yang
dikenal dengan istilah Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya
jelas sekali. Seorang guru mengajar satu mata pelajaran”. Pada masa itu juga
dibentuk Kelas Masyarakat. yaitu sekolah khusus bagi lulusan SR 6 tahun yang
tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat mengajarkan keterampilan, seperti
pertanian, pertukangan, dan perikanan. Tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke
jenjang SMP, bisa langsung bekerja.
Struktur
program Sekolah Rakyat (SD) menurut Rencana Pelajaran 1947 adalah sebagai
berikut:
No
|
Mata Pelajaran
|
Kelas
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
1.
|
B. Indonesia
|
-
|
-
|
8
|
8
|
8
|
8
|
2.
|
B. Daerah
|
10
|
10
|
6
|
4
|
4
|
4
|
3.
|
Berhitung
|
6
|
6
|
7
|
7
|
7
|
7
|
4.
|
Ilmu Alam
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1
|
1
|
5.
|
Ilmu Hayat
|
-
|
-
|
-
|
2
|
2
|
2
|
6.
|
Ilmu Bumi
|
-
|
-
|
1
|
1
|
2
|
2
|
7.
|
Sejarah
|
-
|
-
|
-
|
1
|
2
|
2
|
8.
|
Menggambar
|
-
|
-
|
-
|
-
|
2
|
2
|
9.
|
Menulis
|
4
|
4
|
3
|
3
|
-
|
-
|
10.
|
Seni Suara
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
11.
|
Pekerjaan Tangan
|
1
|
1
|
2
|
2
|
2
|
2
|
12.
|
Pekerjaan kepurtian
|
-
|
-
|
-
|
1
|
2
|
2
|
13.
|
Gerak Badan
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
14.
|
Kebersihan dan
kesehatan
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
15.
|
Didikan budi pekerti
|
1
|
1
|
2
|
2
|
2
|
3
|
16.
|
Pendidikan agama
|
-
|
-
|
-
|
2
|
2
|
2
|
|
JUMLAH
|
28
|
28
|
35
|
38
|
40
|
41
|
Kurikulum
1964
Pada
akhir era kekuasaan Soekarno, kurikulum pendidikan yang lalu diubah menjadi
Rencana Pendidikan 1964. Isu yang berkembang pada rencana pendidikan 1964
adalah konsep pembelajaran yang bersifat aktif, kreatif, dan produktif. Konsep
pembelajaran ini mewajibkan sekolah membimbing anak agar mampu memikirkan
sendiri pemecahan persoalan (problem solving). Rencana Pendidikan 1964
melahirkan Kurikulum 1964 yang menitik beratkan pada pengembangan daya cipta,
rasa, karsa, karya, dan moral, yang kemudian dikenal dengan istilah
Pancawardhana. Disebut Pancawardhana karena lima kelompok bidang studi, yaitu
kelompok perkembangan moral, kecerdasan, emosional/artisitk, keprigelan
(keterampilan), dan jasmaniah. Pada saat itu pendidikan dasar lebih menekankan
pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis, yang disesuaikan dengan
perkembangan anak. Cara belajar dijalankan dengan metode disebut gotong royong
terpimpin. Selain itu pemerintah menerapkan hari sabtu sebagai hari krida.
Maksudnya, pada hari Sabtu, siswa diberi kebebasan berlatih kegitan di bidang
kebudayaan, kesenian, olah raga, dan permainan, sesuai minat siswa. Kurikulum 1964 adalah alat untuk membentuk
manusia pacasialis yang sosialis Indonesia, dengan sifat-sifat seperti pada ketetapan
MPRS No II tanun 1960.
Penyelenggaraan
pendidikan dengan kurikulum 1964 mengubah penilaian di rapor bagi kelas I dan
II yang asalnya berupa skor 10 – 100 menjadi huruf A, B, C, dan D. Sedangkan
bagi kelas II hingga VI tetap menggunakan skor 10 – 100.
Kurikulum
1964 bersifat separate subject curriculum, yang memisahkan mata pelajaran
berdasarkan lima kelompok bidang studi (Pancawardhana). Struktur program berdasarkan kurikulum ini
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
No
|
Mata Pelajaran
|
Kelas
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
I
|
Pengembangan Moral
|
|
|
|
|
|
|
1. Pendidikan
kemasyarakatan
|
1
|
2
|
3
|
3
|
3
|
3
|
2. Pendidikan
agama/budi pekerti
|
1
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
II
|
Perkembangan
kecerdasan
|
|
|
|
|
|
|
3. Bahasa
Daerah
|
9
|
8
|
5
|
3
|
3
|
3
|
4. Bahasa
Indonesia
|
-
|
-
|
6
|
5
|
8
|
8
|
5. Berhitung
|
6
|
6
|
6
|
6
|
6
|
6
|
6. Pengetahuan
alamiah
|
1
|
1
|
2
|
2
|
2
|
2
|
III
|
Pengembangan
emosional/artistik
|
|
|
|
|
|
|
7. Pendidikan
kesenian
|
2
|
2
|
4
|
4
|
4
|
4
|
IV
|
Pengembangan
keprigelan
|
|
|
|
|
|
|
8. Pendidikan
keprigelan
|
2
|
2
|
4
|
4
|
4
|
4
|
V
|
Pengembangan jasmani
|
|
|
|
|
|
|
9. Pendidikan
jasmani/Kesehatan
|
3
|
3
|
4
|
4
|
4
|
4
|
|
Jumlah
|
25
|
26
|
36
|
36
|
36
|
36
|
C. PEMBAHARUAN KURIKULUM 1968 dan 1975
Kurikulum
1968
Kurikulum
1968 lahir dengan pertimbangan politik ideologis. Tujuan pendidikan pada
kurikulum 1964 yang bertujuan menciptakan masyarakat sosialis Indonesia diberangus,
pendidikan pada masa ini lebih ditekankan untuk membentuk manusia pancasila
sejati.
Kurikulum
1968 bersifat correlated subject curriculum, artinya materi pelajaran pada
tingkat bawah mempunyai korelasi dengan kurikulum sekolah lanjutan. Bidang studi
pada kurikum ini dikelompokkan pada tiga kelompok besar: pembinaan pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah mata pelajarannya 9, yang
memuat hanya mata pelajaran pokok saja. Muatan materi pelajarannya sendiri
hanya teoritis, tak lagi mengkaitkannya dengan permasalahan faktual di
lingkungan sekitar. Metode pembelajaran sangat dipengaruhi oleh perkembangan
ilmu pendidikan dan psikologi pada akhir tahun 1960-an. Salah satunya adalah
teori psikologi unsur. Contoh penerapan metode pembelajarn ini adalah metode
eja ketika pembelajaran membaca. Begitu juga pada mata pelajaran lain, “anak
belajar melalui unsur-unsurnya dulu”.
Struktur kurikulum 1968 dapat dilihat pada tabel berikut ini:
No
|
Mata Pelajaran
|
Kelas
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
I
|
Pembinaan Jiwa
Pancasila
|
|
|
|
|
|
|
1. Pendidikan
agama
|
2
|
2
|
3
|
4
|
4
|
4
|
2. Pendidikan
kewarganegaraan
|
2
|
2
|
4
|
4
|
4
|
4
|
3. Bahasa
Indonesia
|
-
|
-
|
6
|
6
|
6
|
6
|
4. Bahasa
Daerah
|
8
|
8
|
2
|
2
|
2
|
2
|
5. Pendidikan
olahraga
|
2
|
2
|
3
|
3
|
3
|
3
|
II
|
Pengembangan
pengetahuan dasar
|
|
|
|
|
|
|
6. Berhitung
|
7
|
7
|
7
|
6
|
6
|
6
|
7. IPA
|
2
|
2
|
4
|
4
|
4
|
4
|
8. Pendidikan
kesenian
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
9. Pendidikan
kesejahteraan keluarga
|
1
|
1
|
2
|
2
|
2
|
2
|
III
|
Pembinaan kecakapan
khusus
|
|
|
|
|
|
|
10. Pendidikan
kejuruan
|
2
|
2
|
5
|
5
|
5
|
5
|
|
Jumlah
|
28
|
28
|
40
|
40
|
40
|
40
|
Kurikulum
1975
Dibandingkan
kurikulum sebelumnya, kurikulum ini lebih lengkap, jika dilihat dari pedoman
yang dikembangkan dalam kurikulum tersebut.
Pada kurikulum SD 7 unsur pokok yang disajikan dalam 3 buku. Tujuh unsur pokok tersebut adalah dasar, tujun,
dan prinsip; struktur program kurikulum; GBPP; sistem penyajian; sistem
penilaian; sistem bimbingan dan penyuluhan; pedoman supervisi dan
administrasi. Pembuatan buku pedoman,
pada kurikulum selanjutnya tetap dipertahankan.
Pendekatan
kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan
efesien, yang mempengaruhinya adalah konsep di bidang manajemen, yaitu MBO
(Management by Objective). Melalui kurikulum 1968 tujuan pembelajaran setiap
mata pelajaran yang terkandung pada kurikulum 1968 lebih dipertegas lagi.
Metode, materi, dan tujuan pengajarannya tertuang secara gambalang dalam
Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Melalui PPSI kemudian lahir
satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan
bahsasb memiliki unsur-unsur: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK),
materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar mengajar, dan evaluasi.
Kurikulum
1975 didasari konsep SAS (Structural, analysis, sintesis). Anak menjadi pintar
karena paham dan mampu menganalisis sesuatu yang dihubungkan dengan mata
pelajaran di sekolah. Kurikulum 1975 juga dimaksudkan untuk menyerap
perkembangan ilmu era 1970-an. Selain memperkuat matematika, pelajaran teoritis
IPA juga dipertajam. Jam pelajaran yang tadinya 41 jam per minggu, menjadi 43
jam. Pelajaran IPA menjadi gabungan dari Ilmu Hayat dan Ilmu Alam. Sisi positif
kurikulum ini adalah, “ilmu-ilmu dasar yang diserap siswa SD pada masa itu
menjadi semakin berkembang”. Akan tetapi dampak dari kurikulum 1975 adalah
banyak guru menghabiskan waktunya untuk mengerjakan tugas administrasi, seperti
membuat TIU, TIK, dan lain-lain; sedangkan substansi materi uang akan diajarkan
kurang didalami.
Struktur
program pada kurikulum 1975 di sekolah dasar adalah sebagai berikut:
No
|
Mata Pelajaran
|
Kelas
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
1.
|
Pendidikan agama
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2.
|
Pendidikan Moral
Pancasila
|
2
|
2
|
3
|
4
|
4
|
4
|
3.
|
B. Indonesia
|
8
|
8
|
8
|
8
|
8
|
8
|
4.
|
IPS
|
-
|
-
|
2
|
2
|
2
|
2
|
5.
|
Matematika
|
6
|
6
|
6
|
6
|
6
|
6
|
6.
|
IPA
|
2
|
2
|
3
|
4
|
4
|
4
|
7.
|
Olah raga dan
kesehatan
|
2
|
2
|
3
|
3
|
3
|
3
|
8.
|
Kesenian
|
2
|
2
|
3
|
4
|
4
|
4
|
9.
|
Keterampilan khusus
|
2
|
2
|
4
|
4
|
4
|
4
|
|
JUMLAH
|
26
|
26
|
33
|
36
|
36
|
36
|
D. KURIKULUM KETERAMPILAN PROSES
Kurikulum
1984
Kurikulum
1984 mengusung process skill approach, yang senada dengan tuntukan GBHN 1983
bahwa pendidikan harus mampu mencetak tenaga terdidik yang kreatif, bermutu,
dan efisien bekerja. Kurikulum 1984 tidak mengubah semua hal dalam, kurikulum
1974, meski mengutamakan proses tapi faktor tujuan tetap dianggap penting. Oleh
karena itu kurikulum 1984 disebut kurikulum 1975 yang disempurnakan. Posisi
Siswa dalam kurikulum 1984 diposisikan sebagai subyek belajar. Dari hal-hal
yang bersifat mengamati, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan,
menjadi bagian penting proses belajar mengajar, inilah yang disebut konsep Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA).
CBSA
didasarkan pada disertasi Conny R. Semiawan, yang didasarkan pada pandangan
Sikortsky, yang menelorkan Zone of Proximality Development. Teori yang
mengatakan bahwa setiap manusia mempunyai potensi dan potensi itu dapat
teraktualisasi melalui ketuntasan belajar tertentu. Tetapi antara potensi dan
aktualisasi terdapat daerah abu-abu (grey area), guru berkewajiban menjadikan
daerah abu-abu ini dapat teraktualisasi. Caranya dengan belajar kelompok.
Dari
sisi konten tidak banyak perubahan pada kurikulum ini, kecuali ditambahkannya
pembelajaran PSPB. Struktur kurikulum
pada tingkat sekolah dasar dapat dilihat pada tabel berikut ini:
No
|
Mata Pelajaran
|
Kelas
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
1.
|
Pendidikan agama
|
2
|
2
|
2
|
2
|
3
|
3
|
2.
|
Pendidikan Moral
Pancasila
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
3.
|
PSPB
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
4.
|
B. Indonesia
|
8
|
8
|
8
|
8
|
8
|
8
|
5.
|
IPS
|
-
|
-
|
2
|
3
|
2
|
2
|
6.
|
Matematika
|
6
|
6
|
6
|
6
|
6
|
6
|
7.
|
IPA
|
2
|
2
|
3
|
4
|
4
|
4
|
8.
|
Olah raga dan
kesehatan
|
2
|
2
|
3
|
3
|
3
|
3
|
9.
|
Kesenian
|
2
|
2
|
3
|
4
|
4
|
4
|
10.
|
Keterampilan khusus
|
2
|
2
|
4
|
4
|
4
|
4
|
11.
|
B. Daerah
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
|
|
JUMLAH
|
26
|
26
|
33
|
36
|
36
|
36
|
Kurikulum
1994
Lahirnya UU No 2 tahun 1989 tentang pendidikan
nasional, merupakan pemicu lahirnya kurikulum 1994. Menurut UU tersebut, pendidikan nasional
bertujuan untuk mencerdasakan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manisia beriman dan bertakwa kepada tuhan yang
mahaesa, berbudi luhur, memeliki keterampilan dan pengetahuan, kessehatan
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Pada kurikulum 1994, pendidikan dasar dipatok menjadi sembilan tahun (SD
dan SMP). Berdasarkan struktur
kulikulum, kurikulum 1994 berusaha menyatukan kurikulum sebelumnya, yaitu
kurikulum 1975 dengan pendekatan tujuan dan kurikulum 1984 dengan tujuan
pendekatan proses. Pada kurikulum ini
pun dimasukan muatan lokal, yang berfungsi mengembangkan kemampuan siswa yang
dianggap perlu oleh daerahnya. Pada
kurikulum ini beban belajar siswa dinilai terlalu berat, karena ada muatan nasional
dan lokal. Walaupun ada suplemen 1999 seiring dengan tuntutan reformasi, namun
perubahan tidak total. Struktur kurikulum 1994 adalah sebagai berikut:
No
|
Mata Pelajaran
|
Kelas
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
1.
|
Pendidikan agama
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2.
|
Pendidikan Moral Pancasila
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
3.
|
B. Indonesia
|
10
|
10
|
10
|
8
|
8
|
8
|
4.
|
IPS
|
-
|
-
|
3
|
5
|
5
|
5
|
5.
|
Matematika
|
10
|
10
|
10
|
8
|
8
|
8
|
6.
|
IPA
|
|
|
3
|
6
|
6
|
6
|
7.
|
Olah raga dan
kesehatan
|
|
|
3
|
5
|
5
|
5
|
8.
|
Kerajinan tangan dan
kesenian
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
9.
|
Muatan lokal
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
|
JUMLAH
|
30
|
30
|
38
|
40
|
42
|
42
|
E. KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI
Kurikulum
2004
Kurikulum
2004 lebih populer dengan sebutan KBK (kurikulum Berbasis Kompetensi). Lahir
sebagai respon dari tuntutan reformasi, diantaranya UU No 2 1999 tentang
pemerintahan daerah, UU No 25 tahun 2000
tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonom,
dam Tap MPR No IV/MPR/1999 tentang arah kebijakan pendidikan nasional. KBK tidak lagi mempersoalkan proses belajar,
proses pembelajaran dipandang merupakan wilayah otoritas guru, yang terpenting
pada tingkatan tertentu peserta didik mencapai kompetensi yang diharapkan. Kompetensi dimaknai sebagai perpaduan
pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir,
dan bertindak. Seseorang telah memiliki
kompetensi dalam bidang tersebut yang tercermin dalam pola perilaku
sehari-hari.
Kompetensi
mengandung beberapa aspek, yaitu knowledge, understanding, skill, value,
attitude, dan interest. Dengan
mengembangkan aspek-aspek ini diharapkan siswa memahami, mengusai, dan
menerapkan dalam kehidupan sehari-hari materi-materi yang telah
dipelajarinya. Adapun kompentensi
sendiri diklasifikasikan menjadi: kompetensi lulusan (dimilik setelah lulus),
kompetensi standar (dimiliki setelah mempelajari satu mata pelajaran),
kompetensi dasar (dimiliki setelah menyelesaikan satu topik/konsep), kompetensi
akademik (pengetahuan dan keterampilan dalam menyelesaikan persoalan),
kompetensi okupasional (kesiapan dan kemampuan beradaptasi dengan dunia kerja),
kompetensi kultural (adaptasi terhadap lingkungan dan budaya masyarakat
Indonesia), dan kompetensi temporal (memanfaatkan kemampuan dasar yang dimiliki
siswa. KBK dinilai lebih unggul daripada kurikulum 1994, jika dilihat dari
beberapa aspek berikut ini:
Beberapa
keunggulan KBK dibandingkan kurikulum 1994 adalah:
|
1994
|
KBK
|
Yang dikedepankan
|
Penguasaan materi
|
Hasil dan
kompetenasi
|
Paradigma
pembelajaran
|
|
versi UNESCO:
learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to
be
|
Silabus
|
Silabus ditentukan
secara seragam
|
Peran serta guru dan
siswa dalam proses pembelajaran, silabus menjadi kewenagan guru.
|
Jumlah jam pelajaran
|
40 jam per minggu
|
32 jam perminggu,
tetapi jumlah mata pelajaran belum bissa dikurangi
|
Metode pembelajaran
|
Keterampilan proses
|
Lahir metode
pembelajaran PAKEM dan CTL
|
Sistem penilaian
|
Lebih menitik
beratkan pada aspek kognitif
|
Penilaian memadukan
keseimbangan kognitif, psikomotorik, dan afektif, dengan penekanan penilaian
berbasis kelas
|
KBK
memiliki empat komponen, yaitu kurikulum dan hasil belajar (KHB), penilaian
berbasis kelas (PBK), kegiatan belajar mengajar (KBM), dan pengelolaan
kurikulum berbasis sekolah (PKBS). KHB
berisi tentang perencaan pengembangan kompetensi siswa yang perlu dicapai
secara keseluruhan sejak lahir sampai usia 18 tahun. PBK adalah melakukan penilaian secara
seimbang di tiga ranah, dengan menggunakan instrumen tes dan non tes, yang
berupa portofolio, produk, kinerja, dan pencil test. KBM diarahkan pada kegiatan
aktif siswa dala membangun makna atau pemahaman, guru tidak bertindak sebagai
satu-satunya sumber belajar, tetapi sebagai motivator yang dapat menciptakan
suasana yang memungkinkan siswa dapat belajar secara penuh dan optimal. PKBS memuat berbagai pola pemberdayaan tenaga
kependidikan dan sumberdaya lain untuk meningkatkan mutu hasil belajar. Struktur kurikulum KBK adalah sebagai berikut
No
|
Mata Pelajaran
|
Kelas
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
Matapelajaran
|
1. Pendidikan
agama
|
tematik
|
3
|
2. Pendidikan
kewarganegaraan dan pengetahuan sosial
|
5
|
3. Bahasa
Indonesia
|
5
|
4. Matematika
|
5
|
5. IPA
|
4
|
6. Kerajinan
tangan dan kesenian
|
4
|
|
7. Pendidikan
jasmani
|
4
|
pembiasaan
|
8. Kegiatan
yang mendorong/mendukung pembiasaan
|
2
|
Mulok
|
9. Mata
pelajaran/kegiatan
|
|
|
Jumlah
|
27
|
32
|
F. KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP
2006)
Kurikulum
2006 atau KTSP tidak mengubah KBK, bahkan sebagai penegas KBK (Jalal, 2006).
Dibandingkan kurikulum 1994, kurikulum
KTSP lebih sederhana, karena ada pengurangan beban belajar sebanyak 20%, jam
pelajaran yang dikurangi antara 100-200 jam per tahun, bahan ajar yang dianggap
memberatkan siswa pun akan dikurangi, kurikulum ini lebih menekankan pada
pengembangan kompetensi siswa dari pada apa yang harus dilakukan guru.
Kurikulum 2006 adalah penyempurnaan dari KBK yang telah diuji coba kelayakannya
secara publik, melalui beberapa sekolah yang menjadi pilot project. Menurut Jalal (2006) KBK tidak resmi, hanya
uji coba yang diterapkan di sekitar 3.000 sekolah se- Indonesia.
KTSP
sendiri lahir sebagai respon dari UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional, terutama pasal 36 ayat 1 dan 2.
KTSP bertujuan memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui
pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan. Prinsip pengembangan KTSP adalah:
1. Berpusat pada
potensi, pengembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik, dan
lingkungannya.
2. Beragam dan terpadu
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
5. Menyeluruh dan berkesinambungan
6. Belajar sepanjang hayat
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan
kepentingan daerah
Komponen
dalam KTSP adalah:
1. Tujuan pada pendidikan dasar: meletakkan
dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan
untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lanjut.
2. Struktur dan muatan KTSP pada jenjang
pendidikan dasar
No
|
Mata Pelajaran
|
Kelas
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
Matapelajaran
|
1. Pendidikan
agama
|
tematik
|
3
|
2. Pendidikan
kewarganegaraan
|
2
|
3. Bahasa
Indonesia
|
5
|
4. Matematika
|
5
|
5. IPA
|
4
|
6. IPS
|
3
|
7. Kerajinan
tangan dan kesenian
|
4
|
8. Pendidikan
jasmani
|
4
|
9. Seni
budaya dan keterampilan
|
4
|
Mulok
|
2
|
Pengembangan diri
|
2
|
|
Jumlah
|
26
|
27
|
28
|
32
|
3. Kenaikan kelas dan kelulusan berdasarkan
PP 19/2005 pasal 72 ayat 1, siswa dinyatakan lulus apabila: menyelesaikan
seluruh program pembelajaran, memperoleh nilai minimal, lulus ujian sekolah,
dan lulus ujian nasional.
PENGEMBANGAN
SILABUS
Pada
KTSP menuntut satuan pendidikan untuk mengembangkan silabus. Silabus adalah rencana pembelajaran pada
suatu atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar
kompentensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan suber/alat/bahan
belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar
ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator
pencapaian kompetensi untuk penilaian.
Silabus
dikembangkan dengan menekankan pada prinsip ilmiah, relevan, sistematis,
konsisten, memadai, aktual dan kontekstual, fleksibel, dan menyeluruh.
Berdasarkan
unit waktu:
1. Silabus mata pelajaran disusun
berdasarkan seluruh alokasi waktu yang disediakan untuk mata pelajaran selama
penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan.
2. Penyusunan silabus memperhatikan alokasi
waktu yang disediakan per semester, pertahun, dan alokasi waktu untuk mata
pelajaran lain yang sekelompok.
3. Implementasi per semester menggunakan
penggalan silabus sesuai dengan standar kompetensi dasar untuk mata pelajaran
dengan alokasi waktu yang tersedia pada struktur kurikulum.
Pengembangan
silabus dilakukan oleh para guru secara mandiri, atau berkelompok dalam sebuah
sekolah, atau beberapa sekolah, kelompok MGMP atau PKG, dan dinas pendidikan.
Adapun langkah-langkah pengembangan silabus adalah sebagai berikut:
1. Mengkaji standar kompetensi dan
kompetensi dasar seperti yang ada pada standar isi
2. Mengidentifikasi materi
pokok/pembelajaran yang menunjang potensi peserta didik, relevansi dengan
karakteristik daerah, tingkat perkembangan, kebermanfaatan, struktur ilmu, dan
lain-lain.
3. Mengemban kegiatan pembelajaran untuk memberikan
pengalaman belajar yang sesuai dengan pencapaian kompetensi. Kegiatan pembelajaran menekankan pada proses
pengembangan mental dan fisik melalui interaksi antara semua yang terlibat,
baik siswa, guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya.
4. Merumuskan indikator pencapaian kompetensi
sebagai penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan
perilaku yang dapat diukur mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
5. Penentuan jenis penilaian berdasarkan
indikator baik dalam bentuk tes maupun non tes, tertulis maupun lisan,
pengamatan kinerja, pengukuran sikap penilaian hasil karya, dan lain-lain.
6. Penentuan alokasi waktu pada setiap
kompentensi dasar yang didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu
mata pelajaran perminggu.
7. Memanfaatkan sumber belajar sebagai
rujukan baik berupa cetak, elektronik, narasumber, lingkungan fisik, a;am,
sosial, dan budaya.
Dari
uraian di atas, contoh format silabus adalah sebagai berikut:
SILABUS
NAMA
SEKOLAH:
MATA
PELAJARAN:
KELAS/SEMESTER:
STANDAR
KOMPETENSI (LIHAT STANDAR ISI)
KOMPETENSI
DASAR (LIHAT STANDAR ISI)
ALOKASI
WAKTU:
Materi pokok
pembelajaran
|
Kegiatan
pembelajaran
|
Indikator
|
Penilaian
|
Alokasi waktu
|
Sumber Belajar
|
|
|
|
|
|
|
Materi
pokok pembelajaran
Kegiatan
pembelajaran
Indikator
Penilaian
Alokasi
waktu
Sumber
Belajar
Untuk
memperjelas pemahaman tentang kurikulum, kita perlu mengetahui, apa toh yang
dimaksud dengan kurikulum? Apa pula KTSP?
Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sedang Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan
dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan (sekolah).
Komponen
KTSP terdiri dari:
1.
Visi, Misi, dan Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan
2.
Struktur dan Muatan KTSP
3.
Kalender Pendidikan
4.
Silabus
5.
RPP
Visi
dan Misi, sudah ada dan dimiliki oleh setiap satuan pendidikan. Sedang Tujuan
pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,
akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan
lebih lanjut.
Pengembangan
KTSP didasarkan pada PP No.19 Tahun 2005 tentang SNP (Standar Nasional
Pendidikan) pasal 17, yang menyebutkan bahwa : 1) Kurikulum tingkat satuan
pendidikan dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi/karakteristik
daerah, sosial budaya masyarakat, dan karakteristik peserta didik, 2) Sekolah
dan komite sekolah/madrasah mengembangkan kurikulum satuan pendidikan dan
silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan
serta berpedoman pada panduan yg disusun oleh BSNP
Dengan
demikian kurikulum yang biasanya sudah berupa ‘buku paket’ seragam yang dibuat
oleh pemerintah pusat, tidak ada lagi. Yang ada adalah Kurikulum SMP atau SMA
Anu. Masing-masing satuan pendidikan (sebut: sekolah), membuat kurikulum
sendiri dan dilaksanakan sendiri. Pemerintah pusat hanya memberikan acuan
operasional penyusunannya.
Acuan
Operasional penyusunan KTSP adalah sebagai berikut :
Peningkatan
iman dan takwa serta akhlak mulia
Peningkatan
potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan
peserta didik
Keragaman
potensi dan karakter daerah dan lingkungan
Tuntutan
pembangunan daerah dan nasional
Tuntutan
dunia kerja
STRUKTUR
DAN MUATAN KTSP
Struktur
KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah tertuang dalam Standar Isi, yg
dikembangkan dari kelompok mata pelajaran :
Agama
dan ahlak mulia
Kewarganegaraan
dan kepribadian
Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi
Estetika
Jasmani,
olahraga dan kesehatan
Muatan
KTSP meliputi sejumlah mata pelajaran yang keluasan dan kedalamannya merupakan
beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan. Di samping itu materi
muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri termasuk ke dalam isi kurikulum,
sebagai berikut:
Mata pelajaran
Muatan
lokal
Kegiatan
Pengembangan diri
Pengaturan
beban belajar
Kenaikan
Kelas, Penjurusan, dan kelulusan
Pendidikan
kecakapan Hidup
Pendidikan
berbasis Keunggulan Lokal dan Global
-
Mata Pelajaran, beserta alokasi waktu untuk masing-masing tingkat satuan
pendidikan tertera pada struktur kurikulum yang tercantum dalam Standar Isi
-
Muatan lokal
merupakan
mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang
diselenggarakan.
Satuan
pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester.
Ini berarti bahwa dalam satu tahun, satuan pendidikan dapat menyelenggarakan
dua mata pelajaran muatan lokal.
-
Kegiatan Pengembangan Diri
Kegiatan
pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan
kebutuhan, bakat dan minat setiap peserta didik, sesuai dengan kondisi sekolah.
Kegiatan
pengembangan diri difasilitasi dan/atau dibimbing oleh konselor, guru, atau
tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
-
Pengaturan Beban Belajar (contoh)
Komponen
|
Kelas dan Alokasi
Waktu
|
VII
|
VIII
|
IX
|
A. Mata Pelajaran
|
|
|
|
1. Pendidikan Agama
:
|
2
|
2
|
2
|
2. Pendidikan
Kewarganegaraan
|
2
|
2
|
2
|
3. Bahasa Indonesia
|
4
|
4
|
4
|
4. Bahasa Inggris
|
4
|
4
|
4
|
5. Matematika
|
4
|
4
|
4
|
6. Ilmu Pengetahuan
Alam
|
4
|
4
|
4
|
7. Ilmu Pengetahuan
Sosial
|
4
|
4
|
4
|
8. Seni Budaya
|
2
|
2
|
2
|
9. Pendidikan
Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
|
2
|
2
|
2
|
10.
Keterampilan/Teknologi Informasi dan Komunikasi
|
2
|
2
|
2
|
B. Muatan Lokal
|
2
|
2
|
2
|
C. Pengembangan Diri
|
2*)
|
2*)
|
2*)
|
Jumlah
|
34
|
34
|
34
|
Setiap
jam pelajaran adalah 40 Menit
-
Ketuntasan Belajar
Ketuntasan
belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam satu kompetensi dasar
berkisar antara 0 – 100%.
Kriteria
ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%.
Satuan
pendidikan harus menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbangan
kompleksitas SK dan KD tingkat kemampuan rata-rata peserta didik serta
kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran.
Satuan
pendidikan diharapkan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara
terus-menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal
-
Kenaikan kelas, dan Kelulusan
Kenaikan
kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun ajaran. Kriteria kenaikan kelas
diatur oleh masing-masing direktorat teknis terkait.
Sesuai
dengan ketentuan PP No.19 tahun 2005 pasal 72 Ayat (1), peserta didik
dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah
setelah:
Menyelesaiakan
seluruh program pembelajaran;
Memperoleh
nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok
mata pelajaran agama dan ahlak mulia, kewarganegaraan dan kepribadian,
estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan;
Lulus
ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran IPTEK; dan
Lulus
Ujian Nasional.
-
Penjurusan
a.
Penjurusan dilakukan pada kelas XI dan XII di SMA/MA.
Kriteria
penjurusan diatur oleh direktorat teknis terkait.
Penujuran
pada SMK/MAK didasarkan pada spektrum pendidikan kejuruan yang diatur oleh
direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
-
Pendidikan Kecakapan Hidup
a.
Kurikulum untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB,SMK/MAK dapat memasukan
pendidikan kecakapan hidup, yang mencakup kecakapan pribadi, sosial, akademik
dan/atau kecakapan vokasional.
b.
Dapat merupakan bagian dari pendidikan semua mata pelajaran
c.
Dapat diperoleh dari peserta didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan dan
atau dari satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal yang sudah memperoleh
akreditasi.
-
Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global
a.
Kurikulum untuk semua satuan pendidikan dapat memasukan pendidikan berbasis
keunggulan lokal dan global.
b.
Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global dapat merupakan bagian dari
semua mata pelajaran.
c.
Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh peserta didik dari satuan
pendidikan formal lain dan/atau nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.
-
Kalender Pendidikan
Satuan
pendidikan dapat menyusun kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah,
karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat, dengan
memperhatikan kalender pendidikan sebagaimana tercantum dalam Standar Isi.
Demikianlah
pemaparan ringkas tentang kurikulum dari masa ke masa, yakni mulai dari
Kurikulum 76, hingga 2006 yang dikenal dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Seperti kita lihat, masing-masing kurikulum tersebut
memiliki kelebihan dan kekurangannya.
Namun,
sebagai produk paling gres, tentu KTSP memiliki kelebihan yang tidak terdapat
dalam kurikulum-kurikulum sebelumnya. Karena, ia disusun mengacu kepada
kekurangan yang terdapat pada kurikulum terdahulu. Kelebihan ini terutama
tampak pada watak desentralistiknya. Meski, di sana sini mengundang
kontroversi, toh muatan kurikulum ini tetap mencerminkan watak kebersamaan.
Terutama, kebersamaan dalam mengaplikasikan KTSP antara pihak sekolah, guru dan
komite sekolah. Ini mudah-mudahan menjadi preseden yang demokratis bagi sistem
pendidikan di negeri kita.
G. KURIKULUM 2013
Secara
falsafati, pendidikan adalah proses panjang dan berkelanjutan untuk
mentransformasikan peserta didik menjadi manusia yang sesuai dengan tujuan
penciptaannya, yaitu bermanfaat bagi dirinya, bagi sesama, bagi alam semesta,
beserta segenap isi dan peradabannya.
Dalam UU Sisdiknas, menjadi bermanfaat itu
dirumuskan dalam indikator strategis, seperti beriman-bertakwa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Dalam memenuhi kebutuhan kompetensi Abad
21, UU Sisdiknas juga memberikan arahan yang jelas, bahwa tujuan pendidikan
harus dicapai salah satunya melalui penerapan kurikulum berbasis kompetensi.
Kompetensi lulusan program pendidikan harus mencakup tiga kompetensi, yaitu
sikap, pengetahuan, dan keterampilan, sehingga yang dihasilkan adalah manusia
seutuhnya. Dengan demikian, tujuan pendidikan nasional perlu dijabarkan menjadi
himpunan kompetensi dalam tiga ranah kompetensi (sikap, pengetahuan, dan
keterampilan). Di dalamnya terdapat sejumlah kompetensi yang harus dimiliki
seseorang agar dapat menjadi orang beriman dan bertakwa, berilmu, dan
seterusnya.
Mengingat pendidikan idealnya proses sepanjang
hayat, maka lulusan atau keluaran dari suatu proses pendidikan tertentu harus
dipastikan memiliki kompetensi yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikannya
secara mandiri sehingga esensi tujuan pendidikan dapat dicapai.
Perencanaan Pembelajaran
Dalam usaha menciptakan sistem perencanaan,
pelaksanaan, dan pengendalian yang baik, proses panjang tersebut dibagi menjadi
beberapa jenjang, berdasarkan perkembangan dan kebutuhan peserta didik. Setiap
jenjang dirancang memiliki proses sesuai perkembangan dan kebutuhan peserta
didik sehingga ketidakseimbangan antara input yang diberikan dan kapasitas
pemrosesan dapat diminimalkan.
Sebagai
konsekuensi dari penjenjangan ini, tujuan pendidikan harus dibagi-bagi menjadi
tujuan antara. Pada dasarnya kurikulum merupakan perencanaan pembelajaran yang
dirancang berdasarkan tujuan antara di atas. Proses perancangannya diawali
dengan menentukan kompetensi lulusan (standar kompetensi lulusan). Hasilnya,
kurikulum jenjang satuan pendidikan.
Dalam teori manajemen, sebagai sistem
perencanaan pembelajaran yang baik, kurikulum harus mencakup empat hal.
Pertama, hasil akhir pendidikan yang harus dicapai peserta didik (keluaran),
dan dirumuskan sebagai kompetensi lulusan. Kedua, kandungan materi yang harus
diajarkan kepada, dan dipelajari oleh peserta didik (masukan/standar isi),
dalam usaha membentuk kompetensi lulusan yang diinginkan. Ketiga, pelaksanaan
pembelajaran (proses, termasuk metodologi pembelajaran sebagai bagian dari
standar proses), supaya ketiga kompetensi yang diinginkan terbentuk pada diri
peserta didik. Keempat, penilaian kesesuaian proses dan ketercapaian tujuan
pembelajaran sedini mungkin untuk memastikan bahwa masukan, proses, dan
keluaran tersebut sesuai dengan rencana.
Dengan konsep kurikulum berbasis kompetensi,
tak tepat jika ada yang menyampaikan bahwa pemerintah salah sasaran saat
merencanakan perubahan kurikulum, karena yang perlu diperbaiki sebenarnya
metodologi pembelajaran bukan kurikulum. (Mohammad Abduhzen, “Urgensi Kurikulum
2013”, Kompas, 21/2 dan “Implementasi Pendidikan”, Kompas, 6/3). Hal ini
menunjukkan belum dipahaminya secara utuh bahwa kurikulum berbasis kompetensi
termasuk mencakup metodologi pembelajaran.
Tanpa metodologi pembelajaran yang sesuai, tak
akan terbentuk kompetensi yang diharapkan. Sebagai contoh, dalam Kurikulum
2013, kompetensi lulusan dalam ranah keterampilan untuk SD dirumuskan sebagai
“memiliki (melalui mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji, menalar, mencipta) kemampuan pikir dan tindak
yang produktif dan kreatif, dalam ranah
konkret dan abstrak, sesuai dengan
yang ditugaskan kepadanya.”
Kompetensi
semacam ini tak akan tercapai bila pengertian kurikulum diartikan sempit, tak
termasuk metodologi pembelajaran. Proses pembentukan kompetensi itu, sudah
dirumuskan dengan baik melalui kajian para peneliti, dan akhirnya diterima luas
sebagai suatu taksonomi.
Pemikiran pengembangan Kurikulum 2013 seperti
diuraikan di atas dikembangkan atas dasar taksonomi-taksonomi yang diterima
secara luas, kajian KBK 2004 dan KTSP 2006, dan tantangan Abad 21 serta
penyiapan Generasi 2045. Dengan demikian, tidaklah tepat apa yang disampaikan
Elin Driana, “Gawat Darurat Pendidikan” (Kompas, 14/12/2012) yang mengharapkan
sebelum Kurikulum 2013 disahkan, baiknya dilakukan evaluasi terhadap kurikulum
sebelumnya.
Mengatakan tidak ada masalah dengan kurikulum
saat ini adalah kurang tepat. Sebagai contoh, hasil pembandingan antara materi
TIMSS 2011 dan materi kurikulum saat ini, untuk mata pelajaran Matematika dan
IPA, menunjukkan, kurang dari 70 persen materi TIMSS yang telah diajarkan
sampai dengan kelas VIII SMP.
Belum
lagi rumusan kompetensi yang belum sesuai dengan tuntutan UU dan praktik
terbaik di dunia, ketidaksesuaian materi matapelajaran dan tumpang tindih yang
tidak diperlukan pada beberapa materi matapelajaran, kecepatan pembelajaran
yang tidak selaras antarmata pelajaran, dangkalnya materi, proses, dan
penilaian pembelajaran, sehingga peserta didik kurang dilatih bernalar dan
berfikir.
Kompetensi
Inti
Kompetensi lulusan jenjang satuan pendidikan
pun masih memerlukan rencana pendidikan yang panjang untuk pencapaiannya.
Sekali lagi, teori manajemen mengajarkan, untuk memudahkan proses perencanaan
dan pengendaliannya, pencapaian jangka panjang perlu dibagi-bagi jadi beberapa
tahap sesuai dengan jenjang kelas di mana kurikulum tersebut diterapkan.
Sejalan dengan UU, kompetensi inti ibarat anak
tangga yang harus ditapak peserta didik untuk sampai pada kompetensi lulusan
jenjang satuan pendidikan. Kompetensi inti meningkat seiring meningkatnya usia
peserta didik yang dinyatakan dengan meningkatnya kelas.
Melalui kompetensi inti, sebagai anak tangga
menuju ke kompetensi lulusan, integrasi vertikal antarkompetensi dasar dapat
dijamin, dan peningkatan kemampuan peserta dari kelas ke kelas dapat
direncanakan. Sebagai anak tangga menuju ke kompetensi lulusan multidimensi,
kompetensi inti juga memiliki multidimensi. Untuk kemudahan operasionalnya,
kompetensi lulusan pada ranah sikap dipecah menjadi dua, yaitu sikap spiritual
terkait tujuan membentuk peserta didik yang beriman dan bertakwa, dan
kompetensi sikap sosial terkait tujuan membentuk peserta didik yang berakhlak
mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab.
Kompetensi inti bukan untuk diajarkan,
melainkan untuk dibentuk melalui pembelajaran mata pelajaran-mata pelajaran
yang relevan. Setiap mata pelajaran harus tunduk pada kompetensi inti yang
telah dirumuskan. Dengan kata lain, semua mata pelajaran yang diajarkan dan
dipelajari pada kelas tersebut harus berkontribusi terhadap pembentukan
kompetensi inti.
Ibaratnya, kompetensi inti merupakan pengikat
kompetensi-kompetensi yang harus dihasilkan dengan mempelajari setiap mata
pelajaran. Di sini kompetensi inti berperan sebagai integrator horizontal
antarmata pelajaran.
Dengan pengertian ini, kompetensi inti adalah
bebas dari mata pelajaran karena tidak mewakili mata pelajaran tertentu.
Kompetensi inti merupakan kebutuhan kompetensi peserta didik, sedangkan mata
pelajaran adalah pasokan kompetensi dasar yang akan diserap peserta didik
melalui proses pembelajaran yang tepat, menjadi kompetensi inti. Bila
pengertian kompetensi inti telah dipahami dengan baik, tentunya tidak akan ada
kritikan bahwa Kurikulum 2013 adalah salah dengan alasan pada “Kompetensi Inti
Bahasa Indonesia” tidak terdapat kompetensi yang mencerminkan kompetensi Bahasa
Indonesia, karena memang tidak ada yang namanya kompetensi inti Bahasa
Indonesia, sebagaimana yang dipertanyakan Acep Iwan Saidi, “Petisi untuk
Wapres” (Kompas, 2/3).
Dalam mendukung kompetensi inti, capaian
pembelajaran mata pelajaran diuraikan menjadi kompetensi dasar-kompetensi dasar
yang dikelompokkan menjadi empat. Ini
sesuai dengan rumusan kompetensi inti yang didukungnya, yaitu dalam
kelompok kompetensi sikap spiritual, kompetensi sikap sosial, kompetensi
pengetahuan, dan kompetensi keterampilan.
Uraian kompetensi dasar sedetil ini adalah
untuk memastikan bahwa capaian pembelajaran tidak berhenti sampai pengetahuan
saja, melainkan harus berlanjut ke keterampilan, dan bermuara pada sikap.
Kompetensi
dasar dalam kelompok kompetensi inti sikap bukanlah untuk peserta didik, karena
kompetensi ini tidak diajarkan, tidak dihafalkan, tidak diujikan, tapi sebagai
pegangan bagi pendidik, bahwa dalam mengajarkan mata pelajaran tersebut, ada
pesan-pesan sosial dan spiritual yang terkandung dalam materinya. Apabila
konsep pembentukan kompetensi ini dipahami, dapat mengurangi bahkan
menghilangkan kegelisahan yang disampaikan L. Wiliardjo dalam “Yang Indah dan
yang Absurd” (Kompas, 22/2)
Kedudukan Bahasa
Uraian rumusan kompetensi seperti itu masih
belum cukup untuk dapat digunakan, terutama saat merancang kurikulum SD
(jenjang sekolah paling rendah), tempat dimana peserta didik mulai
diperkenalkan banyak kompetensi untuk dikuasai. Pada saat memulainya pun,
peserta didik SD masih belum terlatih berfikir abstrak. Dalam kondisi seperti
inilah, maka terlebih dahulu perlu dibentuk suatu saluran yang menghubungkan
sumber-sumber kompetensi, yang sebagian besarnya abstrak, kepada peserta didik
yang masih mulai belajar berfikir abstrak.
Di sini peran bahasa menjadi dominan, yaitu
sebagai saluran mengantarkan kandungan materi dari semua sumber kompetensi
kepada peserta didik.
Usaha membentuk saluran sempurna (perfect
channels dalam teknologi komunikasi) dapat dilakukan dengan menempatkan bahasa
sebagai penghela mata pelajaran-mata pelajaran lain. Dengan kata lain,
kandungan materi mata pelajaran lain dijadikan sebagai konteks dalam penggunaan
jenis teks yang sesuai dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Melalui pembelajaran
tematik integratif dan perumusan kompetensi inti, sebagai pengikat semua
kompetensi dasar, pemaduan ini akan dapat dengan mudah direalisasikan.
Dengan cara ini pula, maka pembelajaran Bahasa
Indonesia dapat dibuat menjadi kontekstual, sesuatu yang hilang pada model
pembelajaran Bahasa Indonesia saat ini, sehingga pembelajaran Bahasa Indonesia
kurang diminati oleh pendidik maupun peserta didik.
Melalui pembelajaran Bahasa Indonesia yang
kontekstual, peserta didik sekaligus dilatih menyajikan bermacam kompetensi
dasar secara logis dan sistematis. Mengatakan kompetensi dasar Bahasa Indonesia
SD, yang memuat penyusunan teks untuk menjelaskan pemahaman peserta didik,
terhadap ilmu pengetahuan alam sebagai mengada-ada (Acep Iwan Saidi, “Petisi
untuk Wapres”), sama saja dengan melupakan fungsi bahasa sebagai pembawa
kandungan ilmu pengetahuan.
Kurikulum
2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi yang pernah digagas dalam Rintisan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, tapi belum terselesaikan karena
desakan untuk segera mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) 2006. Rumusannya berdasarkan pada sudut pandang yang berbeda dengan
kurikulum berbasis materi, sehingga sangat dimungkinkan terjadi perbedaan
persepsi tentang bagaimana kurikulum seharusnya dirancang. Perbedaan ini
menyebabkan munculnya berbagai kritik dari yang terbiasa menggunakan kurikulum
berbasis materi. Untuk itu ada baiknya memahami lebih dahulu terhadap
konstruksi kompetensi dalam kurikulum sesuai koridor yang telah digariskan UU
Sisdiknas, sebelum mengkritik.
Dan
berikut ini adalah beberapa hal yang baru yang terdapat pada kurikulum 2013
mendatang diantaranya sebagai berikut:
SD
– MI (Sekolah Dasar Madrasah Ibtidaiyah)
Kurikulum
2013 berbasis pada sains.
Kurikulum
2013 untuk SD, bersifat tematik integratif.
Kompetensi
yang ingin dicapai adalah kompetensi yang berimbang antara sikap, keterampilan,
dan pengetahuan, disamping cara pembelajarannya yang holistik dan menyenangkan.
Proses
pembelajaran menekankan aspek kognitif, afektif, psikomotorik melalui penilaian
berbasis tes dan portofolio saling melengkapi.
Mata
pelajara (MAPEL) SD diantaranya:
Pendidikan
Agama
PPKn
Bahasa
Indonesia
Matematika
IPA
IPS
Seni
Budaya dan Prakarya (Muatan Lokal; Mulok)
Pendidikan
Jasmani Olahraga dan Kesehatan (Muatan Lokal;Mulok)
Alokasi
waktu per jam pelajaran SD 35 menit
Banyak
jam pelajaran per minggu Kelas I = 30 jam, kelas II= 32 jam, kelas III=34 jam,
kelas IV, V,VI=36 jam
SMP
– MTs (Sekolah Menengah Pertama – Madrasah Tsanawiyah)
Mata
pelajaran SMP MTs kurikulum 2013 sebagai berikut:
Mata
Pelajaran:
Pendidikan
Agama dan Budi Pekerti
PPKn
Bahasa
Indonesia
Matematika
IPA
IPS
Bahasa
Inggris
Seni
Budaya (Muatan Lokal)
Pendidikan
Jasmani Olahraga dan Kesehatan (Muatan Lokal)
Prakarya
(Muatan Lokal)
Alokasi
waktu per jam pelajaran SMP = 40 menit
Banyak
jam pelajaran per minggu 38 jam
SMA
– MA (Sekolah Menengah Atas – Madrasah Aliyah)
Mata
pelajaran SMA – MA kurikulum 2013 sebagai berikut:
Pendidikan
Agama dan Budi Pekerti
PPKn
Bahasa
Indonesia
Matematika
Sejarah
Indonesia
Bahasa
Inggris
Seni
Budaya (Muatan Lokal)
Pendidikan
Jasmani Olahraga dan Kesehatan (Muatan Lokal)
Prakarya
dan Kewirausahaan (Muatan Lokal)
Alokasi
waktu per jam pelajaran SMA = 45 menit
Banyak
jam pelajaran per minggu SMA = 39 jam